Suib Berang, Pernyataan Menteri LHK Soal Karhutla Dianggap Abaikan Perda Kearifan Lokal Kalbar

2025-08-04 13:04:43
Anggota DPRD Kalbar, Suib. (Istimewa)

PONTIANAK, insidepontianak.com — Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, saat meninjau penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kalimantan Barat pada Jumat (1/8/2025) berbuntut panjang. 

Hanif secara tegas menyatakan bahwa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2022 tentang pembukaan lahan berbasis kearifan lokal, tidak bisa dijadikan alasan untuk membakar lahan, terutama saat musim kemarau. 

Pernyataan ini sontak memicu reaksi keras dari anggota DPRD Kalbar dan memunculkan perdebatan sengit tentang hierarki hukum, kearifan lokal, dan nasib para petani tradisional.

Kontroversi ini berpusat pada benturan antara kebijakan pusat dan daerah. Hanif berdalih, Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tetap berlaku dan lebih tinggi dari Perda. 

Ia bahkan mengancam akan menindak tegas siapa pun yang melakukan pembakaran, meski dilindungi oleh Perda tersebut. 

"Tapi kalau dilakukan musim ini, meskipun ada peraturan daerah yang melindunginya, kami akan menggunakan Undang-Undang 32 kepadanya. Masih kita kenakan pidana," tegas Hanif.

Namun, pernyataan ini dianggap mengabaikan perjuangan panjang yang melatarbelakangi lahirnya Perda tersebut. Anggota DPRD Kalbar, Suib, yang juga merupakan bagian dari Panitia Khusus (Pansus) Perda Nomor 1, mengungkapkan kemarahannya. 

"Bapak tidak mengetahui situasi di Kalbar terhadap petani tradisional kami," ujar Suib.

Ia menjelaskan, Perda tersebut lahir dari aspirasi dan unjuk rasa para petani dan peladang tradisional yang seringkali terjerat hukum karena praktik pembakaran lahan yang telah menjadi bagian dari tradisi turun-temurun mereka. 

Suib menegaskan, Perda ini justru lahir dengan berlandaskan pada Pasal 69 Ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2009 yang secara spesifik menyinggung kearifan lokal.

Suib tak hanya membela Perda yang ia susun, tetapi juga melontarkan kritik tajam terhadap Hanif. Ia menyindir Hanif yang dinilai terlalu nyaman membuat kebijakan "di balik meja" di Jakarta tanpa memahami kondisi riil di lapangan. 

Suib menyoroti pengalaman Hanif sebagai mantan Kepala Dinas di Provinsi Kalimantan Selatan, yang seharusnya membuat sang menteri lebih peka terhadap kondisi masyarakat lokal.

"Ini seenaknya. Sebentar-sebentar petani peladang yang disalahkan," tegas Suib.

Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan empati seorang menteri terhadap rakyatnya. Ia meminta Hanif untuk tidak hanya fokus pada kebakaran yang dilakukan petani kecil, tetapi juga menyoroti perusahaan perkebunan dengan luasan jutaan hektar yang juga berpotensi menyebabkan kebakaran.

"Saya masyarakat kecil tidak terima sedikit-sedikit yang disalahkan masyarakat kecil," kata Suib, menuntut menteri untuk lebih adil dan melihat permasalahan secara holistik. 

Ia bahkan menantang Hanif untuk turun langsung dan melihat apakah masyarakat bisa bertahan hidup tanpa bercocok tanam atau berladang.

Meskipun menyatakan tidak ingin membuat kegaduhan, Suib secara terbuka mengakui merasa tersinggung dengan pernyataan menteri. 

"Mohon maaf saya tidak mau membuat gaduh. Tapi saya tersinggung dengan statemen Anda ketika Perda yang kami buat yang salah satu anggota Pansusnya saya," pungkasnya.

Perdebatan ini tidak hanya tentang aturan, tetapi juga tentang pengakuan terhadap kearifan lokal dan perlindungan terhadap mata pencaharian petani kecil di tengah ancaman Karhutla yang selalu menghantui.***

Leave a comment