Sidang Praperadilan Tersangka PAM di PN Pontianak, Kuasa Hukum Ajukan 50 Bukti Surat
PONTIANAK, insidepontianak.com - Praperadilan kasus pengadaan tanah untuk pembangunan salah satu kantor pusat bank di Pontianak digelar di Pengadilan Negeri Pontianak, Kamis (21/11/2024).
Sidang praperadilan itu dimulai dengan pembacaan replik pemohon, duplik termohon hingga bukti surat.
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum PAM melampirkan sebanyak 50 bukti surat yang menggambarkan tidak ada kesalahan prosedur dalam pengadaan tanah.
"Bukti surat ada 50 yang menggambarkan tidak ada kesalahan prosedur dalam pengadaan tanah tersebut," kata Alfonsius Girsang, kuasa hukum tersangaka PAM.
Girsang pun menyertakan bukti surat pendapat hukum, dari jaksa pengacara negara saat pengadaan tanah tersebut.
Bahkan saat hendak dilakukan jual beli, ada dua kali jaksa Kejaksaan Tinggi memberi pendapat hukum, sehingga kesimpulannya dinyatakan patut dilanjutkan jual beli.
"Artinya harga tanah sudah diketahui kejaksaan. Dan jaksa sudah berperan menyetujui jual beli tanah dengan harga demikian," klaimnya.
Girsang melanjutkan, seharusnya, jika memang ada mark-up, seharusnya saat itu jaksa sudah dapat memberi peringatan.
Sebab, fungsi jaksa dilibatkan dalam proses pengadaan tanah agar menghindari penyelewengan.
Di samping itu, ada juga dua bukti negosiasi berupa tawar menawar sampai penetapan harga tanah.
Bukti-bukti tersebut kata Girsang menguatkan klienya PAM yang tak pernah ikut dalam negosiasi.
"Semua negosiasi dilakukan RS bersama pemilik tanah. Komunikasi, surat menyurat antara bank dan RS semua dijadikan bukti," jelasnya.
Selain itu, ada juga bukti rekening koran yang menguatkan tidak ada mark-up dalam kasus ini. Karena, nilai pembayaran sudah sesuai dengan harga yang disepakati antara pemilik tanah dengan pembeli.
"Di rekening koran itu jelas terlihat, jumlah pembayaran diberikan bank sama. Tidak ada potongan kecuali pajak yang jadi kewajiban penjual," ucapnya.
Tak hanya itu saja, bukti pembayaran pajak juga dijadikan bukti. Termasuk bukti pemindahan buku dari rekening tersebut ke masing-masing pemilik tanah juga disertakan.
Semua ini kata Girsang, agar hakim praperadilan dapat melihat utuh gambaran perkara ini, mulai tahap penawaran, pengikatan jual beli, sampai terjadinya AJB.
Karena itu, Alfon kemudian bertanya, apa yang menjadi dasar jaksa lalu menetapkan klienya menjadi tersangka?
Sebab, kerugian dalam perkara korupsi merupakan salah satu elemen pokok, adalah kerugian negara. Tanpa itu, maka tidak ada tindak pidana korupsi.
Hal ini sebagaimana dalam Putusan Mahkamah KonstitusiNo.003/PUU-IVI-2006, tanggal 25 Juli 2006, yakni unsur kerugian keuangan negara harus dibuktikan dan harus dapat dihitung.
Pembuktian dan penghitungan kerugian keuangan negara yang nyata dan pasti jumlahnya itu harus dilakukan dengan audit keuangan.
Lalu, yang menjadi pertanyaannya lagi, bagaiamana bisa kliennya disangkakan pasal 2 dan 3 UU Tipikor dengan kerugian dikatakan sebesar Rp30 miliar sementara belum ada aduit dilakukan pihak berwenang.
Kemudian, bagaimana jaksa dapat menghitung selisih tersebut jika tanpa dilakukan audit keuangan negara?
"Ini sangat bertentangan dengan azas due process of law yang berlaku universal," kata Girsang.
Ia pun menyoroti duplik jaksa yang tidak memberikan jawaban bahwa klienya tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka dan penetapan tersangka hanya karena karena penerima kuasa.***
Leave a comment