DP3AP2-KB Ungkap Penyebab Utama Stunting di Sambas, Pola Asuh Anak Tak Tepat dan Pernikahan Dini
SAMBAS, insidepontianak.com – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kabupaten Sambas, Fatma, mengungkapkan dua faktor utama yang menyebabkan tingginya angka stunting di daerah Sambas.
Pertama karena pola asuh anak yang tidak sesuai dengan prinsip gizi yang tepat. Dan yang kedua, karena maraknya pernikahan dini.
Menurut Fatma, pola asuh yang keliru sering kali terjadi karena kurangnya pemahaman para ibu-ibu tentang pentingnya gizi seimbang untuk tumbuh kembang anak.
“Karena itu, ke depan, sosialisasi edukasi tentang pola asuh anak harus semakin digencarkan. Peningkatan pengetahuan ini kunci dalam penanganan stunting,” ucap Fatma.
Dan yang tak kalah penting lagi dalam mencegah kasus stunting di Kabupaten Sambas yaitu, mencegah pernikahan dini.
“Sebab, pernikahan dini berkontribusi terhadap tingginya angka stunting,” turutnya.
Apa korelasi pernikahan dini dengan stunting?
Menurut fatma, remaja-remaja yang terjebak dalam pernikahan dini sebagian besar secara mental belum siap berumah tangga.
“Dan mereka ini belum siap secara fisik maupun mental untuk menjadi ibu,” ucapnya.
Sehingga, sebagian perempuan yang melakukan pernikahan dini, kurang peduli dengan kehamilannya. Bahkan, cendrung tidak mengerti bagaimana mengurus bayi usai persalianan.
Sementara, untuk mencegah stunting, harus dimulai di masa kehamilan. Asupan gizinya harus dipenuhi. Begitupun pada bayi.
Usia 1000 hari kehidupan harus dipastikan mendapat pola asuh yang tepat. Agar perkembangannya normal.
“Karena itu, kasus pernikahan dini ini harus diminimalisir untuk mencegah stunting. Pendidikan mengenai pentingnya pemberian gizi yang baik dan usia yang ideal untuk menikah sangat penting. Ini adalah langkah-langkah strategis yang harus ditempuh untuk mencegah terjadinya stunting," ujarnya.
Ia mengatakan, untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, namun perlu adanya dukungan oleh semua lapisan.
“Mengubah pola pikir masyarakat, terutama dalam hal pemberian gizi yang baik kepada anak-anak, adalah tantangan terbesar kami. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk keluarga dan masyarakat itu sendiri," pungkasnya.***
Leave a comment