Mengukuhkan Identitas Budaya Iban Lewat Karya Dokumenter Digital

2025-08-23 13:28:27
Para peserta diskusi foto bersama. (Istimewa)

PONTIANAK, insidepontianak.com – Di tengah arus modernisasi, generasi muda Dayak Iban dari pedalaman Kalimantan Barat, berhasil menjembatani budaya leluhur dengan teknologi digital.

Melalui film dokumenter dan konten media sosial, mereka mengukuhkan identitas dan menyuarakan pentingnya pelestarian alam dari perspektif otentik komunitasnya.

Hal ini terungkap dalam sebuah forum diskusi menghadirkan dua pembicara inspiratif: Kynan Tegar dan Paskalia Wandira. Keduanya berbagi kisah perjalanan kreatif mereka.

Membawa Iban ke Layar Kaca

Kynan Tegar, sutradara di balik film dokumenter Indai Apai dan Earth Defender, merasa selama ini, representasi masyarakat adat di media mainstream sangatlah minim. 

“Sejak kecil, saya jarang sekali melihat orang Iban di TV. Cerita kami tidak pernah ada,” ujarnya. 

Dari situlah ia termotivasi untuk mengambil kamera dan menciptakan sendiri narasi tentang masyarakatnya. Kynan percaya, cerita tentang komunitas adat harus disampaikan dari sudut pandang mereka sendiri. 

“Menjadi masyarakat adat tidak ditentukan oleh ada tidaknya sinyal atau listrik. Yang terpenting adalah bagaimana hubungan timbal balik kami dengan alam tetap terjaga,” tegasnya.

Filmnya bukan sekadar tontonan. Melainkan sebuah pesan mendalam. Tentang krisis iklim yang terjadi saat ini adalah akibat dari “dosa” manusia terhadap alam. 

Melalui karya, Kynan mengajak penonton merenungkan kembali filosofi Iban yang mengakar: sungai adalah darah, tanah adalah daging, udara adalah napas, dan hutan adalah ibu.

Mengenalkan Budaya Lewat Medsos

Senada dengan Kynan, Paskalia Wandira memilih platform media sosial, khususnya Instagram, sebagai ruang untuk mengenalkan budaya Dayak Iban kepada audiens yang lebih luas. Berawal dari YouTube pada 2019, ia kini fokus di Instagram karena dianggap lebih dekat dengan generasi muda.

“Tujuan utama saya adalah agar anak-anak muda sadar bahwa kita punya kekayaan budaya yang harus dilestarikan, bukan ditinggalkan,” tutur Paskalia. 

Ia menceritakan bagaimana mengabadikan tradisi tenun di kampungnya, Kaposuru, yang setiap motifnya memiliki makna filosofis dan terinspirasi dari alam.

Meski harus berhadapan dengan tantangan minimnya sinyal internet—bahkan harus berjalan jauh untuk mengunggah konten—semangat Paskalia tak pernah surut.

“Kadang konten baru bisa terunggah seminggu kemudian. Tapi saya tetap melakukannya,” katanya.

Kolaborasi Merawat Budaya

Cornila Desyana, Partnership Manager Ashoka, mengapresiasi upaya Kynan dan Paskalia. Ia menilai, cerita mereka adalah bukti bahwa budaya dan lingkungan dapat dilestarikan melalui cara-cara yang inovatif. 

Diskusi itu meenegaskan pentingnya peran media, film, dan konten digital yang digerakkan oleh anak muda untuk memperkuat kesadaran masyarakat akan isu lingkungan dan kearifan lokal. 

Seperti yang disampaikan Cornila, "Keragaman hayati adalah kekuatan kita bersama. Dan peran media, terutama yang digerakkan anak muda, menjadi kunci dalam menjaga warisan tersebut.”

Kisah Kynan Tegar dan Paskalia Wandira menjadi bukti nyata bahwa semangat melestarikan warisan leluhur dan alam dapat bersanding harmonis dengan kemajuan teknologi. 

Melalui karya-karya mereka, cerita-cerita dari pedalaman Kalimantan Barat kini memiliki suara yang lantang dan menginspirasi.***

Leave a comment