Ritual Adat Berujung Tuduhan Pemerasan, PT Mayawana Seret Kepala Adat Lelayang Jadi Tersangka
PONTIANAK, insidepontianak.com – Berawal dari ritual adat menuntut pertanggungjawaban atas pembakaran pondok dan lumbung padi milik warga Dusun Lelayang, persoalan antara masyarakat adat dan PT Mayawana Persada justru merembet menjadi kasus hukum yang pelik.
Konflik perusahaan dan masyarakat itu telah menyeret Kepala Adat Lelayang, Tarsisius Fendy sebagai tersangka. Ia dilaporkan perusahaan melakukan pemerasan atas ritual adat yang disepakati bersama.
Fendy bercerita, kasus ini bermula pada 29 September 2022, ketika oknum PT Mayawana Persada diduga membakar 8 pondok dan 1 lumbung padi milik warga Dusun Lelayang.
“Pondok dan lumbung masyarakat dibakar. Itu milik masyarakat adat,” kata Tarsisius Fendy kepada insidepontianak.com, Rabu (10/12/2025)
Atas peristiwa itu, masyarakat adat menuntut penyelesaian melalui hukum adat, sesuai tradisi Dayak. Alhasil, 3 Desember 2023, Fendy bersama masyarakat mendatangi kantor Estate Kualan PT Mayawana Persada untuk menagih pertanggungjawaban adat.
Fendy menyebut pihak perusahaan sepakat membayar batang adat, yaitu perlengkapan ritual adat. Karena perlengkapan tidak tersedia di perusahaan, mereka meminta Fendy yang membelikannya.
Perusahaan kemudian mentransfer uang ke rekeningnya untuk membeli tempayan dan peralatan adat senilai Rp16 juta.
“Uang itu bukan untuk saya. Itu dibelikan tempayan, piring, mangkok, alat adat. Semua bukti ada,” ujarnya menegaskan.
Setelah itu, upacara adat dijadwalkan 6 Desember 2023. Namun, perwakilan perusahaan tidak hadir. Hanya ada masyarakat.
Tak lama setelah itu, surat kepolisian datang. Rupanya Fendy dilaporkan perusahaan dengan tuduhan pemerasan. Kontan saja Fendy kaget, sekaligus bingung karena menurutnya semua proses adat telah disepakati bersama dan ia hanya menjalankan tugas sebagai kepala adat.
“Kalau anggapan saya, ini kriminalisasi. Padahal ada kesepakatan, ada berita acara, kedua belah pihak hadir. Saya menjalankan aturan adat,” katanya.
Ia menegaskan bahwa tidak ada unsur pemerasan dalam kasus itu. Karena semua digunakan untuk upacara adat.
“Mereka bilang saya memeras. Padahal uang itu untuk batang adat. Tidak ada satu rupiah pun untuk saya,” tegasnya lagi.
Meski menilai proses hukum penuh kejanggalan, Fendy memastikan tetap kooperatif.
Walau jemput paksa yang dilakukan kepolisian kemarin batal. Ia dijadwalkan menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka di Ketapang pada 15 Desember.
“Tanggal 15 saya akan ke Ketapang. Semoga persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik. Kebenaran pasti menemukan jalannya,” tutupnya. (Andi)
Tags :

Leave a comment