Beda Pandang soal Tambang di Kalbar: Krisantus Kritik, Cornelis Bilang Wewenang Pusat

PONTIANAK, insidepontianak.com – Isu pengelolaan sektor pertambangan di Kalimantan Barat, diwarnai perbedaan pandangan tajam antara dua politisi PDI Perjuangan.
Wakil Gubernur Kalbar, Krisantus Kurniawan secara terbuka menganggap, hadirnya investasi perusahaan tambang yang jumlahnya mencapai 600 lebih, tak berkontribusi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ironisnya, masyarakat yang hidup di wilayah tambang juga tidak Sejahtera. Sementara, Sumber Daya Alam (SDA) terus dikeruk, dan tak berdampak pada kemajuan daerah.
Karenanya, ia mengingatkan agar keberadaan perusahaan tambang tak sekedar mengeruk untung. Tapi juga harus ikut membantu memajukan pembangunan daerah.
"Kalbar ini bukan tempat untuk mengeksploitasi alam habis-habisan tanpa memedulikan kesejahteraan masyarakatnya," tegas Krisantus.
Di sisi lain, Cornelis, yang kini duduk di kursi DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, memiliki pandangan yang kontras. Dia justru meminta Pemprov Kalbar tidak terlalu jauh mencampuri masalah bagi hasil pertambangan karena bukan kewenangannya.
"Fokus saja yang menjadi kewenangan provinsi," pesan Cornelis di Pontianak, Minggu (1/6/2025).
Ia juga mengingatkan agar Pemprov Kalbar tidak lagi mempersoalkan sistem bagi hasil pajak di sektor tambang untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Cornelis menegaskan bahwa urusan tambang seluruhnya sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Ia menjelaskan bahwa risiko dari otonomi daerah salah satunya adalah soal pembagian kewenangan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).
Termasuk di sektor pengelolaan tambang, telah ditetapkan dikelola oleh pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM.
"Kewenangan pusat ngapain kita pusing ngurusnya, biarin saja pusat yang ngurus," ucapnya.
Perjuangkan Legalitas WPR
Pengamat kebijakan publik, Herman Hofi Munawar menilai, pemerintah daerah, khususnya di tingkat provinsi, justru memiliki peran strategis dalam memastikan agar sektor pertambangan benar-benar memberi dampak kesejahteraan bagi masyarakat Kalbar.
“Memang betul kewenangan pertambangan ada di pemerintah pusat. Tapi izin itu tak akan keluar kalau tak ada usulan dari pemerintah provinsi,” tegas Herman, Senin (2/6/2025).
Menurutnya, Pemprov Kalbar memiliki wewenang besar dalam proses perizinan tambang, mulai dari penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) hingga pengusulan wilayah pertambangan rakyat (WPR).
Karena itu, sangat disayangkan jika daerah hanya diam, sementara potensi tambang rakyat yang bisa dikelola legal dan memberi pemasukan bagi daerah justru dibiarkan liar.
Untuk diketahui, saat ini, baru dua daerah di Kalbar yang memiliki izin WPR, yakni Kabupaten Ketapang dan Kapuas Hulu.
Herman pun mendorong agar persoalan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kalbar dapat diselesaikan dengan cara mendorong legalisasi melalui skema WPR.
“Tanpa usulan pemerintah daerah, pemerintah pusat tidak mungkin mengeluarkan izin. Izin itu tergantung pada pemerintah daerah, kalau mereka diam saja tak akan jadi,” ujarnya.
Lebih jauh, Herman meminta adanya kolaborasi antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan DPR RI untuk bersama-sama mendorong terbentuknya wilayah tambang rakyat yang legal dan berpihak pada masyarakat kecil.
Namun demikian, ia mengingatkan agar konsep WPR tidak dijadikan kedok oleh cukong-cukong tambang yang selama ini beroperasi menggunakan alat berat dan merusak lingkungan.
“Tidak boleh yang diberi izin itu para cukong, beroperasi pakai alat berat, merusak lingkungan. Ini harus benar-benar tambang rakyat, untuk kesejahteraan rakyat,” pungkas Herman.***
Tags :

Leave a comment