Nelayan Kubu Raya Menjerit, Harga Solar Capai Rp15 Ribu

2025-11-20 15:04:42
Perahu nelayan yang terparkir di daerah pesisir Kubu Raya. (insidepontianak.com/Greg)

KUBU RAYA, insidepontianak.com – Keluhan nelayan pesisir Kubu Raya kembali memuncak. Bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang seharusnya menjadi hak mereka, tak lagi mudah diakses. 

Di lapangan, harga solar yang seharusnya Rp6.800 per liter, justru melambung dua kali lipat hingga Rp15 ribu per liter. 

Kondisi ini membuat nelayan kian tercekik, apalagi memasuki musim barat yang dikenal ekstrem.

Adi Ahmad, nelayan sekaligus pengurus subpenyalur BBM di Kecamatan Kubu, tak bisa menyembunyikan kekesalannya. 

Ia mengaku, para nelayan sudah berbulan-bulan dibuat kelimpungan akibat buruknya distribusi BBM.

Akibatnya, meskipun ikan melimpah di laut, nelayan tak bisa melaut, karena sulit mendapatkan bahan bakar.

"Kalau pun ada, harganya 13–15 ribu per liter. Mana kami mampu?” keluh Adi, Kamis (20/11/2025).

Di samping itu, menurut Adi, subpenyalur resmi di Kecamatan Kubu kini justru berhenti beroperasi, sebab tak mendapatkan jatah.

Ironisnya, ia melihat sendiri bagaimana jeriken-jeriken dari pihak tidak jelas, bebas mengangkut BBM dari SPBU, sementara nelayan yang memiliki legitimasi resmi malah tak mendapatkan jatah.

“Kita lihat di SPBU itu banyak jeriken keluar. Mereka bisa dapat. Sementara subpenyalur resmi yang harga resminya sudah ditetapkan SK Bupati malah tutup,” tegasnya.

Menanggapi itu, Sekretaris Daerah Kubu Raya, Yusran Anizam menegaskan, nelayan adalah kelompok masyarakat yang berhak secara hukum menerima BBM subsidi dengan harga Rp6.800. Namun faktanya, subsidi itu tak pernah benar-benar sampai ke tangan mereka.

“Nelayan ini kelompok berhak. Tapi kenyataannya mereka harus beli Rp15.000 per liter. Ini luar biasa, dua kali lipat lebih,” kata Yusran.

Menurut Yusran, persoalan bukan hanya soal kelangkaan. Sistem administrasi, distribusi, hingga tata kelola Pertamina perlu dibedah secara serius. 

Ia berharap, momentum pertemuan antara nelayan, pemerintah daerah, dan Pertamina dapat menghasilkan solusi konkret.

“Kendalanya harus dibereskan, administrasi, distribusi, semuanya,” tegasnya.

Tak hanya itu, Yusran juga menyinggung tantangan lain yang menekan nelayan, salah satunya perubahan iklim, keselamatan kerja, hingga minimnya infrastruktur pendukung. 

"Ini perlu keamanan. Perlu jaminan keselamatan," tutur Yusran.

Ia menilai, literasi nelayan terhadap administrasi dan tata kelola akses BBM juga perlu diperkuat agar mereka tidak terus menjadi korban dari sistem yang timpang.

Nelayan Kian Terdesak

Bagi nelayan kecil di pesisir Kubu Raya, solar adalah urat nadi. Tanpa BBM, bukan hanya pendapatan yang hilang, tetapi juga kesempatan bertahan hidup.

“Kalau minyak tidak ada, bagaimana kami mau ngelaut? Musim barat sekarang ekstrem. Kadang dapat hasil pun minyaknya tidak balik modal,” kata Adi.

Mereka berharap pemerintah dan Pertamina bergerak cepat, bukan hanya melempar janji. 

Program subsidi tak ada artinya jika tak tersalurkan, sementara SPBU tetap membiarkan penjualan BBM dalam jeriken berjalan tanpa kendali.

Harapan nelayan sederhana. Harga kembali normal, distribusi dibenahi, dan hak mereka sebagai penerima subsidi diberikan tanpa drama administratif yang tak berkesudahan.

"Mudah-mudahan ada terobosan bagi nelayan kecil. Sehingga kami bisa terbantu," pungkasnya. (Greg)

Leave a comment