Tatung Sakti Sang Penjaga Tradisi
![](https://insidepontianak.com/beta/public/images/7O6u8Z4O9Lvjaz4CscHu.jpg)
PONTIANAK, insidepontianak.com - Tatung berjubah merah putih bak kaisar, unjuk kesaktian di Vihara Paticca Samuppada, Kota Pontianak, Rabu (12/2/2025).
Ia menjelma layaknya panglima perang. Gagah dan perkasa duduk di kursi singgasana. Beberapa pengawal mengelilinginya. Seperti raja di film-film kolosal China.
Suara iringan tambur, dan gong mengayun kencang, lengkap dengan asap dupa menjaga roh dewa yang merasukinya.
Di tengah terik matahari, sesekali, tatung itu mendadak kerasukan. Menari tak beraturan. Lalu berdiri di atas tandu penuh bilah-bilah tajam baja.
Dengan kaki telanjang, tatung jingkrak-jingkrak di atas mata pedang. Hebatnya, tak sedikitpun luka di kakinya. Kebal sejadi-jadinya.
Tatung itu bernama Aheng. Selalu tampil di setiap perayaan Cap Go Meh di Pontianak. Setidaknya sudah 18 tahun belakangan ini.
"Sejak saya usia 17 tahun saya sudah menjadi tatung," kata Aheng kepada Insidepontianak.com, Rabu (12/2/2025).
Tatung merupakan tradisi masyarakat tionghua. Kerap unjuk kebolehan saat momen Cap Go Meh. Tatung berasal dari bahasa Hakka. Berarti dukun atau seseorang yang dirasuki oleh roh dewa atau orang-orang baik yang sudah meninggal.
Menurut kepercayaan masyarakat tionghoa, atraksi tatung merupakan cara menangkal musibah sepanjang tahun. Sekaligus mengusir roh-roh jahat dan membersihkan kota dari kejahatan dan malapetaka.
Bagi Aheng, menjadi tatung sebenarnya bukanlah keinginan. Sebab, jika boleh memilih, ia ingin jadi manusia biasa, karena menyadari menjadi tatung penuh resiko.
Namun, apa boleh buat, terlahir dari anak seorang tatung, membuatnya menjadi tatung karena pertalian darah. Sehingga, mau tak mau menjalani tugas itu. Semangatnya satu: menjaga tradisi, dan menjaga budaya agar tetap lestari.
"Jadi yang tua mewarisi, kita yang muda melestarikan," katanya.
Untuk menjadi tatung sendiri tak mudah. Ada beberapa pantangan yang mesti dilakukan. Misalnya soal makan.
Pemainnya diharuskan makan vegai atau makan putih selama 49 hari minimal. da juga yang menjalani ritual ini sampai 90 hari dan 108 hari.
Ini baru soal makanan. Hal lain, menjadi tatung juga tak boleh melintas di bawah jemuran, dan terpenting menjaga pandangan, dan hawa nafsunya kepada sesama jenis.
"Ngeliat cewek putih-putih, ngak boleh," katanya.
Saat beraksi, Aheng mengaku tak sadarkan diri. Sebab, tubuhnya sedang dikuasai roh baik titisan dewa.
Ketika dimasuki roh, dewa dan leluhur Aheng mengaku sama sekali tak merasa sakit saat bertugas. Sehingga senantiasa unjuk kebolehan menginjakkan kaki di bilah pedang, hingga menyayat tubuh dengan parang.
"Semua di luar kemampuan kita, tubuh kita hanya dipinjam roh," katanya.
Begitu juga setelah atraksi, tak ada sedikitpun luka di tubuh. Hanya celana yang sobek. Sementara kulit dan daging tak sedikitpun tergores.
Untuk tampil dalam perayaan Cap Go Meh, Aheng juga harus melakukan persiapan. Di tahun ini, setidaknya dua pekan persiapannya. Dimulai dengan mengasah pisau, dan tak makan-makanan yang berdarah.
Namun demikian, ia tak menampik ada juga orang yang menjadi tatung dengan instan. Misalnya mengunakan jimat, sehingga kebal saat atraksi.
Aheng berharap pada momen Cap Go Meh tahun 2025, seluruh masyarakat diberikan keberkahan. Dijauhkan dari mara bahaya dan senantiasa mendapat perlindungan kehidupan.
"Semoga kita selalu diberikan kesehatan," doanya.***
Tags :
![iklan](https://insidepontianak.com/beta/public/images/rCdwq9AybolOrZaJZxkz.jpg)
Leave a comment