Optimalisasi Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan, Multi-Pihak Kabupaten Ketapang Dukung Analisis Multi-kriteria ‘Go and No- Go Area’
KETAPANG, insidepontianak.com – Hasil analisis untuk Kabupaten Ketapang menunjukkan mayoritas wilayah kabupaten termasuk dalam area No-Go atau tidak sesuai untuk pengembangan produksi kelapa sawit yaitu sebesar 2,3 juta Ha atau sebanyak 78,8 persen dari seluruh wilayah Kabupaten Ketapang.
Hal ini terutama disebabkan rentannya kondisi biofisik lahan yang didominasi oleh kawasan hutan, tutupan hutan di wilayah produksi, dan lahan gambut.
Studi ini memberikan arahan manajemen adaptif untuk pengelolaan kelapa sawit di dalam area No-Go—yang terindikasi sebanyak 445.577,94 ha—berdasarkan tingkatan prioritas kondisi biofisik lahan.
Pemerintah Kabupaten Ketapang bersama para pemangku kepentingan, yang terdiri dari perusahaan dan kelompok lembaga masyarakat sipil (CSO), mendukung hasil Analisis Area Go and No Go untuk memperkuat strategi pembangunan berbasis lanskap “Produksi, Proteksi, Inklusi” di Kabupaten Ketapang.
Kesimpulan ini dihasilkan dalam kegiatan Lokakarya dan Sosialisasi Hasil Analisa Kawasan Go/No-Go Area di Kabupaten Ketapang yang diselenggarakan Kabupaten Ketapang bersama Mitra Pembangunan Ketapang dan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau di Hotel Grand Zuri, Ketapang, Kalimantan Barat.
Bupati Ketapang Martin Rantan yang kehadirannya dalam kegiatan lokakarya diwakili oleh Asisten 2 Sekda Bidang Ekonomi Pembangunan, Syamsul Islami menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bersama para pemangku kepentingan mengembangkan rencana pertumbuhan hijau (Green Growth Plan) untuk mewujudkan rantai pasok komoditas utama kelapa sawit berkelanjutan.
“Hal ini akan diwujudkan dalam komitmen multipihak untuk produksi kelapa sawit tanpa deforestasi, tanpa konversi lahan gambut, tanpa eksploitasi tenaga kerja, dan komitmen untuk meningkatkan pendapatan petani,” kata Syamsul.
Analisis area Go and No Go, sambung Syamsul, diperlukan sebagai arahan teknis untuk mengoperasionalkan manajemen adaptif dalam proteksi kawasan di Kabupaten Ketapang, termasuk kawasan dengan nilai konservasi tinggi di zona produksi, restorasi, dan produksi berkelanjutan. Proses pengelolaan lanskap ini tentunya dengan memprioritaskan penghidupan dan inklusif sosial.
Analisis area Go and No Go dapat dijadikan acuan dalam memberikan arahan untuk pengembangan detail tata ruang, rencana induk perkebunan, rencana pengelolaan KPH, dan rencana pembangunan termasuk investasi di Kabupaten Ketapang.
Hasil analisis Go and No-Go yang multi-kriteria dapat menghasilkan arahan pengelolaan lahan yang adaptif, khususnya untuk pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Analisis multi-kriteria juga bisa menjadi dasar pengembangan perangkat pengelolaan lanskap dengan mengedepankan aspek biofisik sebagai bahan pertimbangan dalam menunjang pengelolaan lanskap untuk pembangunan ekonomi dan ruang sosial.
Selain itu, dalam konteks merespon sinyal pasar kelapa sawit yang berkerlanjutan, analisis area Go and No-Go juga memberikan informasi tentang comparative advantage kondisi bentang alam Ketapang.
Untuk daerah yang tidak sesuai untuk kelapa sawit namun telah dilakukan pembangunan kelapa sawit, studi ini memberikan gambaran pengembangan komoditas lain melalui pola tanam yang lebih sesuai seperti agroforestri, yang dengan demikian menjadi alternatif investasi sekaligus memitigasi risiko dalam pengembangan perkebunan.
Sekretaris PPI Compact Ketapang Mahyudin mengomentari hasil Analisis Area Go and No-Go dalam pidato kuncinya.
Pihaknya menyambut baik hasil Analisis Area Go and No-Go ini karena akan sangat membantu tugas Sekretariat PPI Compact dalam mengoordinasikan kegiatan-kegiatan konservasi, restorasi dan produksi berkelanjutan yang dilakukan masing-masing instansi pemerintah, sektor swasta, dan CSO.
"Terkait untuk mencapai pembangunan yang rendah emisi dan berkelanjutan dan di Kabupaten Ketapang," jelasnya.
Analisis Area Go and No-Go Kabupaten Ketapang disusun sebagai bagian dari Analisis Perencanaan Suplai Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk Pengembangan Kerangka PPI (Produksi, Proteksi, Inklusi) dan Investasi Berkelanjutan di Kabupaten Ketapang dan Kubu Raya yang dilakukan oleh lembaga konsultan Orien Spasia Ecoscape dengan dukungan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH).
Hasil studi ini ditujukan menjadi dokumen teknis pendukung kebijakan pembangunan dan rencana investasi sektor swasta dan transformasi rantai pasok komoditas yang berkelanjutan.
“Kami mengenali adanya tuntutan pasar yang semakin kuat atas komoditas kelapa sawit yang diproduksi secara berkelanjutan, yang di antara kriterianya yaitu tidak lagi melakukan deforestasi, tidak membuka lahan gambut, dan tidak melakukan eksploitasi tenaga kerja,” ujar Sacha Amaruzaman, Senior Program Development Manager, Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH).
Sebagai salah satu daerah utama penghasil kelapa sawit di Kalimantan Barat, kata Sacha, pihaknya mendukung dilakukannya pendekatan lanskap untuk mewujudkan wilayah Ketapang sebagai sumber kelapa sawit yang clean and clear, yang secara ideal perlu diawali dengan Analisis Area Go and No-Go.***
Leave a comment