Kritik Kebijakan Larangan Impor Pakaian Bekas, Dewan Kalbar Affandie: Pakaian Jadi dari Cina Lebih Memukul Industri Tekstil
PONTIANAK, insidepontianak.com - Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Affandie mengkritik kebijakan pemerintah melarang ekspor pakaian bekas dari luar negeri, dengan alasan mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Menurut Affandie, alasan pemerintah melarang impor pakaian besar karena mengganggu industri tekstil dalam negeri, relatif tak relevan.
Sebab menurutnya, pasokan pakaian bekas di Indonesia hanya berkisar 1,47 persen. Tak sebanding dengan pakaian jadi dari Cina yang menguasai pasar Indonesia hingga 80 persen.
"Pakaian bekas ini hanya 1, 47 persen masuk ke Indonesia. Ini diributkan. Sementara pakaian jadi dari Cina 80 persen tidak diributkan. Padahal mengganggu industri tekstil dalam negeri," kata Affandie kepada Insidepontianak.com, Rabu (22/3/2023).
Affandie mengatakan, larangan impor pakaian bekas ini memang merupakan kebijakan pusat. Tapi, kebijakan ini kurang bisa diterima daerah. Terlebih, usaha pakaian bekas yang familiar dikenal dengan nama lelong di Pontianak dan Kalbar umumnya, telah menjamur.
Usaha ini pakaian bekas justru menggerakkan perekonomian masyarakat, dan membantu pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan.
"Di sisi lain pakaian bekas ini juga digemari, karena berkualitas. Namun pemerintah mengkhawatirkan menganggu industri dalam negeri, membawa penyakit, dan tidak masuk pajak," kata Affandie.
Legislator daerah pemilihan atau dapil Kubu Raya-Mempawah ini mendorong agar pemerintah mengkaji kembali kebijakan ini. Dia berharap agar impor pakaian yang memberikan kehidupan masyarakat tak disetop.
Sebab, jika alasannya mengganggu produksi tekstil Indonesia, maka produk pakaian jadi dari Cina juga membawa dampak besar terhadap industri tekstil.
"Kalau kita lihat barang dari Cina memukul industri tekstil Indonesia, barang mereka murah juga," pungkasnya. (Andi)
Leave a comment