Mantan Pj Wali Kota Singkawang Sumastro Ditetapkan Tersangka Korupsi

2025-07-12 07:43:47
Mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Singkawang, Sumastro mengenakan rompi tahanan kasus korupsi. (Istimewa)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Singkawang, Sumastro, ditetapkan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi hak pengelolaan lahan Pasir Panjang pada tahun 2021.

Sumastro resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Kota Singkawang, pada Kamis (10/7/2025). Foto penahan Sumastro yang kini masih menjabat Sekda Kota Singkawang, beredar luas di berbagai media sosial, dengan mengenakan rompi, dan dikawal sejumlah jaksa.

Kasi Intel Kejaksaan Negeri Singkawang, Ambo Rizal membenarkan. Menurutnya penetapan tersangka terhadap Sumastro dilakukan setelah penyidik mengantongi dua alat bukti. 

"Tersangka langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Singkawang, terhitung sejak hari ini, 10 Juli 2025," jelasnya

Ambo mengungkapkan, kasus korupsi yang menyeret Sumastro berawal dari pemberian keringanan retribusi kepada PT Palapa Wahyu Group terkait pemanfaatan Taman Pasir Panjang Indah Singkawang pada 26 Juli 2021. 

Lalu, terbit Surat Keputusan retribusi daerah dengan nilai Rp5.238.000.000. Namun, pada 3 Agustus 2021, PT Palapa Wahyu Group mengajukan keberatan.

Menanggapi keberatan tersebut, Wali Kota Singkawang mengeluarkan Keputusan Nomor 973/469/BKD.WASDAL Tahun 2021 yang memberikan keringanan retribusi sebesar 60 persen atau senilai Rp3.142.800.000. 

Selain itu, denda administrasi sebesar 2 persen per bulan selama 120 bulan sebanyak Rp2.535.192.000 juga dihapuskan jika pembayaran dilakukan secara angsuran.

Dengan keringanan ini, PT Palapa Wahyu Group hanya diwajibkan membayar retribusi sebesar Rp2.095.200.000 dengan angsuran maksimal 120 bulan, senilai Rp17.460.000 per bulan mulai 29 Desember 2021 hingga 29 November 2031.

"Berdasarkan fakta hukum ditemukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang," tegasnya. 

Selain itu, kebijakan ini juga tidak melalui koordinasi dan konsultasi dengan Kemendagri, Dirjen Pertimbangan Daerah dan Gubernur Kalbar. 

"Tim audit BPKP, setelah melakukan penghitungan, berpendapat bahwa tindakan ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,1 miliar, dari retubusi yang seharusnya diterima negara sebuah Rp5,2 miliar," pungkasnya.***

Leave a comment