Tanah Diserobot, 48 Ahli Waris Tergusur
PONTIANAK, insidepontianak.com - Sebanyak 48 ahli waris Kure Bin Kurek tengah berjuang mempertahankan tanah warisan.
Tanah peninggalan nenek-moyang seluas luas 17.784 M2 di Kelurahan Sungai Beliung, Pontianak Barat diduga diserobot PT Bumi Raya Utama.
Akibatnya, 48 ahli waris Kure bin Kurek pun digusur dari tanah mereka setelah BRU dinyatakan menang putusan pengadilan.
Baca Juga: HP Terbaik Harga Miring, RAM dan Memori Gede di Bulan Desember 2022: OPPO A96 dan VIVO V19
Ahli Waris, Ismail, mengatakan, tanah tersebut digarap moyangnya sejak 1914. Setelah meninggal, tanah seluas 17.784 meter tersebut diwariskan kepada kelima anaknya.
"Kami mulai mengelola tanah tersebut sejak 1960 an," kata Ismail, Kamis (15/12/2022).
Di atas tanah warisan tersebut berdiri tiga unit rumah, terdapat pemakaman keluarga. Adapula kebun, seperti tebu, pinang, pisang dan sekitar 600 batang pohon keratom.
Menurut Ismail sejak diwariskan tanah tersebut tidak pernah ada masalah. Tidak pernah ada yang komplain.
Namun, tahun 2014 tiba-tiba muncul orang tidak dikenal, ke lahan tersebut dan memagar tanah milik ahli waris.
"Kami terkejut, tidak pernah tahu siapa yang memagar. Mereka hanya memasang spanduk bertuliskan tanah milik PT BRU. Katanya punya sertifikat tapi kami tidak pernah melihat sertifikatnya," ucap Ismail.
Baca Juga: Jerangkong Si Makhluk Astral, Diciptakan oleh Sosial: Adzab Bagi Si Kaya yang Kikir
Ismail menerangkan, bukti kepemilikan tanah yang dimiliki ahli waris adalah surat tanah bertuliskan arab melayu yang terbit pada 22 September 1914.
Berdasarkan surat tersebut kemudian diuruslah surat kepemilikan tanah yang dikeluarkan kelurahan. Setelah mendapat SKT, ahli waris bayarlah PBB nya sejak 2019.
"Kemudian diajukan permohonan balik batas ke BPN Pontianak," tutur Ismail.
Namun, ketika petugas melakukan pengukuran, ternyata di atas tanah milik ahli waris telah terbit sertifikat yang mengklaim tanah tersebut.
"Karena ada tumpang tindih, kami gugat perdata ke PN Pontianak, tapi kalah, banding kalah, bahkan kasasi putusannya kami kalah," ungkap Ismail.
Ismail menjelaskan, dalam sidang di PN Pontianak, PT BRU mengaku jika tanah tersebut didapat setelah mereka membelinya. Hanya saja dibeli dari siapa tidak ada yang tahu.
Baca Juga: Dua Smartwatch Adu Keren dan Harga di Desember 2022: Samsung Galaxy Watch 5 vs Fitbit Versa 3
Disisi lain, ada juga kejanggalan lain. Yakni dua ahli waris memberi tanda jempol di akte tersebut. Padahal kedua ahli waris tidak pernah menjual tanah tersebut.
Kuasa hukum korban, Marnaek Hasudungan Siagian mengatakan, kepemilikan tanah Kurek Bin Wak Alif didasari bukti surat transiliterasi berbahasa Arab, 12 September 1914. Namun, persoalan muncul saat ahli waris hendak meningkatkan status tanah.
" Ketika dilakukan pengukuran, timbullah sertifikat atas nama Thomas Agap Lim," kata Marnaek Hasudungan Siagian.
Baca Juga: Prancis Lolos ke Babak Final Piala Dunia 2022 Qatar Usai Pecundangi Maroko: Skor 2:0
Berdasarkan keterangan yang ia dapat, SHM keluar didasari Akta Jual Beli atau AJB Nomor 273 tahun 1985.
AJB tersebut diduga juga dipalsukan. Sebab, dua penggugat yang merupakan bibi Ismail, Nuriah dan Zubaidah membubuhkan tanda tangan. Padahal, keduanya merasa tak pernah merasa membubuhkan tanda tangan.
Keluarga Kurek Bin Wak Alif jelas tak terima. Akhirnya mereka menggugat Thomas Agap Lim ke Pengadilan Negeri Pontianak.
Baca Juga: Pemerintah Sarawak Malaysia Diharap Juga Buka PLBN Kawasan Perbatasan Jagoi Babang
Sayang, upaya mencari keadilan di Pengadilan Negeri pupus. Mereka dinyatakan kalah. Lalu, mereka banding dan kasasi.
"Mereka juga kalah," ujarnya.
Marnaek menyebut, ada dugaan pemalsuan cap jempol dalam AJB tersebut. Untuk itulah, pihaknya bakal melakukan digital forensik.
"Mumpung yang bersangkutan masih ada walau sudah sepuh," terangnya.
Baca Juga: Disbunak Sanggau Segera Gelar Pasar Murah Daging Beku di 7 Kecamatan, Cek Lokasinya
Selain itu, Ismail juga jadi terpidana karena dilaporkan memasuki pekarangan, atau menyerobot lahan di tanah kakeknya. Akhirnya, dia diputus pengadilan secara tipiring dan terpidana.
"Bagi kami sangat miris, ada orang di negeri ini menghuni tempatnya kemudian berdasarkan putusan pengadilan dia sudah diputus secara tipiring. Tapi faktanya dia sudah jadi terpidana," ungkapnya.
Selain itu, dia juga mendapati keanehan lain. Yakni nomor sertifikat yang di coret dan gambar situasi yang berubah-ubah.
"Ini penting berkordinasi BPN dasar pencoretan apa. Jangan sampai satu GS dipakai dua sertifikat.
Makanya kami minta keterbukaan dari BPN Kalbar," pungkasnya.***
Leave a comment