Keamanan Medsos Perlu Lebih Inklusif, Pengamat: Ini akan Membuat Warganet Bijak Bermedsos

2025-02-04 15:39:58
Ilustrasi bermaian media sosial/PIXABAY

PONTIANAK, insidepontianak.com - Para pakar optimis jika pengaturan keamanan media sosial di Indonesia diterapkan ada baiknya perlu lebih inklusif untuk masyarakat yang lebih luas.

Hal itu dinilai lebih efektif karena masih banyaknya masyarakat di Indonesia yang masih belum bijak bermedia sosial dan akhirnya kerap menjadi korban dari konten-konten negatif yang bertebaran di ruang digital.

"Jadi lebih baik pengaturannya untuk penggunaan media sosial secara lebih luas. Jadi bukan hanya anak-anak saja yang harus dilindungi tapi semua pengguna media sosial.

Karena kita lihat banyak juga korban-korban media sosial yang tidak cuma anak-anak di bawah umur tapi juga ada korban seperti ibu dan perempuan-perempuan dewasa yang jadi korban," kata Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan, Jumat.

Firman mencontohkan salah satu ancaman negatif dari media sosial yang dimaksud seperti kasus sextortion atau kekerasan seksual online yang berakhir memeras korban karena ketidakpahamannya mengenai menjaga privasi di ruang digital.

Kasus serupa pernah terjadi di pertengahan 2024 dan terjadi di beberapa lokasi seperti Bekasi, Jawa Barat dan Tangerang Selatan, Banten. Dalam dua lokasi berbeda terjadi kondisi di mana ibu yang mencabuli buah hatinya dan memvideokan hal tersebut karena diancam teman daring dari media sosial.

Maka dari itu, dibandingkan menyiapkan pengaturan yang sengaja membatasi kelompok umur tertentu, Firman berpendapat ada baiknya Pemerintah bisa menghadirkan mekanisme pengaturan media sosial bisa lebih inklusif.

Menurutnya Pemerintah lebih baik mengatur peran masing-masing kelompok seperti komunitas, orang tua, platform media sosial, bahkan pemerintah memastikan ruang digital yang dimanfaatkan masyarakat Indonesia bisa lebih aman dan menekan konten-konten negatif.

"Jadi lebih baik pemerintah mengatur pembagian peran. Misalnya terkait relasi orang tua dengan anak dalam bermedia sosial, itu dijelaskan apa peran orang tua, apa peran anak. Lalu ada juga apa peran komunitas, dan apa peran platform, serta peran pemerintah. Jadi bukan mengatur pembatasan usia tertentu tapi lebih pas mengajarkan bagaimana menggunakan media sosial dengan cara yang tepat," kata Firman.

Apalagi jika melihat perkembangan teknologi komunikasi, Firman mengatakan kekhawatiran-kekhawatiran terkait dampak negatif selalu ada di setiap perkembangan teknologi komunikasi.

Tidak hanya di era media sosial, ia menyebutkan kekhawatiran dampak buruk dari perkembangan teknologi komunikasi sudah ada sejak abjad atau aksara berbasis tulisan turut terjadi di masa terkait.

Namun pada akhirnya abjad tetap bertahan karena banyak dampak positifnya apabila bisa diajarkan penggunaannya secara tepat, maka dari itu Firman menyebutkan hal serupa juga harusnya dilakukan di masa media sosial di era modern ini.

"Karena ini adalah perangkat yang bakal digunakan dalam jangka panjang sebagai perangkat untuk ekspresi budaya, maka yang tepat itu harus diajarkan cara penggunaannya yang benar," ujarnya.

Secara khusus apabila kebijakan pengaturan untuk bermedia sosial diciptakan, Firman menyebutkan ada baiknya pemerintah menitikberatkan tanggung jawab platform dalam memastikan sistem moderasi konten.

Hal itu diperlukan karena sebagai inovator maka platform harus bisa menghadirkan sistem yang andal dan menekan peredaran konten negatif.

" Aturan ini harusnya menekankan peran platform yang harus dipastikan keamanan layanannya karena mereka yang mengadakan sortir terhadap konten-konten negatif dari platform," kata Firman.

Terkait dengan pengaturan media sosial, sebelumnya diberitakan bahwa pemerintah tengah menimbang untuk melakukan pembatasan akses media sosial bagi anak di bawah umur.

Terbaru Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid pada Kamis (30/1) menyebutkan pihaknya masih melakukan kajian untuk membentuk aturan tersebut.

"Mengenai pembatasan media sosial untuk anak-anak, itu masih kita kaji lebih lanjut dalam rancangan peraturan pemerintah atau mungkin undang-undang baru yang juga sedang dibahas," kata Meutya di Jakarta.

Menurutnya pengaturan media sosial dibutuhkan untuk melindungi anak-anak dari risiko paparan konten negatif di ruang digital.

Ia juga menyebutkan Kemkomdigi masih mengumpulkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai penyusunan rancangan peraturan penggunaan media sosial bagi anak.

Meutya mengatakan bahwa pemerintah antara lain akan meminta masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kelompok pendidik, para orang tua, dan pemerhati anak mengenai penyiapan rancangan peraturan tersebut.

"Kami akan menerima semua masukan dengan hati-hati dan bijak, karena ini bukan hal yang bisa diputuskan secara terburu-buru," katanya.


Pewarta : Livia Kristianti
Edit

Leave a comment