PT BIA Tawarkan Tali Asih Rp1,176 Miliar kepada Warga Bika, Jauh dari Permintaan Awal
KAPUAS HULU, insidepontianak.com – PT Borneo International Anugerah (BIA) menawarkan tali asih Rp1,176 miliar kepada warga Desa Bika, di Kapuas Hulu.
Tawaran itu muncul setelah perusahaan disebut masyarakat menggarap 606 hektare lahan, tanpa sosialisasi dan tanpa kepastian pembagian plasma.
PT BIA berdalih lahan itu berada dalam izin Hak Guna Usaha (HGU) yang sah. Namun warga menolak. Mereka menilai perusahaan mengabaikan hak masyarakat. Inilah sumber konfliknya.
Mediasi sudah digelar dua kali. Pertama, Sabtu kemarin. Hasilnya: buntu. Warga menuntut ganti rugi Rp4,8 miliar. Setara Rp8 juta per hektare. Jauh dari nilai tali asih yang diusulkan perusahaan.
Mediasi kedua berlangsung Senin (24/11/2025), difasilitasi TP3K Kapuas Hulu di Aula Dinas Pertanian dan Pangan.
Hasilnya juga sama. Sebab, warga menolak hadir. Mereka meminta PT BIA datang ke desa agar bisa bernegosiasi secara langsung.
Perwakilan PT BIA, Asep Syaiful Hidayat, menjelaskan tawaran tali asih senilai Rp1,176 miliar dihitung dari kompensasi Rp500 ribu per hektare. Total HGU PT BIA di Desa Bika sekitar 1.900 hektare.
"Jadi kalau dihitung-hitung dari 280 kepala keluarga di Desa Bika, mereka mendapatkan sekitar Rp4,2 juta per kepala keluarga," jelas Asep.
Selain tali asih, perusahaan menjanjikan program Corporate Social Responsibility (CSR) senilai Rp150 juta dan pola bagi hasil inti-plasma 70:30 selama 25 tahun.
Artinya, 70 persen lahan HGU akan digarap perusahaan. Dan 30 persen sisanya dibagikan ke masyarakat.
Asep berharap, warga menerima tawaran itu demi hubungan baik dan peluang kerja bagi masyarakat.
“Tali asih akan dibayarkan paling lambat 3 Desember 2025,” lanjutnya.
Ketua TP3K Kapuas Hulu, Agus Stormadi, menyayangkan ketidakhadiran warga dalam mediasi. Ia berharap tawaran perusahaan bisa dipertimbangkan.
“Jangan langsung menolak. Semua bisa dibicarakan,” kata Agus, yang juga Pj Sekda Kapuas Hulu.
Agus meminta pemerintah desa menyosialisasikan tawaran itu ke warga. Menurutnya, perusahaan sudah menunjukkan niat baik. Namun ia menegaskan PT BIA juga harus menjaga komitmen terhadap hak masyarakat.
“Investor hadir untuk menyejahterakan warga. Jangan ada yang dirugikan,” tegasnya.
Konflik ini bermula dari penggarapan HGU tanpa sosialisasi. Warga merasa tak dihargai dan menuntut uang adat Rp40 juta serta ganti rugi Rp8 juta per hektare untuk 606 hektare—total Rp4,8 miliar.***

Leave a comment