Prof Samion Minta Untan Fokus Selesaikan Masalah Manipulasi Nilai SIAKAD, Bukan Kebocoran Data

2024-11-24 19:20:31
Tokoh pendidikan Kalimantan Barat, Profesor Samion. (Antara)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Tokoh Pendidikan Kalimantan Barat, Profesor Samion mendorong Universitas Tanjungpura fokus menyelesaikan kasus manipulasi nilai SIAKAD, dan tidak mempersoalkan kebocoran data investigasi tim internal. 

Sebab, dalam kasus ini sudah jelas ada tujuh dosen mengaku nilainya dimanipulasi. Di sisi lain, publik menunggu sikap tegas Untan menyelesaikan kasus ini.

"Jadi jangan lagi fokus pada kebocoran data tim investigasi. Tapi bagaimana fokus menjawab penyelesaian masalah tersebut," kata Samion dalam podcast RuaiTV, Rabu (25/9/2024). 

Menurut mantan Rektor Universitas PGRI Pontianak ini, kasus manipulasi nilai yang terjadi merupakan pelanggaran berat.

Sebab, manipulasi adalah perbuatan kriminal yang menyalahgunakan kewenangan. Kasus ini pun harusnya bisa diproses hukum. 

Namun, dia menilai, dalam penanganan kasus ini, terkesan ada keragu-raguan bagi Rektor Untan dalam mengambil keputusan.

Padahal, baginya dengan hasil laporan tim investigasi itu, Rektor sudah bisa menjatuhkan sanksi tanpa harus melempar penyelesaian kasus ini ke Dirjen Kemendikbudristekdikti. 

"Tapi, kita melihat ada keragu-raguan dalam mengambil sikap. Seharusanya, sebelum ke Dirjen, sudah ada keputusan final di Rektor. Di sana tinggal ketok palu," katanya. 

Ia pun berharap, Untan secara tegas menjawab pertanyaan publik terkait sanksi kepada oknum dosen yang terlibat dalam kasus ini. Baginya sanksi yang dijatuhkan harus berat. Supaya memeberikan efek jera dan pembelajaran. 

Sebagai alumni Untan, Prof Samion pun berharap ada komitmen bersama menuntaskan kasus ini demi menjaga nama baik dan integritas universitas negeri terbesar di Kalbar.

Sebagaimana diketahui, kasus manipulasi nilai ini diduga melibatkan lima oknum dosen pengampu mata kuliah. Mereka adalah, Prof Dr Hasan Almutahar, Dr Elyta, Dr Ema Rahmaniah, Dr Erdi dan Dr Ira Patriani. 

Lima dosen tersebut berperan memasukkan nilai mata kuliah untuk mahasiswa Yuliansyah, dengan tujuan diduga untuk mempercepat yang bersangkutan seminar tesis.

Yuliansyah adalah Ketua DPD Gerindra Kalbar. Juga terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pileg 2024, dan akan dilantik pada 1 Oktober 2024 mendatang. 

Yuli, karib politisi itu disapa tak pernah kuliah. Bahkan di semester ganjil 2023, ia tercatat cuti. Ini berdasarkan penelusuran Insidepontianak.com di laman https://pduntan.id/crm/mahasiswa/profile/ yang diakses pada Aprlil 2024. Saat ini, laman tersebut sudah tak dapat dibuka. 

Dalam kasus ini, seorang pegawai operator akademik bernama Yanto juga terseret. Ironisnya, Yanto telah disanksi lebih dahulu. Tepatnya pada April. Lima bulan yang lalu. Begitu kasus ini baru muncul di publik. 

Ia sudah dinonaktifkan dari jabatannya, dan kini dimutasi ke bagian rumah tangga Universitas Tanjungpura. 

Sementara, lima dosen yang memberi nilai kepada Yuliansyah masih mengajar. Bahkan satu dari mereka masih menjabat sebagai Wakil Dekan 1 Fisip Untan.

Tabir kasus skandal manipulasi nilai SIAKAD ini pun telah terungkap dalam laporan tim investigasi internal Untan diketuai Dr Rupita setebal 28 halaman, yang didapat Insidepontianak.com.

Dalam laporan tim investigasi tersebut, gamblang mengungkap keterangan lima dosen yang terlibat menginput nilai untuk Yuli.

Peran Dr Elyta sangat sentral merekayasa penialaian semua mata kuliah Yuli di SIAKAD. (Baca laporan mendalam Inside Pontianak berjudul: Babak Baru Skandal Manipulasi Nilai SIAKAD Fisip Untan). 

Prof Samion menegaskan, dalam kasus ini, jelas terjadi skandal kejahatan akademik. Sebab, tak ada dasar bagi dosen memberi nilai kepada mahasiswa yang tak pernah masuk kuliah. Apalagi, Yuli tercatat sempat cuti. 

Ia menjelaskan, komponen utama penilaian mata kuliah diberikan kepada mahasiswa adalah daftar hadir mengikuti perkuliahan secara tatap muka minimal 75 persen. Setelah itu, baru penilaian tambahan dari tugas-tugas dosen, nilai ujian tengah semester, dan nilai ujian akhir. 

“Kalau kehadiran kurang dari itu (75 persen) otomatis tidak lulus. Jadi, ini kejahatan akademik luar biasa," tegas Prof Samion.***

Leave a comment