Dampak Kebijakan Larangan Pengecer Jual Gas Melon, Pangkalan Diserbu Warga

2025-02-04 14:03:39
Warga menyerbu pangkalan gas elpiji 3 kilogram yang berlokasi di Pal V Sungai Jawi, Pontianak Barat. (Insidepontianak.com/Andi Ridwansyah)

PONTIANAK, insidepontianak.com - Kebijakan pemerintah yang melarang pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram membuat masyarakat kelimpungan. 

Akibatnya, antrean panjang terjadi di berbagai pangkalan di Kota Pontianak. Salah satunya di pangkalan yang berlokasi di Pal V Sungai Jawi, Pontianak Barat.

Pantauan Insidepontianak.com di lapangan, belum saja tiba truk membawa elpiji 3 kilogram tiba, puluhan masyarakat sudah terlihat antre.

Antrean mengular sampai di pinggir jalan. Warga masing-masing membawa satu tabung gas. Adapula yang mengantre sambil menggendong anak. 

Minah (45), mengaku sudah beberapa hari ini tak mendapatkan tabung gas elpiji 3 kilogram. Ia sudah mencari ke berbagai tempat. Namun, tak ada yang menjual. 

"Alhamdulillah, baru dapat di sini," katanya. 

Bagi ibu rumah tangga itu, kebijakan Pemerintah melarang pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram adalah keputusan yang sangat memberatkan. Sebab, mereka harus ke pangkalan. 

"Kalau di pangkalan ini tak lama sudah habis," katanya. 

Lokasi pangkalan dari rumah Nina sendiri sedikit jauh. Sementara jika tersedia di warung, ia mengaku lebih dimudahkan. 

"Makin susah dengan kebijakan ini," ucapnya.

Tunda Kebijakan

Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Barat, Heri Mustamin meminta pemerintah menunda kebijakan yang melarang pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram. 

Sebab, kebijakan yang terkesan tergesa-gesa itu, dinilai bikin susah masyarakat. Terbukti, terjadi antrean panjang tingkat pangkalan. 

Ia tak dapat membayangkan jika kebijakan ini diterapkan, maka masyarakat di berbagai daerah akan kesusahan. 

Bayangkan saja, jika kehabisan gas melon malam hari. Biasanya, warga cukup ke warung, maka dapur mereka akan mengebul lagi. 

Namun setelah kebijakan itu diberlakukan, tak ada lagi pasokan gas yang tersedia di warung. Sementara di pangkalan, operasionalnya tidak melayani 24 jam. 

"Saya pikir akan menyusahkan masyarakat," katanya. 

Ia juga turut menanggapi rencana pemerintah menjadikan pengecer atau warung bisa menjadi sub-pangkalan. 

Menurutnya rencana ini baik, dan akan memudahkan masyarakat. Namun, persoalannya UMKM mana yang siap dengan kebijakan yang serta merta itu. 

Sebab, untuk menjadi sub-pangkalan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Misalnya harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Belum lagi persyaratan lain. 

Selaku Anggota DPRD Kalbar, Heri pun berharap pemerintah mengkaji lagi kebijakan larangan penjualan gas melon di tingkat pengecer.

Kebijakan tersebut perlu kajian matang sebelum diterapkan. Paling tidak ada tahap sosialisasi, agar agen bisa memberi sosialisasi ke pangkalan, sehingga tidak menyusahkan masyarakat. 

Di samping itu, pendataan UMKM juga menjadi penting. Ke mana UMKM dapat membeli gas melon harus didata. Sebab, menyangkut aktivitas ekonomi masyarakat. 

Apalagi jelang Ramadhan, kebutuhan elpiji bagi UMKM sangat tinggi. Ia juga menyarankan agar masyarakat yang berhak untuk gas elpiji 3 kilogram dibuatkan kartu, sehingga semua terdata. 

"Saya pikir perlu dikaji lagi kebijakan ini. Pemerintah jangan bangun tidur, mimpi lalu, diterapkan sebuah kebijakan. Apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak, dan orang kecil, tentu harus hati-hati," pungkasnya.***

Leave a comment