PLN ULP Sukadana Tegaskan Tak Berwenang Tangani Desa Belum Berlistrik di Kayong Utara

2025-06-28 17:22:21
Kondisi permukiman Warga Transmigrasi SP4 Sungai Mata-Mata yang belum menikmati listrik belasan tahun.

KAYONG UTARA, insidepontianak.com – Polemik belum terjangkaunya listrik di beberapa desa di Kabupaten Kayong Utara kembali menjadi sorotan.

Warga transmigrasi SP4 di Desa Sungai Mata-Mata, Kecamatan Simpang Hilir, misalnya, mempertanyakan lambatnya realisasi elektrifikasi yang sudah dinanti belasan tahun.

Menanggapi keluhan itu, PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Sukadana menegaskan, persoalan desa yang belum teraliri listrik tidak berada di bawah kewenangan mereka.

"Kalau ada satu desa yang memang belum berlistrik, itu domainnya UP2K. Kami di ULP Sukadana hanya fokus melayani masyarakat yang sudah terdaftar sebagai pelanggan aktif PLN," kata Manager PLN ULP Sukadana, Taufieq Haerwana, Jumat (27/6/2025).

Ia menambahkan, ULP Sukadana memiliki tugas untuk menangani keluhan seperti pemadaman listrik, gangguan teknis, dan urusan tagihan listrik bagi pelanggan aktif.

Sementara pembangunan infrastruktur listrik untuk desa-desa terpencil, dilakukan oleh UP2K PLN Pontianak secara bertahap.

"UP2K akan melakukan survei terlebih dahulu di desa sasaran. Setelah mengetahui kebutuhan pembangunannya, baru dilakukan pemasangan. Begitu listrik menyala dan pelanggan mulai terdaftar, barulah kami di ULP Sukadana mengambil alih pelayanan," jelasnya.

Pernyataan ini disampaikan untuk meluruskan persepsi masyarakat terkait lambatnya penyediaan listrik di beberapa wilayah, sekaligus memperjelas pembagian tugas antar unit dalam tubuh PLN.

Untuk diketahui, salah satu wilayah di Kayong Utara yang belum merasakan listrik PLN adalah kawasan transmigrasi SP4 di Desa Sungai Mata-Mata, Kecamatan Simpang Hilir.

Belasan tahun, ratusan kepala keluarga yang mendiami wilayah ini, hidup tanpa penerangan listrik negara.

Warga di sana pun mempertanyakan komitmen negara dalam memenuhi hak dasar mereka. Pasalnya proposal permohonan telah berulang kali dilayangkan tanpa hasil. Martino Dimas, salah seorang warga, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. 

"Kami sudah lebih dari sekali ajukan permohonan ke PLN. Tapi sampai hari ini belum juga ada realisasi. Padahal kami sangat membutuhkan listrik, terutama untuk kegiatan anak-anak yang belajar di malam hari," ujar Martino, Rabu (25/6/2025). 

Sebuah pengakuan yang mencerminkan panjangnya penantian dan minimnya respons dari pihak berwenang.

Saat ini, kehidupan 115 kepala keluarga di SP4 bergantung sepenuhnya pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pribadi yang kapasitasnya sangat terbatas. 

Daya yang dihasilkan kerap hanya cukup untuk beberapa jam penerangan, menyisakan gelap gulita saat malam tiba dan membatasi aktivitas warga, terutama anak-anak yang kesulitan belajar.

Kondisi ini menjadi sorotan tajam mengingat SP4 bukan permukiman liar, melainkan kawasan transmigrasi resmi yang seharusnya menjadi prioritas dalam pemenuhan infrastruktur dasar. 

Karena itu, masyarakat berharap pemerintah daerah maupun pihak PLN segera memberikan perhatian serius dan merespons keluhan tersebut dengan langkah nyata.

“Kami tidak menuntut berlebihan, hanya ingin menikmati hak dasar sebagai warga negara, yaitu listrik,” tegas Martino.***

Leave a comment