Dewan Kalbar Heri Mustamin Sebut PT Aditya Agroindo Tak Berprikemanusiaan

PONTIANAK, insidepontianak.com - Ketua Fraksi Golkar, DPRD Kalbar, Heri Mustamin merespons kasus kematian Safira, balita 3 tahun, di Ketapang, yang meninggal karena lambannya penanganan medis.
Balita itu anak dari buruh sawit PT Aditya Agroindo, bernama Yohanes Talelu. Yohanes tak memiliki BPJS Kesehatan. Sementara perusahaan disebut tak mau membantu biaya pengobatan anaknya.
Heri pun mengecam sikap PT Aditya Agroindo. Baginya, perusahaan itu telah mengabaikan hak buruh atas kepesertaan BPJS Kesehatan. Di sisi lain, perusahaan juga dianggap tak punya empati dan tak berprikemanusiaan.
"Saya prihatin dengan kasus ini. Mestinya, jika memang karyawannya belum terdaftar BPJS, paling tidak membantu biaya pengobatan. Bukan terkesan lepas tangan,” ucapnya.
"Tapi ini kan tidak. Makanya, kita minta pemerintah melakukan pengawasan dan memanggil pihak perusahaan," desak legislator Golkar ini.
Heri yakin, kasus serupa juga terjadi di perusahaan yang lain. Untuk itu, dia meminta pemerintah provinsi dan kabupaten, harus segera menjadikan kasus ini sebagai pintu masuk untuk menertibkan semua perusahaan.
Di sisi lain, pemerintah juga diminta mendata seluruh pekerja dan buruh perusahaan sawit di Kalbar. Sebab, data menjadi penting untuk melakukan pengawasan dan memastikan, semua buruh mendapatkan gaji yang layak dan terlindungi jaminan kesehatannya.
"Kita tak ingin kasus serupa terulang kembali," tegasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Federasi Serikat Buruh Kebun Sawit Kalimantan Barat (FSBKS Kalbar), Muali mengungkapkan, balita bernama Safira mengalami kejang-kejang dan dilarikan ayahnya ke klinik kebun.
Namun, klinik tak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai. Sehingga, Safira direkomendasikan dibawa ke Puskesmas Balai Bekuak Simpang Hulu, agar bisa ditangani lebih intensif.
Sementara Puskesmas Balai Bekuak Simpang Hulu juga menyarankan agar Safira dirujuk ke rumah sakit besar di Pontianak.
Namun, apa daya, ayahnya Yohanes Talelu, yang hanya buruh harian lepas PT Aditya Agroindo, tidak memiliki BPJS Kesehatan.
Di samping itu, pendapatannya pun tidak mencukupi untuk membiayai transportasi dan perawatan sang anak di rumah sakit.
"Akhirnya upaya rujukan urung dilakukan," kata Maulia.
Tak tinggal diam, pengurus serikat pun berkoordinasi dengan manajemen perusahan untuk membawa Safira ke rumah sakit, dengan memohon bantuan biaya.
"Namun lagi-lagi pihak manajemen (perusahaan) menolak," ucap Mailia.
Akhirnya, Safira kembali dirawat di klinik kebun dengan fasilitas sangat terbatas. Karena kondi kesehatannya terus menurun, pengurus serikat memutuskan merujuk Safira ke rumah sakit Pontianak.
"Namun, kurang lebih pukul 23.30 WIB dikabarkan oleh pengurus serikat balita tersebut telah meninggal dunia," ungkapnya.
Muali pun mengecam sikap perusahan yang tak memiki empati. Baginya, perusahaan tersebut sudah melanggar HAM dan gagal menjalankan kewajiban dasar terhadap pekerja dan keluarganya.
PT Aditya Agroindo sendri merupkan aggota GAPKI. Namun, nilai-nilai tanggung jawab sosial yang dibekali organisasi diabaikan. Bagi Maulia, kasus ini membuktikan adanya jurang antara klaim dan kenyataan di lapangan.
"Indikasi besar perusahan telah melanggar Undang-Undang dan peraturan yang merujuk pada tindakan pidana," paparnya.
Muali mendesak agar Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat turun memeirksa perusahaan tersebut.
Hingga berita ini diunggah, Insidepontianak.com masih berupaya menghubungi PT Aditya Agroindo untuk mengonfirmasi persoalan ini.***
Leave a comment