Mahasiswa Sambas Soroti Polemik Kenaikan Gaji DPR, Tuntut Keadilan untuk Guru Honorer

SAMBAS, insidepontianak.com – Polemik rencana kenaikan gaji Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tingkat pusat kembali menuai kritik, juga datang dari mahasiswa Kabupaten Sambas.
Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Hukum Sambas, Luffi Ariadi, menilai rencana tersebut tidak berkeadilan dan justru menunjukkan paradoks kebijakan negara.
Menurut Luffi, alasan “beban negara” yang kerap dijadikan dalih tidak sejalan dengan realitas di lapangan. Pasalnya, guru sebagai pilar utama pendidikan masih menerima gaji yang jauh dari standar layak.
Bahkan, beberapa waktu lalu puluhan guru honorer di Kabupaten Sambas mengeluhkan penerapan Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025, yang memangkas anggaran honor dari 50 persen menjadi hanya 20 persen.
“Ini bukan sekadar ketimpangan, melainkan pengkhianatan terhadap amanat konstitusi yang mewajibkan negara menghadirkan kesejahteraan bagi tenaga pendidik,” tegasnya.
Ia menilai kebijakan tersebut cacat secara moral sekaligus konstitusional. Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 31 UUD 1945 jelas menjamin hak atas imbalan kerja yang adil serta hak pendidikan bagi warga negara.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan guru berhak atas penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum. Namun, kenyataannya masih banyak guru honorer di Sambas bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
“Ironisnya, alokasi anggaran daerah pun sering tidak mencerminkan prioritas pada sektor pendidikan, padahal UU Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan Pemda menempatkan pendidikan sebagai urusan wajib pelayanan dasar,” tambahnya.
Dengan dasar itu, Mahasiswa Hukum Sambas mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) Sambas segera merumuskan kebijakan afirmatif untuk peningkatan kesejahteraan guru.
Mereka juga menuntut DPRD Sambas agar berani menyuarakan penolakan terhadap kebijakan elitis di pusat serta mendorong transparansi anggaran, agar publik mengetahui apakah pendidikan benar-benar diprioritaskan.
“Negara tidak boleh abai terhadap guru, sementara para elit DPR hanya sibuk mempertebal kantong sendiri. Jangan sampai DPRD di daerah hanya jadi penonton,” katanya.
Ia menekankan, perjuangan ini bukan sekadar soal angka gaji, tetapi soal keadilan sosial sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945, bahwa kekayaan negara digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Suara rakyat adalah suara Tuhan, jangan sampai dikhianati,” pungkasnya. (*)
Tags :

Leave a comment