Istana Amantubillah, Keraton Berusia 262 Tahun, Peninggalan Kesultanan Mempawah yang Dilindungi 16 Meriam
MEDAN, insidepontianak.com - Istana Amantubillah adalah saksi kejayaan kerajaan Islam yang masih tersisa. Keraton ini hingga kini masih terawat dan menjadi destinasi wisata sejarah di Kabupaten Mempawah.
Ya, Istana Amantubillah adalah keraton Kesultanan Mempawah. Lokasi destinasi wisata ini pun terbilang tak jauh dari Pontianak, sekira dua jam perjalanan saja.
Menariknya, destinasi wisata ini bisa dikatakan berbeda. Istana Amantubillah Mempawah didomoniasi warna biru muda dan bukan hijau serta kuning.
Warna yang 'tidak biasa' ini menjadi keunggulan tersendiri. Pun di sekiling bangunan terdapat 16 meriam, senjata yang seakan melindungi istana dari gempuran musuh.
Melansir mempawahtourism.com dan indonesiakaya.com, Kamis (24/8/2023), nama “Amantubillah” berasal dari bahasa Arab, yang berarti “Aku beriman kepada Allah”.
Istana yang didominasi oleh warna biru muda ini terletak di Jalan Adiwijaya, Pulau Pedalaman, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah. Atau, sekitar 76 kilometer dari Pontianak.
Istana Amantubillah kini sudah berusia 262 tahun. Pasalnya, keraton ini pertama kali dibangun pada 1761, tepatnya masa pemerintahan Gusti Jamiril.
Ceritanya, Gusti Jamiril dinobatkan menjadi raja untuk menggantikan ayahandanya yang bernama Upu Alinu Malinu Daeng Menambon, bergelar Pangeran Mas Surya Negara.
Saat Gusti Jamiril diangkat menjadi Raja Kesultanan Mempawah ke-3, masa pemerintahannya 1761-1787, beliau menyandang gelar sebagai Panembahan Adiwijaya Kesuma Jaya.
Nah, atas nasihat Mufti Kerajaan Tuan Besar Habib Husain Alkadri, beliau memindahkan istana atau pusat pemerintahannya dari Sebukit Rama ke dekat Kampung Galahirang, di mana sang mufti bertempat tinggal.
Disitulah istana pertama dari Panembahan Adiwijaya Kesuma Jaya berdiri tegak. Istana ini dibangun dengan arsitektur khas Melayu dengan sentuhan Islam, dan memiliki ruangan yang luas serta dinding yang dihiasi ukiran-ukiran indah.
Pada 1880, Istana Amantubillah mengalami kebakaran ketika kekuasaan istana dipegang oleh Gusti Ibrahim, yang bergelar Panembahan Ibrahim Mohammad Syafiuddin, masa pemerintahan pada 1864 hingga 1892.
Setelah itu, Istana Amantubillah mengalami beberapa kali direhabilitasi hingga Istana Amantubillah dapat berdiri kembali pada Kamis 22 November 1922, masa Panembahan Mohammad Taufik Akkamadin.
Sebagai informasi, kompleks Istana Amantubillah dibagi dalam tiga bagian yaitu bangunan utama, bangunan sayap kanan, dan sayap kiri. Bangunan utama merupakan tempat singgasana raja, permaisuri, dan tempat tinggal keluarga raja.
Bangunan sayap kanan adalah tempat untuk mempersiapkan keperluan dan tempat untuk jamuan makan keluarga istana. Segala keperluan jamuan makan bagi para tamu istana pun dipersiapkan di bangunan ini.
Sedangkan bangunan sayap kiri dijadikan ruangan pusat untuk mengurus administrasi pemerintahan kerajaan. Selain itu, sering digunakan sebagai aula tempat pertemuan raja dengan para abdi dalem.
Ada juga kolam pemandian raja beserta keluarganya yang berada di belakang bangunan istana. Termasuk tempat peristirahatan dan tempat bersantai (gazebo) raja beserta keluarganya.
Kini, begitu menginjakan kaki di area istana ini, Anda akan disambut pintu gerbang istana yang bertuliskan 'Mempawah Harus Maju, Malu Dengan Adat'.
Begitu melewati gerbang, Anda akan melihat halaman dengan rerumputan hijau dengan 16 meriam yang diletakan di atas rumput, yang seakan melindungi istana dari serangan musuh kala itu.
Saat ini ketiga bangunan sudah berubah fungsi seperti bangunan utama sudah menjadi museum Kerajaan Mempawah yang menyimpan berbagai peninggalan kerajaan.
Di bagian ini Anda akan melihat singgasana raja, busana kebesaran, dan payung kerajaan. Bangunan ini juga menyimpan foto-foto raja yang pernah berkuasa di istana ini beserta para keluarganya.
Sementara itu, bangunan sayap kanan saat ini memiliki fungsi sebagai pendopo istana dan bangunan sayap kiri saat ini dijadikan tempat tinggal para kerabat Kesultanan Mempawah.
Di kompleks istana ini Anda juga dapat melihat kolam bekas pemandian raja beserta keluarganya. Namun, sudah tidak berfungsi lagi karena terjadi pendangkalan dan tertutupnya saluran air yang menghubungkan kolam dengan anak Sungai Mempawah.
Yang jelas, hingga kini ada beberapa tradisi Kesultanan Mempawah yang masih dilestarikan. Dua di antaranya adalah tradisi Robo-Robo dan Puake.
Tradisi Robo-Robo adalah perayaan tolak bala dengan menyajikan berbagai kue-kue tradisional. Tradisi ini bertujuan untuk mencari keberkahan dan keselamatan untuk sesama manusia.
Sementara, tradisi Puake adalah proses pelepasan "puake" atau anak buaya warna kulit kuning hitam yang dilakukan oleh keturunan dari Raja Mempawah.
Biasanya, tradisi ini akan dilanjutkan dengan ritual pembersihan benda-benda pusaka milik Kerajaan Mempawah. Dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan alam dan memajukan nilai leluhur.
Demikianlah tentang Istana Amantubillah, destinasi andalan bagi wisata sejarah dan budaya di Kabupaten Mempawah dan Provinsi Kalaimantan Barat. Semoga bermanfaat. (Adelina). ***
Leave a comment