Guru SDN 14 Pelanjau Sampaikan Alasan Jual LKS ke Siswa, Demi Efektivitas Pembelajaran

2025-03-19 00:09:49
Saparudin salah satu guru SDN 14 Pelanjau, Desa Bukit Segoler, Tebas, yang menjual LKS kepada siswa memberikan klarifikasi, Selasa (18/3/2025). (Insidepontianak.com/Antonia Sentia).

SAMBAS, insidepontianak.com - Guru SDN 14 Pelanjau, Desa Bukit Segoler, Kecamatan Tebas, mengklarifikasi penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada siswa, yang belakangan dikeluhkan wali murid.

Saparudin, wali kelas 6 mengaku, menjual buku LKS terpaksa dilakukan. Alasannya, demi efektivitas pembelajaran.

Sebab, buku paket yang sebelumnya dipesan pihak sekolah menggunakan Dana BOS hingga kini belum diterima. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan dalam belajar.  

“Kami memberikan pekerjaan rumah kepada murid, tetapi banyak yang tidak mengerjakan. Oleh karena itu, kami menawarkan mereka untuk membeli LKS agar pembelajaran lebih terarah,” katanya. 

Menurutnya, awalnya pembelian LKS bersifat sukarela. Namun, karena tidak semua siswa memiliki LKS, pembelajaran menjadi kurang efektif. Karena itu, akhirnya penggunaan LKS diwajibkan.  

Terkait kebijakan penahanan rapor bagi siswa yang belum melunasi LKS, ia juga membenarkan   hal tersebut pernah terjadi. 

"Pembelian LKS menggunakan dana pribadi, sementara ada kasus siswa yang telah lulus tetapi belum juga melunasi pembayaran, tidak masalah orang tua siswa harus menyicil seribu dua ribu," katanya. 

“Kami meminta maaf karena harus mengambil keputusan yang mungkin memberatkan. Ini menjadi pelajaran bagi kami, dan ke depan kami tidak akan lagi memperjualbelikan LKS,” ucapnya. 

Sementara itu, Kepala Sekolah SDN 14 Pelanjau, Rahmat mengatakan, ini akan menjadi pembelajaran kedepannya sehingga tahun berikutnya pihaknya tidak akan memperjualbelikan buku LKS lagi berdasarkan Permendikbud. 

"Ke depan kami tidak akan lagi menjual buku LKS, kami mohon maaf kepada orang tua siswa yang sempat terbebankan, " pungkasnya. 

Sebelumnya, Yordanius, warga Dusun Pelanjau, Desa Bukit Segoler, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, mengeluh lantaran harus menyicil buku Lembar Kelas Siswa atau LKS, untuk dua anaknya yang masih menempuh sekolah dasar (SD). 

Sebab jika tak dilunasi, maka sang anak terancam tak bisa terima rapor kenaikan kelas. Kedua anaknya sekolah di SD Negeri yang sama. Satu kelas 6. Sementara yang satunya lagi kelas 5. 

"Buku paket LKS kami bayar, dan saya masih ada hutang di sekolah, karena kami nyicil. Si kakak ini kan tahun depan sudah nyambung ke SMP, katanya kalau belum lunas buku itu, rapor akan ditahan," ungkap Yordanius. 

Padahal, berdasarkan Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku, Pasal 11, sudah jelas melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.

Namun praktik itu masih saja terjadi. Yordanius kesal tak melawan. Sebab harga LKS yang dijual pun baginya cukup mahal dan membebani. 

Katanya, per paket LKS dikenakan tarif Rp105 ribu. Karena ia punya dua anak, maka harus bayar Rp210 ribu per semester. Keterbatasan ekonomi memaksanya untuk menyicil buku LKS tersebut. 

Yordanius sendiri tergolong warga kurang mampu. Ia sekeluarga tinggal di rumah kecil. Tak punya WC. Bangunan kayu semi permanen.

Ia merasa kecewa dengan kebijakan yang mengancam anaknya tak bisa terima rapor hanya karena uang LKS belum dapat dilunasi.***

Leave a comment