Sidang Praperadilan Kasus Pengadaan Tanah Hadirkan Auditor BPKP, Ungkap Perhitungan Kerugian Negara Belum Ada

2024-11-23 00:50:04
Pengadilan Negeri Pontianak menggelar sidang lanjutan praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan salah satu kantor pusat bank di Pontianak, Jumat (8/11/2024). (Istimewa)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Pengadilan Negeri Pontianak kembali menggelar sidang praperadilan penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembelian tanah bank pada 2015, Senin (11/11/2024).

Sidang kali ini menghadirkan seorang saksi dari jaksa penyidik Kejati Kalbar, Eka Hermawan dan ahli yakni auditor Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan atau BPKP Kalbar, Tri Munardi. 

Dalam persidangan, saksi Eka Hermawan mengungkapkan, kasus dugaan korupsi tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan tiga orang sebagai tersangka karena menemukan alat bukti, yakni dari keterangan saksi sebanyak 25 orang yang diperiksa, ahli keuangan negara, penyitaan bukti surat sebanyak 67 lembar, pemeriksaan tersangka yang sebelumnya diperiksa sebagai saksi.

"Dari rangkaian itu, didapat petunjuk yang diperoleh sehingga ditemukan dua alat bukti dugaan tindak pidana korupsi," kata Eka, di depan hakim menjawab pertanyaan tim jaksa praperadilan. 

Terkait kerugian keuangan negara, Eka mengaku, dalam proses penyidikan memang belum dilakukan penghitungan. Namun pihaknya sudah berkoordinasi dengan BPKP Kalbar untuk menghitung indikasi kerugian keuangan negara dari pengadaan tanah tersebut. 

"Dan dari hasil ekspose, yakni 20 Agustus 2024 penyidik dan auditor BPKP Kalbar sepakat menyatakan adanya indikasi kerugian keuangan negara pada pengadaan pembelian tanah oleh Bank Kalbar tahun 2015," ucap Eka. 

Sementara itu, keterangan ahli dari auditor BPKP Kalbar, Tri Munardi mengakui, sampai dengan saat ini tim auditor BPKP Kalbar telah melakukan konfirmasi pihak terkait termasuk klarifikasi kepada ahli keuangan negara. 

"Untuk penghitungan kerugian keuangan negara sedang disusun dan pasti akan ada angkanya nanti," kata Dadi. 

Namun ketika ditanya oleh hakim tunggal, Joko Waluyo mengenai nilai tanah yang saat ini mengalami peningkatan, apakah masuk dalam kategori kerugian negara, Tri Munandar pun menjawab peningkatan nilai tanah tersebut masuk keuntungan negara. 

Kuasa hukum pemohon, Herawan Utoro menyebut, keterangan saksi menunjukkan jaksa penyidik tidak mampu menjelaskan peristiwa pidana dari kasus korupsi yang disangkakan kepada ketiga kliennya. 

Menurutnya, jika kasus korupsi tersebut benar adanya, maka sangat mudah bagi saksi untuk menjelaskan uraian peristiwa pidana kasus korupsi tersebut. 

"Bagaimana modus operandinya?, seperti apa niat jahatnya, apa hubungan dan peran masing-masing tersangka. Faktanya saksi tidak mampu menjelaskan uraian peristiwa pidana," ucap Herawan. 

Selain uraian peristiwa yang tidak mampu dijelaskan oleh saksi, lanjut Herawan, terungkap pula dari keterangan ahli auditor BPKP Kalbar yang mengakui jika saat ini masih melakukan perhitungan kerugian keuangan negara. 

Ini juga sangat bertentangan dengan KUHAP. Sebab, seharusnya kerugian keuangan negara harus ada sebelum penetapan tersangka. 

Di samping belum ada kerugian negara, Herawan juga memastikan, dugan kasus korupsi yang disangkakan kepada pemohon bukanlah merugikan keuangan negara, tetapi sebaliknya menguntungkan negara. 

"Karena ada pertambahan nilai tanah. Menurut pendapat KJPP pada tahun 2019 harga per meter sudah berada di angka Rp21 juta, sementara saat dibeli tahun 2015 hanya Rp11,9 juta per meter," pungkasnya.***

Leave a comment