Sengketa Pulau Pengikik: DHD 1945 Tegas, Jejak Sejarah Tepis Klaim Kepri!

2025-07-26 11:07:58
Dewan Harian Daerah (DHD) 1945 beraudensi dengan Komisi 1 DPRD Kalbar, Jumat (25/7/2025)/IST

PONTIANAK, insidepontianak – Klaim sepihak atas Pulau Pengikik yang seolah menjadi bagian dari Kepulauan Riau, ditepis keras Ketua Dewan Harian Daerah (DHD) 1945, Safrudin Daeng Usman.

Menurutnya, status Pulau Pengikik sudah jelas dan terang benderang masuk wilayah Kalimantan Barat, berdasarkan bukti-bukti historis dan geografis yang tak terbantahkan. Hal tersebut disampaikan DHD 1945 saat beraudiensi dengan Komisi I DPRD Kalbar, Kamis (24/7/2025).

Safrudin menyoroti kejanggalan dalam munculnya klaim tersebut. Sebab, berkaitan dengan surat berita acara yang ditandatangani kepala biro pemerintahan. Namun, ia menekankan bahwa syarat minimal pelepasan pulau adalah keputusan presiden, bukan sekadar berita acara.

Safrudin Daeng Usman mengajak untuk melihat kembali histori yang panjang. Tidak jauh-jauh peta tahun 1650 antara Kalbar bagian barat daya dan laut dan kawasan yang dinamakan Naturno atau Natuna saat ini. 

Kala itu, Pulau Pengikik belum muncul ke permukaan. Pulau ini, menurutnya, baru muncul setelah ada peta tahun 1850. Jadi, wajar di laut lepas muncul karena kondisi alam. Namun, wilayah Pengikik berada di wilayah administratif keresidenan Kalbar. Dalam arti, Pulau Pengikik masuk wilayah Wester Afdeling Van Borneo (Keresidenan Kalimantan Barat), bukan wilayah keresidenan Riau.

"Begitu juga pada tahun 1936 ketika dibentuknya keresidenan-keresidenan sebagai wujud dari sentralistik pemerintahan otonom lokal yang dibentuk oleh kolonial Belanda ketika itu, Pengikik ini masuk di dalam Keresidenan Afdeling Van Borneo atau Keresidenan Kalimantan Barat," tegas Safrudin.

Maka itu sangat jelas, ketika Provinsi Kalbar dibentuk didahului pembentukan Kabupaten Mempawah Pontianak kala itu.

Dari Peta Hilang hingga Klaim Tak Logis

Safrudin juga mengungkap fakta menarik terkait lenyapnya Pulau Pengikik dari peta Kalimantan Barat. Sampai waktu kemudian dia melihat dalam peta itu sudah hilang tahun 2012.

“Lalu 2014 muncul surat ini, jadi raiblah dari atlas Provinsi Kalbar," katanya. 

Persolaan Pulau Pengikik muncul ketika ada pemekaran Riau menjadi Kepulauan Riau, masuklah menjadi salah satu desa di Tambelan,  Kabupaten Bintan. 

Klaim Kepulauan Riau atas Pulau Pengikik, yang menjadikannya sebagai salah satu desa di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, juga dipertanyakan secara logis oleh Safrudin.

"Kalau kita lihat timeline-nya, dari Pulau Pengikik Besar dengan Pengikik Kecil itukan berdekatan ke Kalimantan Barat,“ paparnya.

Ia mencontohkan, jika tujuannya itu ke Kuala Sungai Pinyu atau ke Kuala Mempawah atau ke Sungai Duri. “Paling lambat hanya 10 jam, paling cepatnya 8 jam," urainya.

Sebaliknya, ia membandingkan dari pulau itu, ke Kabupaten Bintan. "Bisa 21 jam, satu hari satu malam. Dari situ kan logika kita melihat, dekat mana, mana kan?"

Berdasarkan peta-peta zaman dulu, maka sudah cukup kuat menyatakan pulau tersebut de facto bagian dari Kalbar.

“Bagi kita di Kalbar sampai detik ini tetap beranggapan pengikik bagian dari Kalbar, karena yang melepas yang menanda tangani, DPRD saja tidak ada risalah,” paparnya.

Safrudin Daeng Usman mendorong solusi terbaik dengan duduk satu meja, karena peta colonial mereka dengan yang dimiliki kita sama.

“Tinggal kejujuran hati penyelenggara negara,” kata dia.

Safrudin menyebut, potensi sumber daya alam disana diduga minyak dan sektor perikanan lainya. Ikan yang banyak disana tenggiri, dan udang.

Sementara Sekretaris Komisi I DPRD Kalbar, Zulfidar Zaidar Mochtar mengatakan, Pemprov Kalbar terus melakukan kajian persoalan tersebut. DPRD Kalbar terus memantau, perkembangan. 

"Kita berharap pemerintah bisa mengkomposikan seluruh kesimpulan. Kita berharap kajian hukum disusun untuk disampaikan ke Mendagri," terangnya. 

Ia juga mengaperesiasi paparkan oleh DHD 1945, yang secara kuat menunjukkan bahwa Pulau Pengikik, baik yang besar maupun yang kecil, secara historis dan administratif merupakan bagian tak terpisahkan dari Kalimantan Barat.

Zulfidar juga menyoroti kejanggalan proses pemindahan pulau tersebut. DHD dan DPRD satu suara menilai berita acara yang hanya berdasarkan surat berita acara setingkat kepala biro, tanpa melibatkan persetujuan politik dari DPRD Kalimantan Barat.

"Setiap pelepasan atau perubahan status wilayah harus melalui mekanisme yang jelas, termasuk persetujuan dari wakil rakyat. Jika tidak, ini bisa menjadi preseden buruk di masa depan," tegas Zulfidar.

Komisi I DPRD Kalbarberkomitmen untuk terus mengawal sengketa ini. Zulfidar menyatakan bahwa pihaknya akan mendesak pemerintah provinsi untuk mengambil langkah-langkah strategis dan koordinatif dengan pemerintah pusat agar Pulau Pengikik tetap menjadi bagian dari Kalbar, sesuai dengan bukti-bukti sejarah dan geografis yang ada. (Andi)

Leave a comment