Nestapa Petani Transmigran Sumber Rejo Tergusur Konsesi
KETAPANG, insidepontianak.com - Petani transmigrasi di Dusun Sumber Rejo, Desa Sandai, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, terancam kehilangan 93 hektare bidang tanah garapan yang telah diberikan pemerintah. Lahan itu kini tergusur menjadi izin konsesi.
Warga transmigrasi Dusun Sumber Rejo didatangkan pemerintah dari tahun 1982 sampai 1983. Jumlahnya 137 kepala keluarga atau KK.
Mereka datang menggarap lahan pertanian seluas 514 bidang tanah, yang telah terbit nomor haknya pada tahun 1989.
Setelah puluhan tahun, tiba-tiba 93 hektare lebih lahan yang telah mereka garap, beralih fungsi menjadi izin konsesi.
“Diduga lahan petani dijual oleh oknum ke perusahaan. Bapaknya pemilik lahan, anaknya kerja di perusahaan itu. Anaknya itulah yang diduga menjual,” kata Iwan Suandi, warga Dusun Sumber Rojo dihubungi lewat telepon, Jumat (10/11/2023).
Konflik lahan ini pun bergulir sampai sekarang. Petani pemilik lahan mengadu ke pemerintah setempat memperjuangkan haknya. Tapi, sampai sekarang tak ada titik temu.
Suandi menyebut, saat ini ada 11 KK petani yang lahannya benar-benar sudah tergusur. Bahkan diambil paksa. Karena klaim perusahaan, lahan itu sudah dibebaskan.
Lahan yang dikuasai perusahaan ini merupakan lahan pertanian produktif tanaman padi, palawija, timun, jagung, ubi, pisang dan cabai.
Menurut Suandi, status lahan ini memang masih SKT. Ia pun enggan merinci modus oknum tersebut menjual tanah itu ke perusahaan. Yang jelas, oknum itu diduga kaki tangan perusahaan.
"Kita tak berani, karena belum cukup bukti," ujarnya.
Perusahaan tidak hanya menguasai lahan, tetapi sudah menghancurkan irigasi yang dibuat oleh pemerintah.
Akibatnya, konflik lahan ini pun tak terhindarkan. Warga marah. Kunci excavator PT CSC yang bekerja di lahan itu disita. Kemudian diserahkan ke Polsek Sandai. Sebagai upaya permintaan perlindungan kepada aparat.
Tuntut Ganti Rugi
Ketua Lembaga Teraju Indonesia, Sutomo menyebut, Pemerintah Kecamatan Sandai sudah turun melihat lahan warga yang sudah tergusur. Manajemen PT CSC juga dilibatkan dalam peninjauan lapangan.
“Setelah peninjauan lapangan, dilakukan musyawarah di Kantor Kecamatan Sandai,” kata Sutomo.
Menurut Sutomo, pertemuan itu dipimpin Camat Sandai, Masdi. Diikuti Kapolsek, Danramil, pihak PT CSC, Pj Kades Sandai, dan petani.
Di forum itu, suara petani meninggi. Mereka menuntut ganti rugi. Fasilitas irigasi yang dirusak juga diminta ganti. Kontan, suasana rapat menjadi tegang. Situasi memanas.
Pihak perusahaan mengklaim sudah menyerahkan tali asih atas penguasaan lahan tersebut. Menurut Sutomo, klaim itu disampaikan perwakilan PT CSC bernama Maxsi.
Disebutkannya, PT CSC telah memberikan tali asih kepada pihak penggarap lahan sebesar Rp2 juta per hektare. Yang tak menerima dipersilakan menuntut lewat jalur hukum.
Sedangkan, masyarakat yang hadir di pertemuan itu, merasa tidak pernah menandatangani surat persetujuan penerimaan tali asih dari PT CSC. Diduga, tali asih itu diterima oleh oknum yang menjual lahan tersebut.
Alhasil, ending pertemuan itu membuat masyarakat kecewa. Pemerintah dinilai tak berpihak kepada mereka.
Bahkan menurut Sutomo, mereka dipaksa untuk menyerahkan lahan itu. Dasarnya, karena perusahaan mengklaim sudah membayar ganti rugi.
Masyarakat tentu saja menolak. Sebab, lahan mereka yang digusur, telah digarap sejak puluhan tahun. Jauh sebelum izin konsesi PT CSC ada.
Bukti ini bisa dilihat dari perizinan konsesi perusahaan tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Ketapang No. 513/DISBUND/ yang baru diterbitkan pada 10 Desember 2012 seluas 13.910 hektare.
Sutomo menyebut, penggusuran tanah petani di Dusun Sumber Rejo telah berlangsung sejak 2016. Sedangkan, masyarakat telah mengelola lahan pertanian pangan itu selama 26 tahun.
“Mestiya, pemerintah menetapkan lahan masyarakat ini sebagai lahan pangan berkelanjutan, sesuai UUD Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” ucap Sutomo.
Langgar Prinsip RSPO
Atas praktik dugaan pencaplokan lahan itu, Sutomo menilai, PT CSC diduga melanggar kebijakan keberlanjutan, yang tertuang di dalam prinsip dan kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan kebijakan No Deforestation, No Peat and No Exploitation (NDPE), dan Free, Prior, and Informed Consent (FPIC)/Padiatapa.
Menyikapi pemasalahan konflik lahan ini, Teraju Indonesia menyatakan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, Pemerintah Kabupaten Ketapang diminta bisa lebih objektif dan adil bagi kepentingan masyarakat tani, dalam proses penyelesaian sengketa ini.
Kedua, PT CSC diminta menghentikan bentuk-bentuk intimidasi dan penggusuran paksa lahan pertanian pangan masyarakat.
Ketiga, manajemen PT CSC diminta menghentikan upaya-upaya adu domba antar-masyarakat, lewat oknum-oknum yang muncul mengklaim kepemilikan lahan petani.
Keempat, PT CSC diminta mengembalikan lahan pertanian pangan dan hortikultura kepada petani.
Hingga berita ini diturunkan, pihak perusahaan belum memberikan statement atau penjelasan.
Insidepontianak.com sudah menghubungi pihak Humas PT CSC bernama Maxsi serta telah meninggalkan daftar pertanyaan lewat pesan WhatsApp. Namun, samapai saat ini belum mendapat respons.***
Leave a comment