Menko Muhadjir Soroti Kasus TPPO di Kalbar, Sebut Penyebabnya Lapangan Kerja Minim
PONTIANAK, insidepontianak.com - Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Muhadjir Efendi menyoroti kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO yang kerap terjadi di Kalbar.
Menurutnya, salah satu pemicu terjadinya TPPO karena minimnya lapangan pekerjaan.
"Kalau lapangan kerja tersedia, saya rasa TPPO ini tak terjadi. Tapi penyebabnya masih terus kita dalami dari berbagai sisi," kata Muhadjir Efendi disela Rapat Kerja Nasional atau Rakernas ke-II Ikatan Alumni Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia atau IKA-PMII di Kubu Raya, Jumat (26/5/2023).
Muhadjir Efendi juga menyebut salah satu yang menyebabkan Kalbar rawan TPPO karena berbatasan langsung dengan negara tetangga. Korban TPPO ini bukan hanya warga Kalbar, tapi juga warga dari provinsi lain.
Ia mendorong Pemprov Kalbar dan pemerintah kabupaten membuka lapangan pekerjaan yang luas. Di samping itu, harus membekali pekerja Indonesia dengan keterampilan.
"Kita juga sudah membenahi berbagai peraturan," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat terkait kasus TPPO. Salah satunya mengidentifikasi faktor TPPO dan membuka lapangan kerja dan kesempatan kerja kepada masyarakat.
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, Komnas HAM RI, Putu Elvina mengatakan, pihaknya sudah melakukan kunjungan kerja ke Pontianak dan Kabupaten Sambas. Tim melakukan diskusi dan berkoordinasi dengan pemangku kebijakan serta memantau lokasi perbatasan Indonesia-Malaysia.
Menurut Putu Elvina, situasi TPPO di Kalbar sendiri benar-benar nyata dan faktual serta berpotensi menjadi keberulangan dan berada pada kondisi darurat.
Kalbar sendiri berbatasan langsung dengan negara Malaysia. Hal ini juga didukung dengan kemudahan mendapat pekerjaan terutama sektor non formal di luar negeri.
Sementara SDM tenaga non prosedural minim. Hal tersebut juga didukung dengan pengangguran yang terjadi, tingkat ekonomi dan minimnya sosialisasi hingga tingkat desa terkait TPPO.
Untuk menangani kasus ini, maka Komnas HAM merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Kalimantan Barat agar segera mengidentifikasi dan melakukan intervensi terhadap faktor-faktor pendorong terjadinya TPPO.
Misalnya saja kemiskinan, pengangguran, tersedianya lapangan pekerjaan, perkawinan anak, kawin kontrak. Terutama bagi masyarakat Kalimantan Barat di perbatasan Indonesia-Malaysia untuk tujuan bekerja sebagai pekerja non prosedural.
2. Pemerintah diminta membuka lapangan kerja dan kesempatan kerja yang sama bagi masyarakat dengan mengedepankan hak-hak para pekerja yang berazaskan hak asasi manusia.
3. Pemerintah Provinsi Kalbar diminta mengoptimalkan fungsi Balai Latihan Kerja atau BLK sebagai sarana peningkatan kapasitas SDM terlatih yang akan bekerja di dalam dan ke luar negeri.
4. Pemerintah Provinsi Kalbar dan pemerintah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia serta BP2MI harus meningkatkan koordinasi dan kerja sama antarprovinsi asal pekerja.
Hal ini dapat didasarkan pada data pemulangan terkait daerah asal untuk lebih mengoptimalkan pencegahan melalui edukasi maupun intervensi terhadap faktor-faktor terjadinya TPPO di daerah asal.
5. Diperlukan adanya evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TPPO di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini guna mengidentifikasi hambatan dan praktik baik dalam pencegahan dan penanganan TPPO.
6. Mengefektifkan fungsi dan peran Satgas atau Gugus Tugas TPPO di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
7. Menyediakan alokasi anggaran yang memadai dalam rangka pencegahan dan penanganan kasus-kasus TPPO di Provinsi Kalimantan Barat.
8. Mendorong persamaan persepsi di antara aparat penegak hukum dan penguatan kapasitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan gabungan APH termasuk anggota Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI yang bertugas di perbatasan Indonesia-Malaysia.
9. Penguatan fungsi pencegahan melalui diseminasi dan sosialisasi tentang migrasi yang aman dan bahaya TPPO.
10. Penguatan fungsi dan peran Pemerintah Desa dalam pencegahan TPPO.
11. Pelibatan CSO/NGO lokal yang melakukan advokasi pada isu TPPO dalam program-program pencegahan dan penanganan TPPO.
12. Perlunya program penguatan dan pendampingan bagi korban TPPO yang diselenggarakan secara sistematis, sebagai upaya pemenuhan hak korban sekaligus mendorong proses penegakan hukum terhadap pelaku guna mencegah keberulangan terjadi. (Andi)***
Leave a comment