Prof Samion: Skandal Manipulasi Nilai SIAKAD Kejahatan Akademik Luar Biasa, Bisa Diproses Hukum

2024-09-21 18:57:02
Tokoh pendidikan Kalimantan Barat, Profesor Samion. (Antara)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Tokoh pendidikan Kalimantan Barat, Profesor Samion menganggap, skandal manipulasi nilai SIAKAD yang terjadi di Magister Fisip Universitas Tanjungpura, adalah kejahatan akademik luar biasa. Bisa diproses hukum.

Adapun kasus ini diduga melibatkan lima oknum dosen pengampu mata kuliah. Mereka adalah, Prof Dr Hasan Almutahar, Dr Elyta, Dr Ema Rahmaniah, Dr Erdi dan Dr Ira Patriani. 

Lima dosen ini berperan memasukkan nilai mata kuliah untuk mahasiswa Yuliansyah, dengan tujuan diduga untuk mempercepat yang bersangkutan seminar tesis.

Yuliansyah adalah Ketua DPD Gerindra Kalbar. Juga terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pileg 2024, dan akan dilantik pada 1 Oktober 2024 mendatang. 

Yuli, karib politisi itu disapa tak pernah kuliah. Bahkan di semester ganjil 2023, ia tercatat cuti. Ini berdasarkan penelusuran Insidepontianak.com di laman https://pduntan.id/crm/mahasiswa/profile/ yang diakses pada Aprlil 2024. Saat ini, laman tersebut sudah tak dapat dibuka. 

Dalam kasus ini, seorang pegawai operator akademik bernama Yanto juga terseret. Ironisnya, Yanto telah disanksi lebih dahulu. Tepatnya pada April. Lima bulan yang lalu. Begitu kasus ini baru muncul di publik. 

Ia sudah dinonaktifkan dari jabatannya, dan kini dimutasi ke bagian rumah tangga Universitas Tanjungpura. 

Sementara lima dosen yang memberi nilai kepada Yuliansyah masih mengajar. Bahkan satu dari mereka masih menjabat sebagai Wakil Dekan 1 Fisip Untan.

Tabir kasus skandal manipulasi nilai SIAKAD ini pun telah terungkap dalam laporan tim investigasi internal Untan diketuai Dr Rupita setebal 28 halaman, yang didapat Insidepontianak.com.

Dalam laporan tim investigasi tersebut, gamblang mengungkap keterangan lima dosen yang terlibat menginput nilai untuk Yuli.

Peran Dr Elyta sangat sentral merekayasa penialaian semua mata kuliah Yuli di SIAKAD. (Baca laporan mendalam Inside Pontianak https://insidepontianak.com/insidextigasi/32551/babak-baru-skandal-manipulasi-nilai-siakad-fisip-untan). 

Prof Samion menegaskan, dalam kasus ini, jelas terjadi skandal kejahatan akademik. Sebab, tak ada dasar bagi dosen memberi nilai kepada mahasiswa yang tak pernah masuk kuliah. Apalagi, Yuli tercatat sempat cuti. 

Ia menjelaskan, komponen utama penilaian mata kuliah diberikan kepada mahasiswa adalah daftar hadir mengikuti perkuliahan secara tatap muka minimal 75 persen. Setelah itu, baru penilaian tambahan dari tugas-tugas dosen, nilai ujian tengah semester, dan nilai ujian akhir. 

“Kalau kehadiran kurang dari itu (75 persen) otomatis tidak lulus. Jadi, ini kejahatan akademik luar biasa," tegas Prof Samion yang merupakan mantan Rektor IKIP-PGRI Pontianak. 

Makanya, menurut Prof Samion, wajar jika ada dosen pengajar yang komplain nilainya dimanipulasi dalam kasus ini. Karena sudah sangat keterlaluan dan menabrak etika akademis.

Prof Samion pun mendorong pihak kampus Fisip dan rektor Untan, tegas dalam penanganan kasus ini. Harus terbuka dan transparan. Jangan ada sikap yang terkesan melakukan pembelaan dengan mengatasnamakan kelembagaan. 

Sebab, ulah oknum dosen membuat kampus dan universitas tercoreng. Sanksi terhadap pihak yang terlibat memanipulasi nilai ini harus disampaikan ke publik. Supaya jadi pembelajaran.

Prof Samion menyebut, praktik culas manipulasi nilai di perguruan tinggi memang ibarat fenomena gunung es. Yang terungkap di permukaan hanya segelintir. 

Sementara yang tak diketahui bisa jadi sangat banyak dan sudah berlangsung lama. Praktik perjokian skripsi atau tesis saja misalnya. Ini sudah menjadi rahasia umum, dan sulit sekali ditertibkan.

Karena itu, Prof Samion berpendapat, momentum kasus skandal manipulasi nilai SIAKAD yang terjadi di S2 Fisip Untan ini harus dimanfaatkan untuk bersih-bersih, dan tak boleh dianggap sebagai upaya untuk merusak nama baik lembaga. 

Ia pun yakin, media yang memberitakan kasus ini tujuannya tak lain untuk memperbaiki sistem akademis yang dirusak oleh segelintir orang.

"Maka, saya mendorong, kasus ini harus dikejar sampai ke akar-akarnya. Rektor mesti tegas, karena budaya akademik dibangun secara ilmiah dan harus bisa dipertanggungjawabkan," ucapnya. 

Prof Samion juga mendorong kasus ini tak sekedar ditangani secara adminsitratif. Tetapi bisa dibawa ke ranah hukum. Agar benar-benar menjadi pelajaran bagi para dosen dan mahasiswa di kemudian hari.

"Kalau mau ke ranah hukum bisa. Tergantung Pak Rektor. Sebab, ini diduga kejahatan akademik luar biasa. Ada penyalahgunaan kewenangan," pungkasnya.

Klarifikasi Dekan Fisip

Sebelumnya, pihak kampus Fisip Untan mengkalrifikasi pemberitaan Insidepontianak.com yang mengungkap tabir praktik lancung skandal manipulasi nilai SIAKAD melibatkan lima dosen, yang salah satunya adalah Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi Fisip Untan. 

Dekan Fisip, Dr Herlan mempersoalkan data laporan tim investigasi internal yang diketuai Dr Rupita bisa bocor ke publik. Sebab, baginya, dokumen itu bersifat rahasia.

Ia pun memastikan, tim Investigasi Fisip Untan tak pernah membocorkan laporan mereka. Herlan juga menyayangkan pemberitaan yang mencantumkan data pribadi dosen secara lengkap, termasuk nama, gelar, dan foto.

Selanjutnya, ia menegaskan keputusan terkait benar atau salah dalam kasus dugaan manipulasi nilai ini, masih diproses pihak Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Dirjen Kemenristekdikti). Maka, ia minta semua pihak menunggu keputusan dari pihak berwenang ini. 

“Kami siap memberikan pernyataan resmi dan informasi relevan, jika dibutuhkan untuk memastikan informasi yang disampaikan kepada publik akurat dan sesuai fakta,” kata Herlan.

Pemerhati sosial yang enggan disebutkan namanya menilai, klarifikasi yang disampaikan Dekan Fisip Herlan dalam menyikapi kasus ini dianggap berlebihan.

Sebab, kampus mestinya transparan. Supaya tidak muncul persepsi ada pihak-pihak yang dilindungi. Apalagi, pegawai operator sudah disanksi. Mestinya, lima dosen memberikan nilai juga diberlakukan sama. Di sisi lain, praktik manipulasi ini sangat mencoreng perguruan tinggi. 

“Mestinya, dekan tak perlu bicara, karena namanya juga disebut di pemberitaan Inside Pontianak. Dia (Dekan) berkoordinasi dengan Dr Ira yang memberikan nilai. Apalagi disebutkan Pak Kamto (anggota tim investigasi) berita tersebut (Inside Pontianak) sama persis dengan hasil investigasi,” ucap pemerhati sosial ini.

Laporan Investigasi Tidak Bersifat Rahasia

Komisioner Komisi Informasi Kalbar, Edho Sinaga menegaskan, laporan hasil investigasi tim internal Fisip Untan yang menangani kasus manipulasi nilai SIAKAD itu tidak bersifat rahasia.

Alasannya, laporan itu jika disampaikan ke publik tidak akan membahayakan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak membahayakan pertahanan negara.

"Maka, harusnya diumumkan segera, karena informasi ini bukan sifatnya rahasia negara,” tegas Edho Sinaga kepada Insidepontianak.com belum lama ini.

Ia pun berpendapat, Untan sebagai badan publik, punya kewajiban menyampaikan informasi ke masyarakat dalam penanganan kasus ini. Terkhusus kepada media massa. Karena media bekerja untuk publik. 

“Mereka (media) orang yang bekerja untuk publik. Kalau sudah selesai investigasi, dan hasilnya sudah di tangan rektor, semestinya dibuka dan disampaikan ke publik," ucap Edho.

Dalam kasus ini, mestinya rektor juga bisa bersikap cepat dan tegas memberi sanksi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam skandal manipulasi nilai ini tanpa harus melempar ke Dirjen Kemenristekdikti. 

Sebab, kewenangan rektor berdasarkan Permen Ristekdikti Nomor 74 Tahun 2017, tentang Statuta Untan, sudah begitu gamblang dan jelas. Yakni, pasal 32 ayat 2, huruh H.

Isinya, menjatuhkan sanksi kepada dosen dan tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.***

Catatan:

Dalam laporan mendalam Inside Pontianak berjudul: Babak Baru Skandal Manipulasi Nilai SIAKAD Fisip Untan, pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini sudah dilakukan upaya konfirmasi. Khususnya kepada Dr Elyta, Prof Dr Hasan Almutahar, hingga Yuliansyah. Namun, ketiganya kompak tak mau memberikan tanggapan.

Leave a comment