Mahasiswa dan Nelayan Demo di DPRD Kalbar, Bakar Ban dan Sampaikan 7 Tuntuan

2025-04-22 05:38:00
Peserta aksi membakar ikan pacific mackerel di depan kantor DPRD Kalbar, sebagai simbol protes terhadap kebijakan import di pasar bebas yang merugikan nelayan lokal. (Insidepontianak.com/Wahyu)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Aliansi mahasiswa bersama nelayan demo di DPRD Kalbar, Senin (21/4/2025). 

Massa bergerak dari bundaran Tugu Digulis. Mereka melakukan long marc. Sepanjang jalan, orasi-orasi perjuangan diteriakkan. Jalan Ahmad Yani 1 sempat macet.

Saat tiba di gedung DPRD, massa membentangkan spanduk dan membakar ban sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang tak pro rakyat. Salah satunya impor ikan pacific mackerel secara bebas.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kalimantan Barat (HSNI Kalbar), Hermili Jamani meminta DPRD mendesak pemerintah membatasi impor ikan pacific mackerel. 

Sebab, jika praktik itu dibiarkan, maka berpotensi merusak harga pasar ikan nelayan lokal, karena ikan pasific makarel yang diimport harganya sangat murah.

"Import ikan makarel itu sah dan diberikan kouta oleh Kementerian. Tapi penggunaannya harus diatur. Mestinya hanya untuk keperluan industri dan restoran. Tidak boleh dijual di pasar bebas ke masyarakat langsung. Itu yang dilanggar," Kata Helmili.

Selain itu, massa juga menuntut Pergub Nomor 43 tahun 2024 tentang Retribusi Tambat Labuh ditinjau ulang, karena memberatkan nelayan. 

"Pergub tentang tambat labuh terlalu mahal dan dihitung per hari, itu harus direvisi. Kalau perlu dihapus," Desaknya.

Lalu, massa meprotes sejumlak kebijakan pemerintah yang dianggap tak mengakomodir kepentingan nelayan lokal. Berikut tujuh tuntutan lengkap mahasiswa dan nelayan tersebut: 

Pertama, menolak kebijakan menteri KKP yang akan menghapus alat bantu tangkap tradisional berupa rumpon.

Kedua, mendesak pemerintah menyelesaikan persoalan kelangkaan BBM nelayan bersubsidi dan meminta aparat mengusut serta menindak tegas pelaku penyimpangan BBM.

Ketiga, mendesak pihak berwenang untuk menindak pelaku penangkapan ikan dengan cara terlarang dan melanggar hukum.

Keempat, mendesak pemerintah provinsi agar segera menetapkan alur pelayaran agar tidak terjadi lagi konflik dengan nelayan tradisional di daerah Kubu, Terntang, dan Batu Ampar (Kubater).

Kelima, mendesak dinas perikanan provinsi agar memberi ijin alat tangkap pasif nelayan tradisional seperti ambai dan jermal.

Keenam, mendesak PSDKP agar menindak kapal jaring tarik berkantong ( JTB ) yang melanggar ketentuan batas wilayah tangkap yang sangat merugikan nelayan lokal serta meminta PSDKP memeriksa di lapangan alat tangkap JTB yang jadi kedok alat tangkap cantrang yang terlarang.

Ketujuh, menolak ketentuan KKP yang mewajibkan penggunaan alat VMS bagi kapal-kapal nelayan.***

Leave a comment