Abimana Aryasatya Bikin Film untuk Ibunya: Endingnya Ada Kata-Kata yang Paling Ingin Aku Sampaikan!

2024-10-01 18:19:37
Ilustrasi
MEDAN, Insidepontianak.com - Aktor Abimana Aryasatya bikin film tentang kisah pengalaman hidupnya yang terlantar sejak kecil, dan dia bilang ini adalah film untuk ibunya. Tepatnya film untuk ibunya ini menceritakan tentang perasaannya terhadap sang ibu. Hanya saja Abimana Aryasatya masih merahasiakan bagaimana caranya menceritakan itu. Naskah cerita film untuk ibunya ini sudah selesai dia garap sejak pandemi Covid-19 lalu, dan rencananya nanti film ini akan disutradarai oleh dia sendiri. "Aku menulis script film ini dalam kurun waktu dua tahun, dan di ending film, ada kalimat yang menjadi kata-kata yang paling ingin aku sampaikan kepada orangtuaku," kata Abimana Aryasatya, melansir Youtube Makna Talks, Senin (10/4/2023). Dari semua kisah hidupnya yang kelam, Abimana mengaku belum menyampaikan apa yang paling ingin dia sampaikan kepada orang tuanya. Kini orang tua Abimana telah berpulang, dan karena itu dia memilih film sebagai media untuk menyampaikan itu. "Nah karena bapak ibu gue udah meninggal maka gue menggunakan film ini sebagai media untuk menyampaikan itu, mungkin kalau gue pelukis, gue akan melukis untuk menyampaikan itu," ungkap pria kelahiran 24 Oktober 1982 ini. Abimana berharap film ini nantinya menjadi pengingat bagi dirinya sendiri, juga bagi anak-anaknya mengenai orangtuanya. "Jadi kaya gue gak bisa ceritain gimana kakek nenek lo karena gue gak tumbuh dan besar sama mereka, tapi lewat film ini gue bisa nyeritain perasaan gue terhadap kakek neneknya anak-anak gue," ujar suami Inong Ayu ini. Sebelum gagasan tentang film ini muncul, Abimana mengakui harus melewati sekian proses, dan yang menurutnya itu bukanlah hal mudah. Apalagi ketika merasa terbuang dan tidak diinginkan, Abimana hanya ingin melupakan keluarganya. Jadi tak terbersit sedikitpun kalau Abimana ingin kembali lagi pada keluarganya. Namun dia tersadarkan karena mendapati pertanyaan dari anak-anaknya yang ingin mengetahui seperti apa kakek nenek mereka. Atas alasan itu juga dia mau berproses menyembuhkan luka yang dia bawa sejak kecil hingga dewasa. "Saat itu gue hanya melakukannya demi anak-anak gue, dan gue ngerasa itu jadi kewajiban gue untuk melakukan itu," aku ayah empat anak ini. Maka Abimana pun memulai dari nol, namun ternyata ada kemarahan yang begitu besar dari dalam dirinya sehingga membuat proses untuk menyembuhkan luka itu tidak berhasil. Sampai akhirnya dia belajar dan memutuskan untuk menjadi pendengar saja. "Orang tua itu kayak kaset, ada side A dan side B, dan itu muter disitu aja, kadang dia lupa kita udah bertambah tua, yang orang tua ingat kita masih anak yang dia kenal, jadi muter di situ aja," beber Abimana. Benar rupanya, ketika dia menjadi pendengar, Abimana menyadari ternyata itu yang dibutuhkan orang tuanya. Ibunya hanya butuh didengar, bukan dijawab, dan juga tidak butuh solusi. "Setelah gue mendengarkan beliau, gue merasa kasihan, karena berarti dia juga punya insecuritas, punya rasa marah, rasa kecewa dan dia punya rasa bersalah yang besar karena gak bisa ngurus gue," jelasnya. Diakuinya setelah mendengar semua hal dari ibunya itu, apa yang semula ingin dia sampaikan selama ini kepada ibunya menjadi tak penting lagi. "Ada sebuah dialog di film ini nanti yang menjadi jawaban atas dari semua kisah gue dengan keluarga gue," pungkasnya.*** (Penulis: Adelina)

Leave a comment