Larangan Pengecer Jual Gas Elpiji 3 kilogram Dinilai Susahkan Rakyat, Heri Mustamin: Pemerintah Harus Tunda Kebijakan Ini
PONTIANAK, insidepontianak.com - Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Barat, Heri Mustamin meminta pemerintah menunda kebijakan yang melarang pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram.
Alasannya, kebijakan yang terkesan tergesa-gesa itu, dinilai hanya akan menyusahkan rakyat, karena mau tak mau hanya dapat membeli ke pangkalan. Kondisi ini dipastikan akan menyebabkan antrean panjang di tingkat pangkalan. Bahkan, berpotensi menyebabkan kelangkaan.
Heri Mustamin meminta pemerintah tak tergesa-gesa menerapkan kebijakan ini. Melainkan melakukan kajian mendalam, dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat hingga pangkalan.
Sebab, dengan kebijakan pelarangan yang serta merta ini, menyebabkan semua konsumen harus membeli gas elpiji 3 kilogram ke pangkalan. Sementara pangkalan di Kalbar jumlahnya masih terbatas. Pekerjanya juga terbatas. Belum lagi bicara jarak.
Menurutnya, tak semua pangkalan lokasinya dekat dengan rumah masyarakat. Ada juga yang jauh. Ia mengajak pemerintah berpikir, jika kebijakan ini diterapkan, bagiamana dengan masyarakat yang tak punya kendaraan.
Biasanya mereka cukup jalan kaki, membawa tabung gas ke warung. Saat diberlakukan kebijakan ini, maka masyarakat yang demikian, akan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk menuju pangkalan.
"Tentu akan memberatkan mereka. Selama ini kan, mereka cukup ke warung sudah ada, dengan perbedaan harga yang tidak jauh Rp1 000-2.000," ucapnya.
Belum lagi bicara antrean. Ia yakin, akan banyak antrean yang terjadi di pangkalan. Sebab, mau tak mau masyarakat harus menunggu jadwal kedatangan gas di pangkalan.
Padahal, selama ini di Kalbar tak pernah terjadi kelangkaan gas elpiji. Bahkan, saat Maman Abdurahman menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, ada penambahan stok elpiji 3 kilogram.
Namun memang, skema yang diberlakukan waktu itu, masyarakat masih bisa membeli elpiji ke warung-warung. Sehingga tak terjadi antrian.
Ia mencontohkan, satu pangkalan biasanya diberikan jatah 1.000 tabung dalam satu bulan. Dalam seminggu tiga kali elpiji datang ke pangkalan.
Namun, tidak semua masyarakat punya waktu datang ke pangkalan. Makanya, kadang pangkalan memberikan jatah kepada warung-warung yang juga pelaku UMKM untuk menjual ke masyarakat. Mengapa ini diberlakukan, alasannya untuk memudahkan masyarakat.
Dampak dari kebijakan ini memang harga elpiji 3 kilogram bervariasi. Sebab, untuk distribusi ke daerah yang jauh memang ada tambahan biaya. Walau dari pemerintah sudah ada harga eceran tertinggi atau HET. Namun, harganya tak jauh-jauh berbeda dengan pangkalan.
"Mereka dapat untung Rp2.000 rupiah per tabung, sangat wajar. Masyarakat pun di mudahkan,"ungkapnya.
Ia tak dapat membayangkan, jika kebijakan ini diterapkan maka masyarakat diberbagai daerah akan kesusahan.
Bayangkan saja, jika kehabisan gas melon malam hari. Biasanya, mereka cukup ke warung, maka dapur mereka akan mengepul lagi. Kini, tak ada lagi pasokan gas yang tersedia di warung. Sementara di pangkalan, operasionalnya tutup.
"Saya pikir akan menyusahkan masyarakat," ujarnya.
Ia juga turut menanggapi rencana pemerintah menjadikan pengecer atau warung bisa menjadi sub-pangkalan. Menurutnya rencana ini baik, dan akan memudahkan masyarakat.
Namun, persoalannya UMKM mana yang siap dengan kebijakan yang serta merta itu. Sebab, untuk menjadi sub-pangkalan ada sejumlah sarat yang harus dipenuhi misalnya harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Belum lagi persyaratan lain.
Selaku Anggota DPRD Kalbar, Heri pun meminta pemerintah menunda kebijakan ini. Menurutnya perlu kajian matang sebelum kebijakan ini diputuskan.
Paling tidak ada tahap sosialisasi, agar agen bisa memberi sosialisasi ke pangkalan, sehingga tidak menyusahkan masyarakat.
Di samping itu, pendataan UMKM juga menjadi penting. Kemana UMKM dapat membeli gas melon harus didata. Sebab, menyangkut aktivitas ekonomi masyarakat. Apalagi jelang Ramadhan, kebutuhan elpiji bagi UMKM sangat tinggi.
Ia juga menyarankan, agar masyarakat yang berhak untuk gas elpiji 3 kilogram dibuatkan kartu, sehingga semua terdata.
"Saya pikir perlu dikaji lagi kebijakan ini. Pemerintah jangan bangun tidur, mimpi lalu, diterapkan sebuah kebijakan. Apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak, dan orang kecil, tentu harus hati-hati," pungkasnya.***
Leave a comment