Sidang Praperadilan Kasus Pengadaan Tanah Bank di Pontianak, Terungkap Ada Pendampingan Jaksa, Herawan: Pembelian Sesuai SOP
PONTIANAK, insidepontianak.com - Pengadilan Negeri Pontianak menggelar sidang lanjutan praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan salah satu kantor pusat bank di Pontianak, Jumat (8/11/2024).
Adapun praperadilan ini diajukan tiga tersangka, masing-masing berinisial SDM, MF dan SI. Dalam sidang hari ini, dua saksi dari pihak pemohon dihadirkan. Mereka adalah Suhaimi, sekretaris pengadaan tanah dan Zulkifli anggota pengadaan tanah.
Dalam sidang tersebut, Zulkifli dan Suhaimi membenarkan proses pembelian tanah seluas 7.883 meter persegi di Jalan Parit Haji Husein 1, Kecamatan Pontianak Tenggara tahun 2015 dengan nilai Rp99 miliar dilakukan melalui pendampingan dari pihak kejaksaan.
"Pembayaran dilakukan setelah jaksa memberikan pendampingan hukum," ucap Zulkifli dalam kesaksiannya.
Suhaemi pun membeberkan, pembayaran dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, sebesar 20 persen melalui rekening Paulus Andi Mursalim, sesuai yang disepakati dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB).
Cara pembayaran melalui pemindahan buku dari post aktiva ke rekening Palus Andy Mursalim di kantor cabang utama. Andy sendiri bertindak sebagai kuasa penjual.
"Sebelum dilakukan pembayaran, sudah melakukan pemotongan pajak PPH, PPN," beber Suhaimi.
Namun, ke mana aliran dana setelah dibayar ke Paulus Andy Mursalim, Suhaimi dan Zulkifli mengaku tak mengetahui.
Di samping itu, mereka juga memastikan tak ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK dalam pembelian lahan. Sebab, pemeriksaan selalu dilakukan secara rutin. Termasuk dari otoritas jasa keuangan.
"Tidak ada temuan. Karena pembelian tanah ini masuk dalam penambahan aktiva tetap dan dibuktikan dengan dokumen. Sehingga dalam audit umum, selama ini tak ditemukan hal yang merugikan," tambah Zulkifli.
Sepengetahuan Zulkifli tanah yang dibeli Rp99 miliar itu, sempat berencana dijual kembali pada 2019. Kala itu, tim apprisial menilai harga tanah tersebut sudah mencapai Rp165 miliar.
Kuasa hukum, tiga tersangka Herawan Utoro memastikan, keterangan dua saksi semakin menguatkan dalil permohonan bahwa proses pengadaan tanah sudah sesuai SOP dan dilaksanakan dengan etikad baik.
"Bahkan pendapat KJPP pada tahun 2019 harga per meter sudah berada di angka Rp21 juta, sementara saat dibeli tahun 2015 hanya Rp11, 9 juta per meter," ucap Hermawan.
Menurutnya, dalam waktu yang pendek, aset yang dibeli bank, karena terjadi kenaikan tanah hingga Rp9 juta lebih per meter. Artinya menguntungkan.
"Tidak merugikan, dan sudah terinventarisir sebagai aktiva tetap, sehingga merugikannya di mana?" tanyanya.
Herawan memastikan, pengadaan tanah tersebut juga sudah dilakukan audit umum dan sampai saat ini tidak ada penyimpangan.
Ia juga turut menanggapi bukti surat yang diajukan pihak Kejati Kalbat. Ia memastikan, tak ada fakta dan bukti yang relevan para pemohon melakukan perbuatan, dan berhubungan satu sama lain melakukan korupsi.
"Dan dari bukti yang diajukan BPKP juga belum mengeluarkan perhitungan kerugian negara," katanya.
Sementara itu, kerugian negara yang disebut ditimbulkan karena kelebihan bayar sebesar Rp30 miliar dinilai juga tak ada buktinya.
"Adanya kerugian negara sebagaimana yang dipublikasikan penyidik hanya didasarkan asumsi penyidikan bukan dari auditor BPK," paparnya.
Untuk diketahui sidang juga berlangsung tegang. Seorang ahli dari BPKP sempat dikeluarkan dari ruang sidang karena kuasa hukum pemohon keberatan. Sebab, sejak panitia pengadaan diperiksa, auditor BPKP ada diruang sidang yang dilarang dalam KUHAP.
"Karena dalam hukum acara dilarang, sekalipun ahli, ada ketentuan yang berlaku untuk saksi berlaku juga untuk ahli sehingga mereka tidak diperkenankan memberikan saksi dipersidangan," lanjut Herawan.
Sementara itu, pihak jaksa yang hadir dalam sidang tersebut enggan memberikan konfirmasi terkait sidang praperadilan tersebut.***
Leave a comment