Netty Pastikan Tak Ada Konspirasi dalam Dugaan Kasus Dosen Joki Nilai Mahasiswa di Magister Fisip, Ada Data dan Fakta
PONTIANAK, insidepontianak.com - Dosen senior Fisip Untan, Netty Herawati berbeda pandang dengan sejawatnya, Syarif Usmulyadi yang menyebut, kasus dugaan dosen joki nilai, untuk meloloskan mahasiswa 'bodong' S-2 Magister Ilmu Politik adalah sebuah konspirasi.
Menurut Netty, analisa Syarif Usmulyadi yang mengaitkan isu tersebut sebagai konspirasi terlalu jauh. Sebab, konspirasi diartikan sebagai persekongkolan by desain untuk menjebak orang.
Sementara dalam kasus in, yang terjadi ada sebuah data dan fakta dugaan kejahatan akademik yang tak ditindaklanjuti hingga menuai polemik.
"Kalau ini diartikan sebuah konspirasi, terlalu jauh. Masalahnya bukan itu, ini ada dugaan kejahatan akademik, dengan data dan fakta yang belakangan menuai polemik," tegas Netty Herawati, Sabtu (20/4/2024).
Namun demikian, Netty menghargai perbedaan pandangan rekannya Usmulyadi. Menurutnya setiap orang punya perspektif berbeda.
Tetapi, sebagai orang yang berada di dalam kampus, ia memastikan kasus tersebut jauh dari konspirasi, karena tidak ada pihak yang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain.
Netty juga menilai terlalu jauh, jika kasus tersebut dikaitkan dengan kontestasi jabatan di internal FISIP Untan.
Sebab, seperti kampus yang lain setiap orang punya hasrat untuk menduduki jabatan. Ada juga yang suka di luar. Tapi, semua berlangsung fair.
"Selama ini kontestasi jabatan berlangsung fair. Setelah terpilih langsung bekerja sama. Tidak ada menghalalkan segala cara," terangnya.
Netty menegaskan, kasus ini mencuat, setelah ditemukan fakta dan data yang tak terkesan tak normal menimbulkan polemik dilingkungan mahasiswa S-2 Magister Ilmu Politik.
"Persoalannya ada data dan fakta yang memunculkan polemik, sehingga kelihatannya ada yang tak normal, dan mengindikasikan ada kejahatan atau pelacuran akademik yang terjadi," terangnya.
Netty sepakat dengan Usmulyadi, masalah tersebut adalah masalah internal, yang memalukan keluarga besar Fisip Untan.
Sebagai salah satu dosen di FISIP Untan dirinya pun merasa malu. Bahkan, ia merasa takut dan malu untuk menjawab pertanyaan wartawan yang mencoba mengonfirmasi perihal kasus tersebut.
Namun, Netty beranggapan mencuatnya persoalan karena pihak yang berwenang menangani persoalan ini terlambat merespons.
Setelah persoalan viral di media sosial, dan media mainstream barulah dilakukan investigasi.
"Kalau persoalan sudah ke publik dalam Ilmu komunikasi ini adalah komunikasi krisis, mau bicara apapun publik tak percaya," katanya.
"Tapi ini bukan untuk kita hancur-hancuran, ada data dan fakta yang harus dibuktikan lewat kerja tim investigasi," lanjutnya.
Netty juga yakin, publik saat ini sudah cerdas. Tak akan pukul rata dalam menilai seseorang. Termasuk FISIP dan institusi Untan sendiri.
"Orang akan berpikir, tidak semua dosen yang seperti itu. Ini hanya oknum," ujarnya.
Bahkan, ia berkeyakinan kasus ini jadi momentum untuk melakukan bersih-bersih bukan hanya di FISIP. Sebab, ia pun yakin kasus ini juga tak terjadi terjadi di tempat lain.
"Mudah-mudahan ada berkah. Ada pembelajaran dari kasus ini kita bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan kita," katanya.
Berikan Ruang Semua Pihak
Netty mengajak semua pihak, mempercayakan penyelidikan kasus ini kepada tim investigasi yang tengah bekerja.
Sebab, dia percaya dengan kerja tim investigasi yang optimal membongkar kasus tersebut dapat mengembalikan kepercayaan publik.
"Saya percaya dekan saya akan bersikap objektif dan menindaklanjuti kasus ini dengan tegas, arif dan bijaksana. Dengan keseriusan mengungkap kasus ini justru momentum kita mengembalikan reputasi Untan di tengah masyarakat," ucapnya.
Jika nantinya, hasil investigasi di tingkat fakultas tidak memuaskan, ia berharap bisa dilanjutkan ke tingkat Rektorat.
Jika ditemukan pelanggaran etik, maka ada sanksi yang bakal diberikan. Apalagi, jika kasus tersebut melanggar hukum. Tentu pertanggungjawaban hukum yang akan diminta.
Netty pun berharap, kasus yang kadung diketahui publik ini, dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang merasa dirugikan karena pemberitaan media yang dirasa tak benar.
"Misalnya ada pemberitaan-pemberitaan yang tak benar, katakanlah dosen yang terindikasi terlibat kasus ini bisa menyanggah dan mengklarifikasi. Di situlah peran media massa dan media sosial sekarang, interaktif," ucapnya.
Dengan memberikan ruang kepada semua pihak, maka semua mendapat keadilan dan media bekerja dengan benar.
Misalnya, ada tuduhan yang tak benar, dan merugikan salah satu pihak, maka dia punya hak jawab, klarifikasi dan minta diwawancara serta menuntut perusahaan media kalau konten yang dibuat tak benar.***
Leave a comment