Jembatan Reot, Siswa di Mempawah Arungi Sungai, Pengamat: Pukulan Telak Bagi Pemda
MEMPAWAH, insidepontianak.com – Setiap hari, siswa di Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah, harus menantang arus sungai ketika pulang sekolah.
Tas dan sepatu mereka diangkat tinggi. Kaki menjejak air yang deras. Sementara tubuh berusaha menjaga keseimbangan.
Adapun jembatan menuju akses ke sekolah tak lagi aman. Rapuh. Reot. Hanya berani dilewati saat pagi, ketika anak-anak itu menuju sekolah.
Itu pun harus antre satu per satu, karena jembatan bisa roboh kapan saja. Pulang sekolah, mereka memilih jalan yang lebih berbahaya: mengarungi sungai.
Video siswa menyeberangi sungai itu viral. Dalam rekaman, seorang siswa berdiri di tepi sungai dan memohon kepada pemerintah, dari presiden hingga bupati, agar jembatan yang ada diperbaiki.
“Ini satu-satunya akses kami ke sekolah,” ucapnya lirih, sementara teman-temannya di belakang terus mengarungi air yang berarus.
Pengamat Kebijakan Publik, Herman Hofi Hermawan, menyebut situasi ini sebagai pukulan telak bagi pemerintah daerah.
“Ini bukan kelalaian ringan. Ini kegagalan sistemik,” tegasnya, Rabu (3/12/2025).
Ia menyoroti pola lama yang terus berulang: saling lempar kewenangan antara desa, kabupaten, dan provinsi setiap kali muncul persoalan mendesak.
“Pertanyaannya selalu sama: ini jembatan desa, kabupaten, atau provinsi? Sementara itu, anak-anak terpaksa melawan arus sungai. Ini absurditas birokrasi,” kritiknya.
Menurut Herman, kelambanan birokrasi bukan sekadar masalah teknis, tetapi kegagalan etika pelayanan publik.
“Warga dipaksa hidup dalam kekacauan birokrasi yang tak pernah selesai.”
Ia juga menilai perencanaan pembangunan di tingkat desa dan kabupaten lemah. Kepala desa, katanya, pasti sudah lama mengetahui kondisi jembatan itu. Namun Musrenbang sering hanya menjadi ritual tanpa hasil.
“Kebutuhan dasar seperti jembatan justru kalah oleh proyek-proyek pencitraan,” ujarnya.
Herman mendesak pemerintah kabupaten dan provinsi segera turun tangan memperbaiki jembatan tersebut. Jangan menunggu viral baru beraksi.
“Ini urusan nyawa dan masa depan anak-anak. Pemerintah harus proaktif, bukan reaktif,” ucapnya.
Ia menegaskan, apa yang dialami siswa di Sadaniang adalah potret nyata martabat warga yang diabaikan.
“Jika negara tak mampu memperbaiki satu jembatan untuk akses pendidikan, lalu apa arti negara bagi warga?” tegasnya.
Hingga kini, pemerintah setempat belum memberikan jawaban atas keluhan para siswa itu.***

Leave a comment