AMAN Kalbar: Banjir Terjadi Akibat Tata Kelola Hutan Buruk, Cuaca hanya Pemicu
PONTIANAK, insidepontianak.com – Hujan deras yang mengguyur Kalimantan Barat sepekan ini, memicu banjir di banyak wilayah. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar menyebut, bencana ini bukan sekadar ulah cuaca.
Tapi risiko masifnya alih fungsi lahan untuk industri ekstraktif—sawit, tambang, HTI, hingga food estate—mempercepat deforestasi dan melemahkan daya dukung ekologis.
“Curah hujan hanya pemicu. Akar masalahnya adalah pembukaan hutan yang dibiarkan terjadi. Hutan yang seharusnya menyerap air sudah hilang,” ujarnya.
Kalimantan Barat tercatat sebagai provinsi dengan tingkat deforestasi tertinggi kedua di Indonesia, hanya kalah dari Kalimantan Timur. Angkanya terus naik seiring terbitnya izin baru yang abai pada keberlanjutan.
Tono mengingatkan, selama ini komunitas adat menjadi garda terdepan menjaga hutan lewat kearifan lokal. Banyak wilayah adat tetap lestari karena dirawat turun-temurun. Contohnya, Dayak Iban Sungai Utik di Kapuas Hulu, yang mendapat pengakuan internasional atas keberhasilan mereka menjaga hutan adat.
Ironinya, kawasan adat justru sering jadi sasaran investasi. Pemerintah membuka pintu lewat penerbitan izin baru.
“Mereka yang menjaga hutan dianggap tak ada. Sementara pihak luar diberi karpet merah untuk merusaknya,” kata Tono.
Padahal landasan hukum sudah jelas: Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, Putusan MK 35/2012, dan berbagai aturan sektoral yang mengamanatkan pengakuan terhadap Masyarakat Adat dan hutan adat.
Namun realisasinya minim. Hingga kini baru 34 komunitas adat mendapat SK pengakuan, dan 20 SK hutan adat diterbitkan. Bagi AMAN, angka ini jauh dari cukup.
“Semakin banyak komunitas adat diakui, semakin banyak hutan bisa diselamatkan. Bagi mereka, hutan bukan sekadar ruang hidup, tapi wilayah sakral. Itu sebabnya mereka menjaganya sepenuh jiwa,” tegas Tono.
AMAN Kalbar mendesak pemerintah mempercepat penerbitan SK Masyarakat Adat dan Hutan Adat. Pengakuan hukum memberi legitimasi bagi komunitas adat mempertahankan wilayahnya dari eksploitasi.
“Pengakuan terhadap Masyarakat Adat adalah benteng terakhir menyelamatkan hutan Kalimantan Barat. Jika hutan ingin tetap menjadi penyangga kehidupan, pemerintah harus bertindak sekarang,” tutupnya.***
Tags :

Leave a comment