Pemimpin Indonesia Berganti, Isu Palestina Tetap di Hati
PONTIANAK, insidepontianak.com - Bangsa Indonesia mencatat sejarah baru dengan pergantian kepemimpinan dari Presiden ke-7 Joko Widodo kepada Prabowo Subianto, yang dilantik sebagai Presiden ke-8 pada 20 Oktober lalu.
Dalam pidato pelantikannya, Prabowo dengan tegas menyatakan prinsip Indonesia yang anti penjajahan dan penindasan, mengingat pengalaman pahit di masa lalu sebagai bangsa yang dijajah selama ratusan tahun.
Karena itu, Indonesia menegaskan solidaritasnya untuk membela rakyat yang tertindas di dunia ini, termasuk bangsa Palestina, dari brutalnya agresi Israel.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan komitmen kuat pada kemerdekaan bangsa-bangsa yang tertindas, Indonesia menghadapi tantangan sekaligus peluang untuk mempertegas sikap dan aksi diplomatiknya di tengah situasi politik global yang dinamis.
Indonesia selama ini telah melakukan banyak hal untuk mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina, baik secara politis maupun materiil.
Prabowo pun menyatakan kesiapan Indonesia untuk menyalurkan lebih banyak bantuan kemanusiaan, serta menyiapkan kapal rumah sakit untuk membantu warga Palestina yang menjadi korban dari perang yang berkecamuk di Jalur Gaza.
Dukungan tak tergoyahkan Indonesia untuk bangsa Palestina selalu dipegang teguh oleh para pemimpinnya, demi menjalankan mandat UUD 1945.
Kini, dukungan tersebut semakin penting artinya guna mengakhiri serangan Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan sedikitnya 43.700 korban sejak Oktober tahun lalu.
Tidak hanya berupa dukungan fisik melalui pengiriman bantuan bagi warga Palestina, Indonesia pun secara terus-menerus mengecam kejahatan yang dilakukan Israel serta ikut serta menyuarakan kepentingan Palestina dalam berbagai forum internasional.
Wakil Menteri Luar Negeri RI Anis Matta bahkan mendesak negara-negara di dunia untuk mengisolasi Israel dari komunitas internasional, dengan mengeluarkannya dari PBB.
Pencabutan keanggotaan Israel dari PBB disebutnya akan semakin memperkuat tekanan internasional terhadap Tel Aviv, agar menghentikan perang dan tindakan genosida di Gaza.
Menurut Anis, yang secara khusus ditugasi oleh Prabowo untuk mengurus hubungan Indonesia dengan Dunia Islam, isolasi Israel dari komunitas internasional semakin diperlukan untuk memastikan rezim Zionis menerima konsekuensi atas ketidakpatuhan terhadap keputusan dan perintah PBB, Dewan Keamanan PBB, maupun Mahkamah Internasional (ICJ).
Ia juga menyerukan supaya negara-negara Arab menolak segala upaya normalisasi hubungan dengan Israel serta meninjau kembali hubungan diplomatik dengan Israel, sesuai dengan Inisiatif Perdamaian Arab yang menawarkan solusi mengakhiri konflik Israel-Palestina.
Untuk semakin menekan Israel, Wamenlu RI menyerukan supaya negara-negara, khususnya anggota OKI dan Liga Arab, untuk memutus segala bentuk hubungan ekonomi, perdagangan, dan investasi dengan Tel Aviv.
Selain menghentikan semua proyek-proyek Israel yang sedang berjalan, dia juga mendesak negara-negara OKI dan Liga Arab untuk berhenti bekerjasama dengan berbagai perusahaan global yang terafiliasi dengan Zionisme.
Seruan yang disampaikan Anis dalam KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)-Liga Arab di Riyadh pada Senin (11/11) merupakan salah satu pernyataan paling keras Indonesia dalam menyikapi konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
Sikap itu menegaskan bahwa isu Palestina selalu dan akan tetap menjadi “jantung” politik luar negeri Indonesia, terlepas dari siapa pun presiden yang memerintah negara ini.
Tetap di hati
Menteri Luar Negeri Sugiono, yang ditunjuk Presiden Prabowo untuk menakhodai diplomasi Indonesia dalam Kabinet Merah Putih, mengatakan dirinya siap melanjutkan perjuangan dan prestasi yang telah diraih pendahulunya, Retno Marsudi.
Perjuangan diplomasi Indonesia yang akan diteruskan di era pemerintahan Presiden Prabowo juga termasuk isu Palestina.
Menurut Sugiono, kepedulian terhadap Palestina adalah sesuatu yang mutlak.
Untuk itu, dia menegaskan isu Palestina akan tetap menjadi salah satu fokus Kemlu RI di bawah kepemimpinannya.
Isu Palestina tidak luput menjadi pembahasan dalam pertemuan antara Presiden Prabowo dengan Presiden AS Joe Biden, selama kunjungan kenegaraannya di Washington D.C., Selasa (12/11).
Prabowo dan Biden menegaskan komitmen mereka terhadap kemerdekaan Palestina melalui penerapan solusi dua negara.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung Putih, kedua pemimpin juga mendesak agar gencatan senjata di Gaza segera dijalankan.
Selain itu, keduanya menginginkan segera terwujudnya pembebasan sandera, pertukaran tahanan, bantuan kemanusiaan yang dapat mengalir secara bebas, serta berakhirnya konflik.
Prabowo dan Biden menyatakan keprihatinan yang mendalam atas situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza, dan mengutuk semua serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil.
Keduanya juga menggarisbawahi bahwa pemulihan dan rekonstruksi Gaza di masa depan akan bergantung pada peran aktif komunitas internasional, secara berkelanjutan.
Pecahnya perang antara Israel dan kelompok pejuang Palestina, Hamas, di Gaza telah meningkatkan dukungan internasional bagi kemerdekaan Palestina.
Sejak Juni 2024, sebanyak 146 dari 193 negara anggota PBB mengakui kemerdekaan Palestina dan jumlah itu merupakan 75 persen dari negara-negara anggota PBB.
Tiga negara terakhir yang mengakui kemerdekaan Palesina adalah Spanyol, Norwegia, dan Irlandia, meskipun Amerika Serikat, Kanada, dan Israel masih bersikukuh tidak mengakuinya.
Bukti bahwa Palestina sudah merdeka adalah hadirnya Kedutaan Besar Palestina di 83 dari 146 negara yang telah mengakui kemerdekaan Palestina, termasuk Indonesia, tempat Palestina membuka kedutaan besarnya pada 1990.
Namun, dukungan politis tersebut masih belum cukup untuk mewujudkan kemerdekaan sejati bagi bangsa Palestina.
Komunitas internasional, terutama Indonesia, harus terus memperjuangkan agar Negara Palestina bisa merdeka bukan hanya secara politis, tetapi juga bebas menentukan nasibnya sendiri dalam segala aspek kehidupan.
Negara Palestina harus terwujud, tanpa penindasan dan ancaman dari siapa pun, dan agar dapat hidup berdampingan secara damai dengan seluruh masyarakat dunia, termasuk dengan Israel. (ANT)
Oleh
Leave a comment