Pengamat Khawatir Operasional Bandara Singkawang Tak Berumur Panjang
PONTIANAK, insidepontianak.com – Bandara udara
Singkawang telah diresmikan Presiden Joko Widodo, Rabu (20/3/2024).
Bandara Singkawang dibangun dengan skema kerja sama, antara
pemerintah dan badan usaha atau KPBU, lewat program Corporate Social
Responsibility (CSR) dari para pengusaha lokal Singkawang.
Pembangunan bandara Singkawang telah dimulai sejak tahun
2019. Menelan biaya Rp427 miliar. Memiliki landasan pacu atau runway sepanjang 1.400 meter dengan lebar 30
meter.
Panjang runway itu, akan ditambah menjadi 2000 meter, dengan
sistem pendanaan pembangunan menggunakan CSR.
Fasilitas penerbangan ini digadang mempermudah konektivitas
masyarakat di wilayah pantai utara atau pantura Kalbar, dan diharapkan bisa
meningkatkan kunjungan wisata di Kota Seribu Kelenteng.
Namun, Koordinator Masyarakat Transportasi Udara Indonesia (MTUI) Kalimantan Barat,
Syarif Usmulyani meragukan operasional bandara Singkawang bisa berlangsung
dalam jangka panjang.
Sebab, dia belum melihat pangsa pasarnya. Apalagi jarak
tempuh dari bandara Singkawang dengan bandara internasional Supadio Pontianak,
hanya sekitar 1,5 jam.
Karena itu, ia khawatir, penerbangan bandara Singkawang akan
sepi. Sehingga, berpotensi hanya akan difungsikan di momen insidentil saja.
Sementara, biaya operasional bandara berlangsung setiap
hari. Cost-nya sangat tinggi. Kemampuan APBD pemerintah setempat juga
dikhawatirkan tak mampu menunjang operasional bandara.
“Kekhawatiran saya, suatu infrastruktur dibangun, jangan
sampai kontra produktif, karena kita hanya eforia,” ucapnya.
Usmulyani juga menyoroti fasilitas landasan pacu Bandara Singkawang yang hanya 1.400 meter.
Menurutnya, panjang runway itu tidak
mendukung pendaratan pesawat-pesawat boing berkapasitas 200 penumpang.
“Pesawat apa yang akan mendarat?” tanyanya.
Usmulyani juga meragukan sertifikasi instrumen fasilitas
pendukung yang ada di Bandara Singkawang. Seperti terminal yang harusnya
berstandard ICAO atau Internasional Civil Aviation Organization.
“Ini sudah ada atau belum,” tanyanya lagi.
Kemudian, ia juga mempertanyakan alat bantu pendaratan atau visual
aid, plus runway light, dan menara pengawas atau Air Traffic Control Tower
(ATCT) sudah ada atau tidak.
Yang tak kalah penting baginya, apron tempat parkir pesawat
tak boleh sampai crowded atau sesak antar-maskapai.
Menurut Usmulyani, kalau semua fasilitas itu belum terpenuhi
sesuai standar, maka sangat riskan bandara itu dioperasikan, meski sudah
diresmikan Presiden.
"Jangan sampai bandara tersebut nantinya dilabeli black
airport oleh ICAO,” ucapnya mengigatkan.
Di sisi lain, khawatiran Usmulyani atas keberlangsungan
operasional Bandara Singkawang dalam jangka panjang bukan tanpa alasan.
Sebab, sudah banyak contoh, bandara dibangun atas dasar
prestise, dengan dana negara yang besar, tetapi tidak fungsional.
Ia tak ingin, kejadian seperti Bandara Kertajati, di
Majalengka yang kian hari semakin sepi penerbangannya, karena studi
kelayakannya tidak dilakukan secara
serius.
Akibatnya, Bandara Kertajati saat ini belum menerima
penerbangan komersial sejak Pandemi Covid-19, karena sepi penumpang.
Selain itu, Bandara JB Soedirman, Purbalingga yang dibangun
di era Presiden Jokowi juga mubazuir. Karena sampai saat ini tak memiliki
jadwal penerbangan lagi.
Kemudian, Bandara Sungai Tebelian di Kabupaten Sintang, juga relatif sepi penerbangannya.
Sebab, sebagian besar masyarakat di perhuluan
Kalbar, lebih memilih penerbangan lewat Bandara Supadio mengingat harga tiket
yang juga mahal.
Karena itu, Usmulyani ingatkan, kajian komprehensif soal operasional Bandara Singkawang untuk jangka panjang, harus benar-benar dilakukan lebih serius.
Supaya, tidak menjadi bandara yang mubazir dan tidak
menjadi beban bagi daerah.***
Leave a comment