Asal Mula Dunia Kuli: Mendapat Label Hina Sebelum Kemerdekaan

2024-09-22 03:06:29
Ilustrasi

Insidepontianak.com - Apa artinya sebuah rumah tanpa perantara tangan seorang kuli bangunan. Pekerjaan ini mungkin kerap dilupakan, tergantikan oleh para Insinyur yang lebih mengatur kepada tata letak ataupun desain bangunan.

Mengangkut pasir, menyemen dinding, ngecat tembok dll, merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian sendiri. Mungkin dipandangan orang-orang hal itu mudah, akan tetapi bila terjun tanpa skill yang mumpuni pasti hasilnya tidak maksimal.

Kalau di jaman sekarang, kuli hanya menyasar kepada dua bidang orofesi saja, kuli bangunan dan kuli panggul. Sesangkan pekerja yang melakukan aktifitas cocok tanam di ladang orang lain sudah disebut buruh tani atau kebun.

Baca Juga: Beli Tiket BLACKPINK: Tersedia General Sale, Ini Kursi yang Masih Tersedia

Kalau merujuk arti yang dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kuli diartikan sebagai 'orang yang bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisiknya (seperti membongkar muatan kapal, mengangkut barang dari stasiun satu tempat ke tempat lain) pekerja kasar'.

Dalam KBBI faktor yang termuat dalam kata kuli yaitu pekerjaan yang mengandalkan otot fisik, apapun jenis pekerjaannya kalau dihasilkan dari gerak badan bisa dikategorikan kedalam kelompok kuli.

Di era modern seperti sekarang profesi seorang kuli sudah mendapat cap dan status berbeda dari jaman penjajahan. Di era kolonialisme kuli dianggap sebagai jenis mencari nafkah yang hina.

Nicole Lamb, dalam 'A Time of Normalcy: Javanese 'Coolies' Remember the Colonial Estate', menjelaskan bahwa kata kuli dimasa kolonialisme mempunyai relasi kuat dengan konteks geografi dan periode waktu.

Selama kurun waktu 1890-1940 terdapat jutaan kuli yang bekerja di perusahaan-peeusahaan milik belanda ataupun pribadi. Dalam rentang waktu tersebut kata 'kuli' mengarah kepada orang miskin, tidak berpendidikan, dan pekerja non-profesional.

Orang yang menjadi kuli biasanya warga pribumi asal Jawa, tidak jarang mereka diperkerjakan di pulau lain.

Seperti terdapat banyak suku Jawa yang mendiami daerah sekitar gunung Kerinci, Sumatera Timur, untuk bekerja sebagai kuli pemetik daun teh.

Akibat eksodus besar-besaran dari pulau jawa ke berbagai pulau lainnya, banyak dari mereka mendirikan kampung-kampung kecil, daerah yang ditempati biasanya memiliki jenis pekerjaan yang sama.

Harapan mereka hanya satu, mendapatkan kehidupan lebih baik daripada jawa.

Kuli juga sering diperkerjakan sebagai pengangkut barang, mereka yang sering mengangkat barang bisa ditemukan di sekitaran pelabuhan dan pasar, atau keluarga Belanda yang menetap di Indonesia menyewa jasa pribumi untuk menggendong barang bawaan mereka ketika berpergian.

Dikutip dari Yudi Prasetyo, dalam jurnalnya berjudul 'Dari Pikulan ke Kelontong: Tionghoa dan Toko Kelontong Yogyakarta 1900 – 1942' (2020)', Selain orang Belanda, pedagan Tionghoa juga kerap menyewa jasa penduduk Indonesia, khususnya suku Jawa di abad 20-an awal.

Mereka biasanya memperkerjakan warga pribumi untuk mengangkut dagangan mereka berkeliling menjajakan barang di sekitar perkampungan atau pedesaan. Masih dengan konotasi yang sama, warga yang berprofesi sebagai kuli dianggap sebagai pekerja non-profesional.

Namun di jaman sekarang, kini kuli hanya terfokus kepada seseorang yang bekerja di bidang pembangunan, atau orang yang menyewakan jasa mereka untuk mengangkut barang-barang.

Baca Juga: Sejumlah Pemimpin Negara Hadiri KTT G20 di Bali, Presiden Jokowi Jamu Makan Siang

Kata pertama biasanya disebut 'kuli bangunan', sedangkan yang kedua biasa dikenal sebagai 'kuli panggul'.

Terlebih sekarang profesi kuli sudah termasuk di dalam anggota serikat buruh yang akan mendapatkan bantuan hukum, ataupun mewakili mereka ketika mendapatkan masalah di lapangan, dan membantu mereka dalam menegosiasi terkait perihal upah di tempat perusahaan dia bekerja. ***

 

Tags :

Leave a comment