Wajik Peceren, Buah Tangan dari Berastagi: Karya Etnis Jawa di Tanah Karo
MEDAN, insidepontianak.com - Wajik Peceren adalah bukti keragaman yang ada di Berastagi, Tanah Karo. Kue khas masyarakat Jawa ini pun kini bisa dikatakan sebagai buah tangan andalan dari Kota Wisata tersebut.
Persis dengan tempat asalnya di Jawa, wajik Peceren di Berastagi Karo juga menggunakan ketan alias pulut. Kue ini berwarna cokelat dan tentu saja berasa manis karena memakai gula aren.
Penyebutan Peceren untuk wajik tersebut tak lain untuk menandakan daerah, sekitar dua kilometer dari pusat Kota Berastagi, Karo. Nyatanya, usaha kue Jawa ini telah demikian maju selalu diincar pelancong.
Mengutip repositori.usu.ac.id dan ejurnal.poltekparmedan.ac.id, Selasa (13/6/2023), kue tradisional ini awalnya dikenalkan oleh etnis Jawa yang bermigrasi ke Tanah Karo. Mereka bekerja menjadi buruh tani di ladang masyarakat Karo di sekitaran Peceren, Desa Sempa Jaya.
Seiring waktu mereka mencoba usaha sampingan berjualan pecal dan kue keliling, terutama wajik. Lambat laun wajik digemari oleh pembeli. Usaha mereka terus berkembang hingga berhasil membuat warung atau warung makan.
Merunut sejarah, warung wajik mulai berdiri pada tahun 1950 di kawasan Peceren. Eksistensi warung wajik di Peceren mulai berkembang pada kurun tahun di mana bermunculan rumah makan serupa dengan konsep yang sama.
Setidaknya hingga kini telah berjejer warung Wajik Peceren yang ternama. Sebut saja Warung Wajik Peceren H Ngadimin, Warung Bahagia H Suparman, Wajik Bahagia Ai dan sebagainya.
Warung-warung ini berkonsep sama dan juga memiliki nama usaha yang hampir sama. Usaha rumah makan tradisional ini dianggap sangat menjanjikan.
Oleh sebab itu, etnis Jawa yang ada di sekitaran warung wajik mencoba mendirikan usaha yang sama. Apalagi lokasinya yang strategis tepat berada di Jalan Jamin Ginting, jalur utama Medan-Berastagi, semakin memudahkan wisatawan untuk membelinya.
Pun, wisatawan yang sudah membawa wajik sebagai oleh-oleh tak hanya dari wisatawan lokal, dari nasional dan mancanegara juga tidak luput. Lucunya, malah tidak sedikit wisatawan yang membeli wajik untuk oleh-oleh bagi saudara atau kenalannya di Jawa.
Sebagai informasi, rata-rata harga wajik per potong adalah 2.000 rupiah, sama dengan kue-kue lainnya seperti risol, lemper, onde-onde, getuk, dan sebagainya. Sementara, untuk wisatawan yang ingin membawa wajik untuk oleh-oleh bisa membeli dalam bentuk kemasan, setiap porsinya seharga Rp20.000.
Lalu, untuk pecal dipatok harga Rp15 ribu. Isi dari pecal memang hampir sama dengan pecal kebanyakan yaitu sayuran yang segar disiram sambal kacang tanah. Namun, di sini pecal dicampur juga dengan mie bihun plus kerupuk.
Menu yang ditawarkan seiring waktu juga berkembang. Ini tak lain karena banyak pelanggan yang datang bersama. Warung Wajik Peceren pun menambah menu berat seperti gado-gado, mie sop, ayam penyet, dan sebagainya.
Yang jelas, kehadiran wajik sebagai makanan andalan cukup unik. Tidak hanya karena makan itu berasal dari Jawa, tapi rasa yang manis cenderung berlawanan dengan lidah orang Sumatra Utara secara umum yang lebih suka pedas dan asam.
Itulah cerita tentang wajik Peceren, kuliner khas Jawa yang menjadi buah tangan atau oleh-oleh andalan dari Berastagi di Tanah Karo. Semoga bermanfaat. (Adelina).***
Leave a comment