Ritaudin Dorong Optimalisasi PAD untuk Jaga Stabilitas Keuangan Daerah
PONTIANAK,insidepontianak.com – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat, dapil Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu, Ritaudin, minta pemerintah provinsi bekerja lebih keras dalam menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menjaga stabilitas keuangan daerah, terutama setelah adanya pemotongan Transfer Keuangan Daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
Menurutnya, dengan target pertumbuhan ekonomi 6 persen, Kalbar harus melakukan langkah-langkah konkret agar daerah tidak semakin terbebani oleh kebijakan pusat yang terus berubah.
“Kita sudah dihitungkan dengan target 6 persen, sementara TKD kita dipotong. Salah satu langkah yang harus diperkuat adalah peningkatan PAD,” ujarnya.
Legislator dapil Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu ini menegaskan DPRD tetap mendukung program-program baru pemerintah pusat, namun ia meminta agar setiap kebijakan dievaluasi secara berkala.
“Kalau program itu bermanfaat, kita dukung. Tapi jika tidak memberi dampak ke masyarakat, harus ada evaluasi. Minimal setiap tiga bulan melihat progres dan serapan anggaran,” katanya.
Legislator PAN Kalbar menyinggung pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya yang memberi sinyal bahwa program makan bergizi gratis (MBG) yang tengah dibahas pemerintah pusat dan berpotensi diuangkan saja agar lebih efektif.
“Kalau diuangkan mungkin lebih efisien. Tidak ada pemotongan-pemotongan lagi,” tegasnya.
Ritaudin menilai bahwa sektor industri dan perusahaan besar di Kalbar harus menjadi sumber PAD yang lebih kuat. Kontribusi nyata perusahaan melalui pajak dan distribusi pendapatan perlu dimaksimalkan.
“Kalau kontribusi dari perusahaan-perusahaan jelas dan masuk ke kas daerah, capaian itu realistis. Baik pajak distribusi maupun pajak-pajak lainnya,” ujarnya.
Ia menyebut selama ini PAD Kalbar sangat bergantung pada PKB, BBNKB, dan pajak lainnya. Sementara sektor lain belum di optimalkan. Misalnya saja pajak air permukaan yang menjadi kewenangan provinsi.
Namun, salah satu penyebab minimnya pendapatan dari pajak air permukaan adalah tumpang tindih kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.
“Banyak usaha yang pakai air permukaan, seperti cuci mobil atau cuci motor, tapi tidak pernah ditarik pajaknya. Karena kabupaten bilang itu wilayah mereka, sementara regulasi mengatakan kewenangan ada di provinsi. Ini yang jadi dilema,” pungkasnya (Andi)

Leave a comment