Koalisi Jurnalis Kalimantan Barat Serukan Tolak RUU Penyiaran
PONTIANAK, insidepontianak.com – Sejumlah organisasi profesi jurnalis dan media di Kalimantan Barat (Kalbar) bersatu menolak revisi atau Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran.
Para jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Jurnalis Kalimantan Barat ini pun, menggelar aksi damai di Bundaran Digulis Pontianak, Senin (27/4/2024).
Mereka melakukan orasi hingga penandatangan petisi, sebagai sikap menentang RUU Penyiaran yang kini tengah dibahas oleh DPR.
"Penolakan ini muncul seiring dengan penggodokan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 oleh DPR RI," kata koordinator aksi, Yuniardi yang juga ketua IJTI Kalimantan Barat.
Sekretaris AJI Pontianak, Hamdan Darsani menambahkan, aksi penolakan RUU Penyiaran juga dilaksanakan oleh seluruh pengurus AJI se-Indonesia yang berkolaborasi dengan organsiasi profesi jurnalis dan media lainnya yang ada di setiap daerah.
"Kami tidak ingin kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi masyarakat dirampas oleh RUU tersebut," kata Hamdan.
Menurutnya, UU Penyiaran 2002 memang hanya mengatur Lembaga Penyiaran, namun draf revisi UU Penyiaran versi Maret 2024, menambahkan subjek hukum baru berupa platform digital penyiaran.
Perluasan definisi ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya ancaman terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di platform digital, terutama dengan banyaknya media alternatif baru yang bermunculan.
Dalam draf RUU Penyiaran yang tengah dibahas di Badan Legislasi DPR, beberapa perubahan kontroversial mencakup penghapusan Pasal 6 ayat 2 UU No.32/2002, yang menyatakan bahwa negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain itu, Pasal 18 yang membatasi pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, juga dihilangkan.
“Pembatasan kepemilikan silang dan pengaturan jumlah serta wilayah siaran lokal, nasional, dan regional pun turut dihapus," katanya.
Kemudian, Pasal 50B ayat (2) draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024 juga Revisi melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Selanjutnya, Pasal 50B ayat (3) diatur mengenai sanksi apabila melanggar aturan pada ayat (2) tersebut, mulai dari teguran tertulis, pemindahan jam tayang, pengurangan durasi isi siaran dan konten bermasalah, penghentian sementara siaran, denda, hingga rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).
Tak hanya itu, pada Pasal 50B ayat (4) disebutkan bahwa pengisi siaran juga bisa dikenakan sanksi berupa teguran dan/atau pelarangan tampil.
Jurnalis senior Kalbar, Hari Adrianto pun menyatakan draf RUU Penyiaran itu jelas mengancam kebebasan pers.
Karenanya, ia mendukung aksi damai yang dilakukan para jurnalis Kalbar hari ini. Baginya, sikap ini menunjukkan solidaritas dan kepedulian komunitas jurnalis terhadap ancaman yang dapat menghambat kemerdekaan pers dan ekspresi.
“Ini sekaligus menyerukan agar revisi UU Penyiaran mempertimbangkan kepentingan semua pihak terkait demi menjaga prinsip-prinsip demokrasi,” tutupnya.
Adapun aksi penolakan RUU Penyiaran ini diikuti organisasi profesi pers seperti AJI Pontiak, IJTI Kalbar, PWI Kalbar, PFI Pontianak, AMSI Kalbar, JMSI Kalbar, SMSI Kalbar, SIEJ Kalbar, FJP Indonesia, JPK, hingga Aliansi Mahasiswa Jurnalistik IAIN Pontianak.***
Leave a comment