Pengadilan Negeri Pontianak Tolak Praperadilan PAM, Kuasa Hukum Soroti Inkonsistensi Putusan Hakim
PONTIANAK, insidepontianak.com - Pengadilan Negeri Pontianak menolak permohonan gugatan praperadilan yang diajukan tersangka PAM dalam kasus pengadaan tanah untuk pembangunan salah satu kantor pusat bank di Pontianak.
Putusan ini dibacakan hakim tunggal Heri Kusmana, Kamis (28/11/2024) sore. Dalam amar putusannya, hakim menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya dan menyatakan penetapan tersangka terhadap PAM sah.
Untuk diketahui, putusan praperadilan terhadap PAM berbeda dengan putusan praperadilan yang diajukan tiga tersangka sebelumnya yakni SDM, MF dan SI.
Sebab, praperadilan yang diajukan ketiganya justru diterima. Hakim tunggu Joko Waluyo yang memimpin sidang menilai penetapan tersangka ketiganya dinilai tak sah.
"Setelah mempelajari dan mencermati hakim menilai telah ditemukan dua alat bukti yang sah untuk menetapkan tersangka," kata Heri Kusmana.
Karena itulah, hakim memutuskan menolak praperadilan PAM untuk seluruhnya.
Diduga Ada Kekuatan Politik
Kuasa Hukum PAM, Glorio Sanen mengaku tak mendengar lonceng keadilan di Pengadilan Negeri Pontianak dengan putusan yang menolak seluruh permohonan praperadilan terhadap kliennya.
Ia juga mengaku bingung atas putusan hakim tunggal yang menolak seluruh dalil, serta bukti yang diajukan pihaknya dalam kasus tersangka PAM.
Termasuk hakim juga dinilai mengabaikan putusan Nomor 12 Pengadilan Negeri Pontianak yang sebelumnya memutus tiga tersangka bebas.
"Kami selaku tim kuasa hukum pemohon merasa bingung putusan pengadilan," kata Sanen.
Menurut Sanen, putusan perkara nomor 12 merupakan perkara yang sama, di mana ketiga tersangka sebelumnya mengajukan permohonan praperadilan kemudian dikabulkan hakim pengadilan negeri Pontianak. Namun, klienya justru ditolak.
"Sebenarnya perkara yang sama dengan klien kami. Namun hakim menolak permohonan kami," ujarnya.
Seharusnya kata Sanen, putusan tersebut sama dengan putusan sebelumnya. Sebab, masih dalam perkara yang sama. Namun, perbedaan putusan ini menunjukkan inkonsistensi hakim Pengadilan Negeri Pontianak.
"Putusan ini dengan berat hati kami hormati. Tapi tidak serta merta kami terima. Karena apa? Konsistensi pengadilan sangat lah penting. Dengan putusan berbeda dengan peristiwa yang sama, ini akan membuat ambigu, dan bagaimana potret hukum Indonesia, kalau seperti ini," terang Sanen.
Atas inkonsistensi putusan pengadilan negeri Pontianak, Sanen menduga ada kekuatan politik yang besar.
"Terus terang kami merasa kecewa, perkara pertama di mana pelaku utamanya dinyatakan tidak sah dan klien kami dinyatakan sah sebagai tersangka. Terus terang merasa bingung, jangan-jangan ada kekuatan politik besar," ucap Sanen
Rekan Sanen, Alfonsius Girsang juga mengaku bingung dengan putusan hakim. Sebab, dalam sistem hukum ada yang namanya Yurespredensi atau keputusan hakim terdahulu yang menjadi pertimbangan.
Namun, dalam perkara kliennya hakim justru tak mempertimbangkan putusan 12 yang sebelumnya menerima permohonan tiga tersangka sebelumnya.
"Padahal perkara 12 ini baru diputuskan, terhadap perkara yang sama. Tapi pertimbangan hakim berbeda, akhirnya menuai polemik di tengah masyarakat, ada apa sebenarnya kasus ini," ungkapnya.
Penetapan Tersangka Sah
Sementara itu Kajati Kalbar melalui Kasipenkumnya, Wayan Gedin Irianta menegaskan, dengan ditolaknya praperadilan terhadap PAM, menunjukkan penetapan tersangka tersebut sah.
"Sehingga atas putusan ini, status tersangka PAM tetap sah," tegas Wayan.
Wayan juga mengatakan, Hakim Tunggal memutuskan bahwa proses hukum yang dilakukan oleh pihak termohon, dalam hal ini Penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat telah sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak ditemukan adanya pelanggaran yang mendasari permohonan praperadilan tersebut.
"Dengan putusan ini, penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi tersebut akan berlanjut sesuai dengan aturan hukum yang ada," pungkasnya.***
Leave a comment