[Editorial Inside Pontianak] Manipulasi Nilai Bikin Untan Terkulai

2024-10-07 03:18:38
Ilustrasi. (Insidepontianak.com/Radit)

Warga di Kalimantan Barat, terkejut dengan pemberitaan di media massa, khususnya di Insidepontianak.com, pertengahan April 2024. Berita dengan topik manipulasi nilai SIAKAD di Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial (Fisip) Universitas Tanjungpura (Untan). 

Ada belasan berita terkait topik manipulasi nilai di Insidepontianak.com. Kenapa begitu banyak berita? Sebab, Insidepontianak.com menganggap penting isu pendidikan. Apalagi, ketika terjadi indikasi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

Dari informasi yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber, praktik manipulasi nilai dan praktik lancung di dunia pendidikan, sudah berlangsung lama. Tak hanya di S2, juga di S1 Fisip Untan. 

Pihak Rektorat Untan membuat tim investigasi internal, dengan SK Dekan Fisip Untan Nomor 4326/UN22/TA.03.20/2024, Tanggal 17 April 2024, tentang Pembentukan Tim Investigasi Nilai Matakuliah Program Studi Ilmu Politik.

Tim berisi lima akademisi, dengan Dr Rupita sebagai ketua. Tim memanggil 12 saksi dari pihak dosen, tiga mahasiswa, dua orang operator. Tim investigasi bekerja dari 18-25 April 2024.

Pada 29 April 2024, tim menyerahkan hasil investigasi internal ke Rektor Untan, Prof Garuda Wiko. Empat bulan berlalu. Rektor Untan belum mengumumkan hasil investigasi dan penyelesaian masalah.

Lalu, bagaimana pers menyikapi hal tersebut?

Kerja jurnalistik di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang (UU). Yaitu, UU Nomor 40 Tahun 1999, tentang Pers (UU Pers). Pasal 1 angka 4 UU Pers menyatakan, wartawan adalah, "Orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik."

Insidepontianak.com terus bergerilya mencari hasil rekomendasi investigasi internal Untan, sambil terus mengumpulkan fakta-fakta baru di lapangan.

Tanggal 13 September 2024, terbit liputan dengan judul, “Babak Baru Skandal Manipulasi Nilai SIAKAD Fisip Untan.”   

Pihak Rektorat Untan merasa kecolongan. Lalu, mencari tahu, siapa yang bocorkan hasil tim investigasi internal. Isu utama, manipulasi nilai di Fisip Untan tidak tersebut di konferensi pers. 

Media massa hadir di konferensi pers. Berdasarkan Pasal 3 UU Pokok Pers, pers nasional memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Pasal 6, pers memiliki peran memenuhi hak masyarakat untuk tahu, menegakkan nilai demokrasi, HAM, supremasi hukum, pengawasan, kritik, koreksi, dan saran. Juga memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Lucunya, pihak Fisip Untan tak undang Insidepontianak.com untuk hadir. Padahal, Insidepontianak.com ingin berikan Hak Jawab atau Hak Koreksi, bila berita yang terbit dianggap tak valid informasinya.

Namun, media di konferensi pers tersebut, ibarat ikan di saluran air. Hanya buka mulut. Menangkap apa saja yang masuk. Tanpa berpikir kritis dan mempertanyakan, masalah yang sebenarnya terjadi. Selanjutnya, media mempublikasi dan menyiarkannya.

Mungkin, apakah hal ini juga, produk atau hasil dari sistem pendidikan yang terjadi. Tidak menghasilkan manusia yang berpikir kritis.

Hanya menangkap remah-remah dari isu besar yang terjadi. Atau, media takut dan cenderung berpikir ekonomis saja. 

Padahal, perlindungan terhadap pers dijamin melalui Pasal 4 UU Pers. Pertama, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

Kedua, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Ketiga, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Keempat, dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Wartawan di Insidepontianak.com, ketika melakukan liputan dan menulis laporan "Manipulasi Nilai di Fisip Untan," sudah melakukan cara yang baik dan benar, sesuai dengan prinsip dan etika pers. Yaitu, menemui dan wawancara kepada para narasumber.

Setelah itu, ada proses konfirmasi dan verifikasi dilakukan kepada para narasumber. Hal itu bagian dari prinsip fairness atau adil. Namun, kesempatan yang sudah diberikan, tak digunakan para narasumber.

Penyebutan nama, foto dan gelar merupakan bagian dari kerja pers, ketika hal mendasar dan prinsip kerja jurnalistik yang baik, sudah dilakukan. Sebab, naskah dan berita sudah terkonfirmasi. Ada sumber falid dan bisa dipercaya.

Dalam Konpers, seorang juru bicara yang merupakan salah satu tim investigasi menyatakan bahwa isi berita di media (Insidepontianak.com) sama persis dengan hasil tim investigasi internal Untan.

Selain itu, penyebutan nama, foto dan gelar, merupakan bagian dari memenuhi hak publik untuk tahu, sesuai pasal 3 UU Pers. Pers bekerja untuk publik. Apalagi, Untan merupakan badan publik. Harus bersifat terbuka dan transparan dalam bekerja.

Akhirnya, kami harus menerbitkan berita tersebut. Lalu, muncul protes dan tidak puas terhadap tulisan itu. Ketika seseorang tidak puas dengan pemberitaan, kami tentu memberikan Hak Jawab atau Hak Koreksi.

UU Nomor 40 Tahun 1999, menyatakan pers wajib melayani Hak Jawab atau Hak Koreksi. Hak Koreksi adalah, hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Kami sangat terbuka dan memberikan Hak Jawab atau Hak Koreksi. Tapi, kalau pihak Untan ingin konfirmasi sumber data, dan informasi dokumen hasil investigasi internal Untan, kami tidak bisa melakukan. Sebab, ada yang namanya Hak Tolak.

Dalam Pasal 1 angka 10 UU Pers menjelaskan definisi Hak Tolak, “Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.”

Inilah momen Untan membersihkan institusi pendidikan menjadi lebih baik. Supaya masyarakat tak hilang kepercayaan.

Untan bukan pabrik mencetak manusia dengan gelar dan nilai akademik, tapi isi kepala kosong. Untan juga bukan tempat memanipulasi nilai, dengan bantuan para intelektual murahan di perguruan tinggi.***

Leave a comment