Deni, Guru di Landak: Perjalanan Lima Tahun Menaklukkan "Tanah Kuning" yang Liat

2025-12-02 14:43:20
Perjuangan Deni Ariyadi, seorang guru di SMPN 2 Air Besar, Tenguwe. Sejak 2020 ia harus menaklukkan medan dan akses jalan yang sulit untuk pergi mengajar/ist

​LANDAK, Insidepontianak.com - Setiap hari, matahari Landak menjadi saksi bisu ritual seorang guru bernama Deni Ariyadi (30-an). Bukan ritual menyeruput kopi, melainkan persiapan batin menghadapi sebidang jalan yang tak bernama.

Tanah kuning Landak, jalur satu-satunya menuju SMP Negeri 2 Kecamatan Air Besar, Desa Tenguwe. Sejak 2020, tempat terpencil itu telah menjadi tujuan dan medan perjuangan utamanya.

​Perjalanan Deni bukanlah sekadar perjalanan mengajar, melainkan penaklukan medan yang menjadi simbol tantangan pendidikan di pelosok negeri. Jarak dan medan yang ekstrem itu telah mengukir kisah dedikasi selama lima tahun tanpa jeda.

​Tenguwe, secara geografis, adalah wilayah yang tersembunyi jauh di kedalaman Landak. Bisa dijangkau melalui jalur yang memiliki dua wajah kejam, tergantung musim.

​Saat musim kemarau, jalur itu berubah menjadi lautan debu yang panas dan menyesakkan, membelah bukit-bukit tinggi yang menantang. Namun, ketika hujan tiba, tanah kuning itu menjelma horor.

​"Lumpurnya bisa setinggi betis, liat, dan licin seperti bubur," ujar Deni dengan senyum tipis, menunjukkan bahwa kesulitan itu sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari tugasnya.

​Deni harus mengendarai sepeda motornya, atau bahkan berjalan kaki, meniti punggung bukit terjal. Kekuatan fisik dan mentalnya diuji setiap hari.

"Kadang, motor saya harus didorong," katanya, menambahkan bahwa risiko motor terperosok dan mogok sudah menjadi menu harian.

​"Tapi saya harus sampai. Anak-anak sudah menunggu," katanya.

​Deni, yang merupakan warga asli Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, mengaku sudah akrab dengan jalan bertanah. Namun, ia tak menyangka akses menuju Tenguwe jauh melampaui bayangannya.

Pengalaman di hari pertama tugasnya langsung menjadi pelajaran paling berharga.

​"Itu hari pertama saya pergi bertugas, tiba-tiba motor tidak mau di gas. Padahal itu belum setengah perjalanan," tutur pria penuh semangat ini. 

Motor Deni terpaksa ditinggalkan dan ia menumpang rekannya untuk melanjutkan tugas. Kejutan yang sebenarnya datang saat evakuasi. Untuk mengangkut motor yang mogok, Deni harus menggunakan jasa ojek yang menggunakan motor lain. Pemandangan itulah yang membuatnya tersentak.

​"Itu semacam shock terapi. Baru pertama saya lihat motor naik motor," kenangnya.

​Dari pengalaman itu, Deni menyadari bahwa menjadi guru di pedalaman tidak cukup hanya dengan bekal ilmu pengetahuan.

"Kami juga harus sedikit-sedikit bisa jadi montir motor. Jaga-jaga bila kejadian serupa terulang," ujarnya.

​Meski dihadapkan pada medan yang sulit, semangat Deni tidak pernah surut. Keputusan mengabdi di Tenguwe, menurutnya, lahir dari panggilan jiwa. Ia menyadari, di balik keterbatasan akses yang buruk, ada puluhan anak-anak Desa Tenguwe yang haus akan ilmu.

Mereka adalah bibit-bibit masa depan yang hanya bisa tumbuh subur dengan pendidikan yang layak.

​Perjuangan Deni menembus lumpur dan bukit ini telah menjadi perbincangan. Dedikasi tanpa pamrih yang ia tunjukkan, hari demi hari, tahun demi tahun, akhirnya menarik perhatian Pemerintah Kabupaten Landak.

​Puncaknya, Deni pernah menerima penghargaan sebagai Guru Dedikatif langsung dari Bupati Landak. Sebuah apresiasi yang, bagi Deni, bukan sekadar piala atau piagam.

​"Penghargaan itu adalah pengingat bahwa perjuangan saya memiliki arti besar," ucapnya.

​Di dalam ruang kelas SMP Negeri 02 Tenguwe yang sederhana, ia tidak hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga menanamkan arti ketekunan dan mimpi.

​Saat Deni berhasil mencapai sekolah, semua lelahnya sirna. Ia disambut tawa riang dan sapaan hormat dari murid-muridnya.

Di tengah keterbatasan fasilitas, suara Deni membacakan pelajaran menjadi melodi harapan yang menepis sunyi dan terjalnya Desa Tenguwe.

​Deni terus mengayuh asa, membuktikan bahwa jarak dan medan seburuk apa pun tak akan pernah mampu menghalangi niat tulus seorang guru untuk mencerdaskan anak bangsa.

Tentu, barangkali Deni tak sendiri. Banyak guru di Kabupaten Landak yang memiliki cerita serupa. Perjuang mengajar mereka, harus dibarengi juga dengan pertarungan menaklukkan medan dan akses jalan yang sulit. (*)

Leave a comment