Sungai Sambas Tercemar Limbah PETI, Heroaldi: Ancaman Ekologis yang Harus Ditangani Bersama

SAMBAS, insidepontianak.com – Sungai Sambas, yang dulu menjadi nadi kehidupan bagi ribuan penduduk, kini perlahan 'sekarat'.
Airnya yang jernih berubah pekat. Tercemar limbah dari aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
Pencemaran yang terjadi tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam kesehatan warga, karena air sudah tak layak lagi digunakan untuk mandi.
Persoalan lingkungan ini bukan lagi sekadar isu lokal, melainkan permasalahan lintas kabupaten yang menuntut intervensi serius dari semua pihak.
Perlu Sinergi
Menanggapi polemik ini, Wakil Bupati Sambas, Heroaldi, mengakui persoalan keruhnya Sungai Sambas bukan hal baru. Tapi sudah terjadi bertahun-tahun.
Ia menegaskan, penanganan tak bisa dipikul satu pihak, karena air mengalir dari Bengkayang ke Sambas.
"Karena itu, penanganan harus dilakukan secara sinergi antara dua kabupaten, dengan dukungan penuh dari pemerintah provinsi," kata Heroaldi.
Heroaldi menawarkan solusi berupa penataan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang diatur secara tata ruang di masing-masing kabupaten.
Dengan adanya WPR, diharapkan ada cara untuk menanggulangi limbah yang dihasilkan, sehingga aktivitas ekonomi penambangan bisa berjalan legal tanpa merusak lingkungan.
“Maka diharapkan pemerintah provinsi cepat mengambil tindakan," lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Prabasa Anantatur, mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur menginstruksikan dinas terkait agar segera turun ke lapangan.
Ia juga menekankan pentingnya aparat hukum menindaklanjuti laporan warga dan menertibkan aktivitas PETI yang sudah meresahkan.
Dorong Pansus Lingkungan
Luffi Ariadi, Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (DEMA FH) Sambas, mengecam keras pencemaran sungai yang terjadi.
Ia menuntut aparat hukum untuk mengusut tuntas aktor di balik tambang ilegal dan mendesak DPRD membentuk Pansus Lingkungan Hidup serta membuka transparansi penggunaan APBD.
"Konstitusi jelas menjamin hak rakyat atas lingkungan hidup yang sehat. UUD 1945 Pasal 28H, UU No 32 Tahun 2009, hingga UU Minerba Pasal 158 sudah tegas mengatur,” ucap Luffi.
“Pelaku PETI bisa dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Tapi faktanya, masyarakat kita tetap menderita karena air keruh," ujarnya.
Senada, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sambas, Muhammad Farhan, mempertanyakan lemahnya peran wakil rakyat.
"Sampai kepala desa sendiri yang harus melapor ke Polda Kalbar, lalu di mana peran DPRD Sambas sebagai perwakilan rakyat? Ini yang menjadi pertanyaan besar," ujarnya.
Mahasiswa mengancam akan melakukan aksi massa besar dan menempuh jalur hukum class action jika tuntutan mereka diabaikan.***
Tags :

Leave a comment