Baleg DPR Anggap Putusan MA Soal Batas Usia Cakada Lebih Eksplisit dari Putusan MK
JAKARTA, insidepontianak.com – Badan Legislasi atau Baleg DPR RI, menganggap putusan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia minimum calon kepala daerah, lebih ekplisit dibandingkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Karena itu, Baleg lebih condong merujuk putusan MA sebagai norma hukum dalam menyepakati ketentuan batas usia calon kepala daerah.
"Atas dasar norma hukum yang lebih eksplisit itulah, kemudian kami yang memiliki pandangan hukum, semua fraksi, mayoritas fraksi itu menyepakati memilih yang jelas saja yang sudah berbunyi dalam putusan," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi, mengutip Antara, Rabu (21/8/2024).
Baleg DPR RI sendiri telah melakukan Rapat Panitia Kerja (Panja) membahas RUU Pilkada menyikapi putusan MK Nomor 70.
Pria yang karib disapa Awik itu menegaskan, MA dan MK merupakan dua lembaga hukum yang setingkat.
Namun, dia mengatakan putusan MA No.23 P/HUM/2024 lebih jelas mengatur tentang persyaratan usia calon kepala daerah berusia 30 tahun saat pelantikan.
“Itu bunyi putusan Mahkamah Agung, dan itu bunyi hukum, jelas itu," tegasnya.
Sementara itu, putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 telah menolak pengubahan syarat usia minimum calon kepala daerah yang dihitung saat pelantikan pasangan calon terpilih, sebagaimana merujuk pada putusan MA.
Menurut Awik, putusan MK itu tidak membatalkan atau menghapus pasal yang sudah ada. Sehingga, putusan MA tidak otomatis dianulir.
"Menolak itu bukan berarti membatalkan pasal yang sudah ada, dan tidak menghapus, tidak mengubah pasal yang ada. Pasal yang ada di Undang-Undang Pilkada itu hanya disebut usia 30 tahun, tidak disebutkan kapan," katanya.
Atas dasar itu, Awiek menyebut putusan yang lebih tegas dengan menyebutkan usia 30 tahun disertai dengan keterangan waktu dihitung sejak pelantikan, lebih dipilih pihaknya sebab dianggap mampu memberikan kepastian.
"Nah, bunyi putusan MK kan teman-teman sudah bisa lihat sendiri,” ujarnya.
Supaya tidak ada kebimbangan dan kebuntuan dalam penafsiran putusan MK Nomor 70, maka kata Awik, perlu politik hukum untuk menjembatani persoalan ini.
“Dengan melakukan revisi Undang-Undang yang kebetulan revisi undang-undang ini sudah diusulkan sejak bulan November 2023," lanjutnya.
Dia juga menyebut MK tak memiliki kewenangan dalam merumuskan undang-undang sebab menjadi kewenangan DPR RI dan Pemerintah, termasuk dalam hal merumuskan ketentuan batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju pilkada melalui revisi UU Pilkada.
“Mahkamah Konstitusi sifatnya adalah negatif legislacy, jadi membatalkan ataupun menolak. Bukan merumuskan norma. Merumuskan norma, membuat norma itu tugasnya pembentuk undang-undang," ucapnya.
Sebelumnya, Baleg DPR RI menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) terkait batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju Pilkada merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang dihitung sejak pelantikan.
Rumusan DIM nomor 72 yang disetujui Panja RUU Pilkada itu berbunyi: "d. berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih."
Adapun pada Sebelumnya, Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dua putusan krusial yang terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Sementara itu, Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.***
Leave a comment