Beras Oplosan Belum Ditemukan di Kalbar, Dewan Ason Desak Disperindag ESDM Perketat Pengawasan

PONTIANAK, insidepontianak.com – Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Provinsi Kalimantan Barat memastikan bahwa hingga saat ini belum ada temuan beras oplosan yang beredar di wilayah Kalbar '
Meskipun belum ditemukan, Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Fransiskus Ason, mendesak Disperindag ESDM untuk terus memperketat pengawasan demi menjamin kualitas dan keamanan pangan masyarakat.
Adapun desakan ini disampaikan Ason dalam rapat bersama Komisi II DPRD Kalbar pada Selasa (29/7/2025).
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag ESDM Kalimantan Barat, Agus Satryo Leksono, menjelaskan bahwa pihaknya telah intens berkoordinasi dengan Satgas Pangan Provinsi Kalbar, dinas pangan kabupaten/kota, serta Satgas Polres di seluruh kabupaten/kota sejak awal bulan.
"Kami memantau distribusi beras dari distributor hingga pedagang secara cermat," tegas Agus.
Agus menambahkan, mereka juga telah berdiskusi langsung dengan para pedagang untuk menanyakan keluhan masyarakat terkait beras, khususnya lima merek beras yang teridentifikasi sebagai beras oplosan di Pulau Jawa.
"Hingga kini, tidak ada laporan atau temuan mengenai beras oplosan tersebut di Kalbar," ungkapnya.
Sidak Harus Lebih Gencar untuk Antisipasi
Fransiskus Ason menekankan pentingnya bagi Disperindag untuk lebih gencar melakukan inspeksi mendadak (sidak) di lapangan.
"Kita sarankan harus sering dilakukan sidak, untuk mengantisipasi beras oplosan yang merugikan masyarakat," ujar Ason usai rapat.
Menurut Ason, penting bagi Disperindag memastikan harga beras yang beredar sesuai dengan kualitasnya.
Ia khawatir akan adanya oknum yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan mengoplos beras, sehingga masyarakat dirugikan.
Ason juga menyoroti harga beras premium di pasaran yang sering kali melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Hal ini disebabkan karena Kalbar masih mendatangkan beras dari luar, mengingat produksi beras lokal Kalbar sebagian besar adalah jenis medium.
"Walau penetapan HET Rp14 ribu, gak bisa dijual Rp14 ribu karena modal sudah Rp15 ribu lebih," ungkap Ason.
Wakil rakyat dapil Sanggau-Sekadau ini menjelaskan bahwa produksi beras lokal Kalbar sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, banyak petani tradisional yang memilih menyimpan hasil panen mereka selama berbulan-bulan, bahkan hingga satu tahun. Akibatnya, beras tersebut tidak langsung masuk ke pasar, sehingga pasokan beras tetap bergantung dari luar.
"Data produksi memang menunjukkan surplus, tapi kalau tidak beredar di pasaran," ujarnya.
Komisi II DPRD Kalbar berharap, ke depan pemerintah daerah dapat mendorong peningkatan mutu beras lokal agar mampu bersaing dengan beras premium, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar daerah. (Andi)
Leave a comment