Jangan Salah Kaprah! Berikut Rukun I'tikaf di Bulan Ramadhan yang Benar Menurut Ulama' Syafi'iyah
PROBOLINGGO, Insidepontianak.com – Menghadapi akhir Ramadhan orang Islam berbondong-bondong melakukan diam diri di masjid. Ibadah yang dikenal sebagai I'tikaf ini rupanya memiliki rukun tersendiri.
Adapun terdapat rukun pada I'tikaf agar ibadah berdiam diri di kahir Ramadhan mendapatkan kesunnahan.
Karena termasuk rukun I'tikaf, wajib hukumnya untuk dilakukan sebelum seorang muslim memantapkan hati untuk berdiam diri menanti Lailatul Qadar di penghujung Ramadhan.
Sebenarnya terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai rukun I'tikaf di dalam masjid pada akhir Ramadhan. Namun, kali ini tim Insidepontianak akan membatasi diri di dalam naungan madzhab Syafi'iyah saja.
Bila menulusuri pendapat jumhur ulama' Syafi'iyah, rukun I'tikaf dirumuskan menjadi dua bagian.
Sebagaimana yang dikutip oleh tim Insidepontianak dari keterangan Syaikh As-Syarbini, berikut rukun I'tikaf agar dihukumi sah:
قوله (وله) أي الاعتكاف (شرطان) أي ركنان فمراده بالشرط ما لا بد منه بل أركانه أربعة كما ستعرفه
Artinya, “Itikaf memiliki dua syarat, maksudnya dua rukun. Yang dimaksud syarat adalah sesuatu yang harus ada. Bahkan itikaf itu memiliki empat rukun sebagaimana kau akan mengenalnya,” tulis As-Syarbini di dalam Al-Iqnā' fī Halli Alfādzhi Abī Syujā, Sabtu (15/4).
Di dalam pendapat tersebut sebenarnya memisahkan antara rukun dan syarat sah I'tikaf. Lebih jelasnya, syarat sah I'tikaf hanya terdiri dari dua dan terkait rukunnya sebagaimana berikut:
Untuk memulainya, si mu'takif (orang yang hendak beri'tikaf) harus menempatkan niat di dalam hati.
Sedangkan untuk bacaan niatnya sendiri terdapat beberapa versi sesuai kadar penyebab I'tikaf. Berikut adalah bacaan niat I'tikaf karena mengejar kesunnahan:
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى
Artinya, “Aku berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah.”
Berbeda dengan bacaan di awal, niat I'tikaf yang disebabkan oleh nadzar harus menambahi kata wajib di tengah-akhir kalimat.
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
Artinya, “Aku berniat i’tikaf di masjid ini fardhu karena Allah.”
Adapun rukun kedua yakni berdiam diri. Jadi, mu'takif dianjurkan tidak keluar dari masjid selama tidak ada udzur.
Meski ketika sudah berniat I'tikaf dan tidak melakukan ibadah seperti shalat atau mengaji, mu'takif tetap mendapat kesunnahan I'tikaf asal dia berdiam diri di masjid.
Rukun ketiga adalah harus berdiam diri di masjid. Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama' mengenai masjid ini.
Sebagian dari mereka beranggapan bahwa I'tikaf sah, bila masjid yang disinggahi juga dilaksanakan shalat Jum'at setiap minggunya.
Golongan lain malah berpendapat bahwa masjid yang boleh dilaksanakan I'tikaf cuman harus ditempati pelaksanaan dua shalat hari raya.
Kedua pendapat tersebut kemudian mengecualikan surau ataupun mushalla. Sebab, tempat ibadah yang terakhir ini tidak untuk ditunaikan shalat Jum'at ataupun dua shalat hari raya.
Sedangkan yang terakhir, adanya mu'takif. Jelas sekali, orang yang hendak beri'tikaf harus terwujud dalam dzat dzahir.
Mustahil bagi seorang yang tidak berniat I'tikaf tergolong mu'takif. Secara bahasa, mu'takif berarti orang yang sedang melakukan ibadah I'tikaf.
Berdasarkan paparan di atas, bisa disimpulkan bahwa rukun I'tikaf terdiri dari empat macam. Bila salah satunya tidak dilakukan secara benar, maka gugurlah ibadah berdiam diri di dalam masjid.
Itulah penjelasan dua rukun I'tikaf di dalam pandangan mayoritas ulama' Syafi'iyah. Semoga bermanfaat! ***
(Penulis: Dzikrullah)
Leave a comment