Soroti BA Persetujuan Pulau Pengikik, Usmulyadi: Keputusan Herkulana Saat Itu Melebihi Kewenangan!

PONTIANAK, insidepontianak.com – Polemik batas wilayah antara Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau dalam hal ini Pulau Pengikik terus bergulir. Kali ini, datang dari pengamat Kebijakan Publik Universitas Tanjungpura Pontianak, Syarif Usmulyadi.
Syarif Usmulyadi mempertanyakan kewenangan Kepala Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Kalbar tahun 2014, Herulana Makkaryani, yang menyetujui dan menandatangani berita acara (BA) kesepakatan batas wilayah dengan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2014.
Adapun isi kesepakatan bersama antara Tim Penegasan Batas Daerah Provinsi Kalbar, dengan Provinsi Kepulauan Riau menyatakan Pulau Pengikik Besar dan Pengikik Kecil masuk wilayah Kabupaten Bintan.
Klaim berita acara itu disebutkan berdasar hasil verifikasi penamaan pulau di Provinsi Kalbar dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 dan Tahun 2008.
“Selanjutnya dimintakan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Pemerintahan Umum segera melakukan penegasan batas wilayah laut antara Provinsi Kalimantan Barat dengan Kepulauan Riau melalui kartometrik,” bunyi poin kedua dalam selembar BA yang didapat Insidepontianak.com.
Berita acara kesepakatan tersebut, yang diduga menjadi cikal bakal terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022, menyatakan Pulau Pengikik Besar dan Pulau Pengikik Kecil masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Padahal, kedua pulau tersebut sebelumnya secara administratif berada di Kabupaten Mempawah.
Menurut Usmulyadi, sangat tidak realistis jika risalah sepenting itu, yang menyangkut kedaulatan wilayah dan hajat hidup masyarakat Kalbar, hanya ditandatangani oleh seorang Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi Kalbar.
"Jadi pertanyaan kemudian adalah pakai dasar apa, dia (Herkulana, red) mengambil keputusan. Apakah ada wewenang yang diberikan gubernur saat itu?" tanya Usmulyadi.
Dosen FISIP Untan ini menilai bahwa pelepasan wilayah adalah persoalan kedaulatan yang tidak bisa diputuskan secara sepihak oleh seorang kepala biro. Keputusan semacam ini seharusnya melibatkan berbagai pihak, termasuk DPRD sebagai representasi masyarakat.
"Kita juga mempertanyakan siapa saja yang masuk dalam Tim Penegasan Batas Daerah?" tambahnya.
Usmulyadi menduga bahwa keputusan Pemprov Kalbar 11 tahun silam itu layak untuk dipermasalahkan kembali, mengingat bobot tugas kepala biro dinilai tidak cukup untuk mewakili dan memutuskan atas dasar kepentingan masyarakat luas.
Desakan Pembentukan Pansus dan Kajian Ulang
Usmulyadi mengapresiasi langkah DPRD Kalbar yang telah meminta Pemprov Kalbar untuk melakukan kajian ulang terkait polemik ini.
Ia mendorong agar Pemprov Kalbar serius mengumpulkan data dan mengajukan klaim kembali terhadap Pulau Pengikik Besar dan Pulau Pengikik Kecil.
Lebih lanjut, ia mendesak DPRD untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna mengusut tuntas persoalan ini, dengan tujuan menganulir Permendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022.
"Sangat pantas keputusan Mendagri itu untuk dianulir karena sepihak dan merugikan Kalbar," tegas Usmulyadi.
Ia juga menekankan pentingnya mempertahankan kedua pulau tersebut, tidak hanya berbicara soal kedaulatan, tetapi juga potensi sumber daya alam di sektor perikanan yang telah puluhan tahun dimanfaatkan oleh para nelayan.
"Ini harus dilakukan DPRD mempertahankan pulau ini sebagai bagian dari Kalbar, karena menyangkut hajat hidup masyarakat dan nelayan yang beraktivitas di pulau tersebut," ungkapnya.
Usmulyadi mendesak DPRD segera memanggil Herulana Makkaryani untuk dimintai keterangan dan menelusuri siapa yang memberikan wewenang kepadanya untuk menandatangani berita acara tersebut. "Dia harus bertanggung jawab," tegas Usmulyadi.
DPRD Minta Kajian Ulang
Sebelumnya, Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Barat telah menyepakati perlunya kajian ulang terkait status Pulau Pengikik Besar dan Pulau Pengikik Kecil. DPRD Kalbar memberikan tenggat waktu satu bulan bagi Pemprov Kalbar untuk menyelesaikan proses kajian ulang.
Kesepakatan ini dicapai dalam rapat koordinasi bersama berbagai pihak, termasuk Pemprov Kalbar, Pemkab Mempawah, akademisi, tokoh masyarakat, dan perwakilan Bappeda. Sekretaris Komisi I DPRD Kalbar, Zulfydar Zaidar Mochtar, menjelaskan ada lima kesepakatan yang diambil.
1. Kajian Mendalam: Pemprov diminta melakukan kajian mendalam terkait status Pulau Pengikik Besar dan Kecil sebagai dasar pengusulan kepada Mendagri agar pulau tersebut kembali ke Mempawah.
2. Pembentukan Tim Kajian Bersama: Tim akan melibatkan Pemkab Mempawah, DPRD Kabupaten Mempawah, tokoh adat, akademisi, serta perwakilan masyarakat.
3. Waktu Satu Bulan: Tim diberikan waktu satu bulan untuk menyelesaikan kajian dan hasilnya harus diserahkan kepada DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
4. Pembentukan Pansus: Setelah hasil kajian diterima, DPRD Provinsi Kalbar akan membentuk Pansus untuk membahas lebih lanjut temuan dan merumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat.
5. Agenda Lanjutan: Merencanakan agenda lanjutan untuk memantau seluruh proses penyelesaian polemik ini. (Andi)
Leave a comment