Kota, Pontianak dan Pemberdayaan Warga
Kota sebagai tempat tinggal
warga menjadi satu titik penting bertemunya berbagai konsep pembangunan kota,
kepentingan ekonomi dan kebutuhan sosial warga. Karena itu, memadukan berbagai
kepentingan tersebut, harus ada suatu cara cerdas agar kota menjadi tempat
tinggal yang nyaman bagi penghuninya.
Berdasarkan data dari Ir
Hayu Parasati, Direktur Perkotaan dan Pedesaan, Kementerian PPN/Bappenas,
persentase penduduk di kota dan pedesaan adalah sebagai berikut; tahun 2010,
sekitar 50% penduduk dunia menempati wilayah perkotaan. Tahun 2015, sekitar 55%
yang menempati perkotaan. Tahun 2020, sekitar 60% menempati perkotaan. Tahun
2025, sekitar 67,5% menempati perkotaan.
Peningkatan jumlah penduduk yang tidak disertai dengan
ketersediaan sumberdaya sehingga di perkotaan, dapat ditemui kondisi kekurangan
pekerjaan, kekurangan lahan dan air bersih, hingga fasilitas umum yang terus
berkurang, termasuk dalam pemberdayaan warga.
Prof John
Rennie Short, seorang
perancang tata kota di Inggris pernah memaparkan, kota merupakan ladang
pertempuran ekonomi (economic battle
ground). Tak heran bila, siapa yang memiliki kekuatan financial, bakal
menentukan suatu wajah atau tata kota.
Karenanya, wajah kota-kota
besar saat ini, selalu diisi dengan pusat perbelanjaan, mall, apartemen yang
mengitari seluruh wilayah kota. Pembangunan kota menyisakan sedikit ruang
terbuka hijau bagi masyarakat. Kurangnya ruang hijau bagi kota, tentu saja
berimbas pada berbagai permasalahan lingkungan. Mulai dari banjir, sampah,
polusi, kota yang tak nyaman untuk ditinggali dan lainnya.
Nah, bagaimana dengan kota
sebagai ladang pertempuran ekonomi tersebut? Di mana posisi masyarakat
sebagai penghuni di dalamnya?
Kita tentu tidak ingin, warga kota yang menempati suatu
wilayah menjadi tersisih dan tidak punya daya serta kekuatan, dalam
mengembangkan kehidupan ekonomi mereka.
Dalam teori ekonomi, pasar yang cenderung dibiarkan berlaku
bebas, akibatnya tentu saja bakal melindas para pelaku ekonomi lainnya. Terutama para pelaku usaha yang memiliki modal
kecil. Bila hal itu terjadi, bakal membuat warga yang menjadi pelaku ekonomi
kecil tersebut, jatuh bangkrut dan berguguran satu persatu.
Kita tentu saja percaya dengan teori
Charles Darwin yang terkenal itu, “Survival
On the Fittest”, bahwa suatu seleksi alam bakal menghasilkan individu yang
dominan dan kuat. Mereka yang mampu beradaptasi akan bertahan dan hidup
lestari.
Kita tentu ingin para pelaku ekonomi
kecil di Kota Pontianak, tidak terlindas begitu saja dengan para pemodal besar.
Pemerintah Kota Pontianak mesti melakukan berbagai cara, agar ekonomi warga
bisa terus berkembang dan tumbuh dengan baik. Misalnya, melalui pembangunan
infrastruktur yang berkesinambungan dan lebih baik. Tujuannya, tentu saja bisa
memperlancar berbagai arus barang dan jasa yang ada.
Seperti kita lihat, jalan-jalan di Kota Pontianak, jembatan,
dan berbagai infrastruktur sudah sedemikian baik. Namun, hal itu ternyata belum
cukup untuk mendukung kegiatan ekonomi warga.
Warga harus diberi insentif lebih. Harus ada pendampingan dan
pemberian kepercayaan langsung melalui sektor permodalan. Sehingga bisa
langsung menyentuh dan menggerakkan sektor ekonomi warga. Pemerintah Kota
Pontianak, melalui dukungan perbankan bisa melakukan pemberdayaan dengan
pemberian insentif dan permodalan, dengan skala dan jenis usaha yang ada di
masyarakat.
Apakah cara itu tidak berisiko? Bagaimana bila warga tidak
membayar cicilan yang digunakan untuk modal? Bagaimana sistem pengawasannya?
Nah, tentu Pemkot Pontianak harus memberikan pendampingan
terhadap warga. Ada sosialisasi mengenai sistem perbankan. Membangun sistem
permodalan, pembayaran, risiko yang harus ditanggung bila kredit macet, dan
lainnya. Warga juga mesti diberikan pelatihan dan sistem manajemen yang baik.
Sehingga mereka bisa lebih berdaya dalam mengembangkan usaha yang dijalani.
Hasilnya, kita sudah melihat banyak keberhasilan di tingkatan
warga. Bahwa, ketika mereka diberi kepercayaan mengelola dana permodalan,
mereka bisa menjaga dan menggunakannya sebaik mungkin, untuk menopang usaha
yang dilakukan.
Kita bisa melihat bahwa, bila warga diberi kepercayaan dan
pendampingan, mereka bisa mengerjakan suatu pekerjaan yang dapat menopang
kehidupan mereka.
Dari sini kita berharap, Kota Pontianak dapat menjadi kota yang ramah kepada para penghuninya. Dalam berusaha maupun menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Semoga.
Penulis:
Muhlis Suhaeri, CEO di Inside Pontianak
Leave a comment