Desak Pemda Tangani Masalah Sungai Keruh di Sambas, BEM: Ini Masalah Besar, Hukum Harus Berjalan

2025-07-22 21:31:16
Sungai di Sambas keruh diduga karena PETI/IST

SAMBAS, insidepontianak.com – Mahasiswa di Kabupaten Sambas meminta pemerintah daerah segera menangani dan memberikan solusi konkret air sungai di Sambas, khususnya daerah Sejangkung dan Kartiasa yang keruh dan tercemar.  

Presiden Mahasiswa Politeknik Negeri Sambas (Poltesa) dan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEM) Fakultas Hukum Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin  Sambas (Unissas) menyerukan tindakan tegas kepada pemerintah daerah dan DPRD atas dugaan pembiaran dan lemahnya penegakan hukum lingkungan.

Presiden Mahasiswa Poltesa, Edi mengecam aktivitas penambangan pasir dan emas ilegal di aliran Sungai Sambas yang menurutnya telah merusak ekosistem dan merampas hak masyarakat atas air bersih.

“Kepada pemerintah, Pemda, Dinas Lingkungan Hidup, dan anggota DPRD Sambas yang terhormat agar segera menghentikan penambangan pasir dan emas tanpa izin. Sungai yang dulunya jernih kini sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi, bahkan menimbulkan penyakit. Ini bukan lagi masalah kecil,” katanya, Selasa (22/7/2025).

Ia menambahkan bahwa mahasiswa akan terus mengawal isu ini hingga sungai kembali jernih dan layak dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Kami mendesak agar tambang ilegal segera diberhentikan. Kami juga menuntut kontribusi nyata, bukan hanya janji. Pemda harus hadir dengan solusi terbaik untuk masyarakat. Ini soal kehidupan, bukan sekadar kebijakan di atas kertas,” tambahnya.

Sorotan tajam juga datang dari Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unissas, Luffi Ariadi. Ia menilai pencemaran air sungai yang kini berubah menjadi kuning pekat khususnya di Sungai Kartiasa dan Sungai Sejangkung merupakan bentuk nyata degradasi lingkungan akibat lemahnya pengawasan.

“Pencemaran ini mengancam hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat sebagaimana dijamin Pasal 28H UUD 1945 dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ini bukan hanya kelalaian teknis, tapi bentuk kegagalan struktural dalam tata kelola lingkungan di Sambas,” ungkap Luffi.

Luffi menyebut bahwa laporan dari masyarakat dan Kepala Desa Semanga, yang mencatat munculnya penyakit kulit akibat air sungai, memperkuat dugaan keterlibatan PETI dan limbah pabrik sebagai penyebab utama.

“Jika benar pencemaran disebabkan oleh PETI dan buangan limbah pabrik, maka prinsip strict liability harus diterapkan. Tidak perlu lagi pembuktian niat. Pemda juga wajib membuka data AMDAL ke publik dan melakukan audit lingkungan menyeluruh,” tegasnya.

Ia menyoroti bahwa penegakan hukum lingkungan tidak bisa hanya berhenti pada teguran administratif. Dibutuhkan transparansi dan tindakan konkret, termasuk pencabutan izin perusahaan yang tidak patuh dan pemberian sanksi pidana jika perlu.

“Jika Pemda terus diam dan tidak transparan, maka mereka secara langsung turut serta atas kerusakan yang terjadi. Ini bukan hanya tentang air yang berubah warna, tapi tentang arah kebijakan lingkungan daerah yang kini dipertaruhkan,” pungkasnya. (*)

 

Leave a comment