Fransiskus Ason: Petarung Politik Pejuang Aspirasi
Fransiskus Ason percaya prinsip ini: setiap orang ada masanya, setiap masa, pasti ada orangnya. Keyakinan itu memotivasinya bangkit, saat berada di titik terendah pasca-kalah di pemilihan kepala daerah atau Pilkada Sanggau 2018.
Nekat keluar dari zona nyaman, ternyata tak selalu membawa senang. Tapi, Ason bangkit. Ia menyakini, kekalahan hanya proses menuju kesuksesan. Begitulah politisi sejati. Tak mengenal istilah menyerah.
Kami, berkesempatan menemui Ason di Gedung DPRD Kalbar, Selasa (18/1/2021). Sebelumnya, janji ketemu tapi batal.
Maklum saja, Ketua Fraksi Golkar DPRD Kalbar itu cukup sibuk. Ada rapat penting bersama Kapolda Kalbar yang tak bisa ditinggalkan begitu saja ketika itu.
Kami pun ngobrol santai, di tengah kesibukannya. Ason cerita perjuangannya, di kancah perpolitikan. Kalah dari petahana Paolus Hadi dan Yohanes Ontot, di Pilbup Sanggau, tak sedikitpun membuat semangatnya lemah.
Sebab baginya, bertarung politik adalah seni. Semua proses harus dinikmati. Apapun hasilnya. Usai kalah, ia ikut lagi di kontestasi Pileg 2019. Dengan mencalonkan diri sebagai Caleg DPRD Provinsi Kalbar.
Hasilnya, menang. Ason 'balik kandang' menjadi anggota DPRD Kalbar. Pria ramah dan kritis itu, raih 17 ribu suara. Melenggang dengan mudah. Mewakili daerah pemilihan Sanggau-Sekadau.
Dunia parlemen bukan hal yang baru bagi Ason. Pasalnya, sebelum duduk di DPRD Kalbar, ia sudah menjadi Wakil Ketua DPRD Sanggau.
Namun, ia mundur per 1 Februari 2018, karena maju bersama Calon Bupati Sanggau, Yansen Akun Effendi melawan petahana.
Hanya saja, retak garis tangan jadi Wakil Bupati Sanggau mendampingi Yansen saat itu belum ada. Pasangan Yansen-Ason atau disingkat YAS, hanya mampu memenangi lima kecamatan, dengan raihan 101.164 suara.
Sementara sang lawan, Paolus Hadi-Yohanes Ontot atau pasangan PH-YO, menang di 10 kecamatan dengan perolehan suara mencapai 134.785.
Keputusan Ason maju di Pilkada Sanggau terbilang berani di tengah banyak pihak meremehkannya. Sebab, petahana dianggap tak mungkin kalah.
Tapi, Ason tak begitu hirau dengan kekuatan elektoral petahana. Bekal pengalaman, menuntunnya. Ia sama sekali tak gentar.
Dukungan akar rumput, meneguhkan langkahnya. Narasi perubahan menjadi modal kampanyenya menantang petahana.
Relawan ikut berjuang habis-habisan. Dengan harapan, narasi perubahan yang digaungkan bisa membawa Bumi Daranante maju. Pendukungnya meminta perbaikan infrastruktur jadi prioritas. Sebab, masalah ini tak kunjung tuntas di masa kepemimpinan petahana.
Sebagai putra daerah, Ason dianggap sosok anak muda yang berani. Dinilai mampu memimpin Sanggau dengan kompleksitas persoalan pembangunan yang ada.
“Akhirnya, saya tetap maju,” ucap Asson.
Namun sayang, pasangan YAS kalah. Persoalan itu sempat dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai, ada kecurangan dalam tahapan Pilkada.
Sayang, gugatan pasangan YAS dimentahkan. Ason berbesar hati. Menghargai keputusan MK. Ia tak kecewa. Sebab semua usaha sudah dilaksanakan.
Ia pun meyakini, kekalahan adalah sebuah kegagalan tertunda. Bak air di sungai, tak selamanya pasang. Ada kalanya surut. Begitu juga dalam politik. Jatuh bangun hal biasa.
Kondisi yang sama, pernah dirasakan Ason tahun 2004. Kala itu, ia gagal menjadi wakil rakyat di DPRD Provinsi Kalbar.
Padahal, suara tertinggi adalah miliknya. Tapi, retak tangan mengharuskannya istirahat.
Mekanisme Pemilu yang mengacu pada nomor urut, mengubur mimpinya saat itu. Golkar, hanya memperoleh dua kursi, sedang Ason caleg dari nomor urut 3.
Tapi, bukan Ason namanya, kalau lantas menyerah. Ia terus mengabdikan diri untuk kampung halaman dalam posisi apa pun.
Semangat pantang menyerah Ason mengatarkannya di titik sekarang. Orang-orang mengenalnya sebagai tokoh politik berpengaruh dari Bumi Daranante. Lima periode jadi anggota DPRD, sudah dijalani.
“Kuncinya optimis, tidak pernah pantang menyerah. Itu yang membuat saya tetap berada di titik sekarang,” terangnya.
Dewan Termuda
Bisa dibilang karier politik Ason bak air mengalir. Tak pernah direncanakan. Tapi siapa sangka, ia mencatatkan namanya sebagai anggota DPRD Sanggau termuda, tahun 1997.
Kala itu, usia Ason 24 tahun. Sangat muda. Ia jadi anggota dewan yang mengemban amanah lintas generasi.
Ason mulai mengenal politik pada tahun 1996. Kala itu, pria kelahiran Dusun Tapang Sedendeng, 18 Juli 1973, belum menyelesaikan kuliah.
Sang ayah, kepala desa, mendorongnya masuk politik. Meneruskan jejak paman yang sudah dua periode jadi dewan.
“Bapak saya bilang begini: Son, sebaiknya kamu maju dewan mewakili Kecamatan Meliau, meneruskan karier paman,” ucap Ason.
Paman Ason bernama Yakoup Hadiono. Anggota dewan dua periode dari Partai Golkar. Keluarga besar berharap ada regenerasi.
Ason mengamini dorongan itu. Ia daftar ke Partai Golkar tahun 1996. Kala itu, Ason terbilang awam tentang politik.
Saat mendaftar, tak ada tampang ‘perlente’ yang dibawanya. Datang ke DPD Golkar Sanggau, seperti orang pasar.
Rambutnya gondrong. Pakai baju kaos oblong dengan kalung besar menggantung di leher.
Orang-orang saat itu heran, siapa pendaftar Pileg anak muda bergaya slengean itu. Ason acung tangan. Kontan para peserta konfrensi Golkar terkejut.
“Gaya saya waktu itu, kayak orang tak mau jadi,” kata dia, mengenang kejadian itu sambil tersenyum malu.
Setelah daftar, Ason spontan bertanya nomor urut. Pengurus Golkar waktu itu, geleng-geleng kepala.
“Kau ni baru gak daftar, langsung tanya nomor urut,” cerita Ason.
Bagi Ason, penentuan nomor urut sangat menjadi kunci kemenangan. Sebab, hasil Pemilu bergantung nomor urut.
Jika nomor urut satu, berpotensilah jadi. Karena itu, kalau, diberi nomor terakhir, Ason tak akan maju. Saat itu, dia diberikan nomor 23.
Setelah mendaftar, Ason bingung, mau bicara apa saat bertemu rakyat. Akhirnya, ia hanya minta bantu masyarakat memilih Golkar. Karena, ia tahu partai beringin konsisten membantu rakyat.
Seiring berjalan waktu, Ason bertemu guru politik. Namnya: Donatus Djaman. Politisi ulung. Pernah jadi Ketua DPRD Sanggau.
Ason belajar banyak hal tentang politik dari Djaman. Misalnya, kesederhanaan dan harus merakyat.
Ia pun didoktrin pesan-pesan politik kerakyatan. Pelajaran itu, terbukti jitu. Hasilnya dirasakan sampai sekarang. Ia sudah menjadi anggota DPRD lima periode.
Keterpilihannya berturut-turut itu alasannya haya satu: dicintai konstituen. Ia pun punya pendukung militan, karena benar-benar mengabdi untuk konstituen.
“Kunci sukses di dunia politik adalah, serius dan berjuang untuk kepentingan masyarakat, dan punya integritas. Jangan memandang orang kecil, tidak dihormati,” ucapnya.
Kader Militan
Ason kader Partai Golkar yang militan. Selama berkarier di jalur politik, ia tak pernah ‘lompat pagar’. Isitilah sekarang, tak pernah cawe-cawe.
Setia bersama Beringin dijalani sejak tahun 1996 menjadi bukti, loyalitasnya kepada partai.
Ason betah di Golkar karena kesamaan ideologis. Golkar sebagai partai nasionalis, mewakili karakternya.
Sebagai partai tua, Golkar dianggap partai penjaga Pancasila, sebagai ideologi dan falsafah bangsa.
“Jadi, ada kesamaan ideologi dan kekaryaan di Golkar,” katanya.
Selain kesamaan ideologi, ada juga alasan lain ia setia di Golkar. Ason sangat mengidolakan Akbar Tanjung, politikus kawakan partai Beringin itu.
Bagi Ason, Akbar Tanjung sosok cerdas, tenang dan punya pengalaman mumpuni di politik, dan jadi panutan.
Loyalitasnya kepada partai, diganjar penghargaan. Ason ditunjuk partai menjadi Ketua DPD Golkar Sanggau.
Jabatan ini telah diembannya selama tiga periode, setelah Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar ke-X di Gedung Zamrud Kota Pontianak.
Tahun lalu, Ason kembali diamanahkan membesarkan partai beringin di Kabupaten Sanggau. Dia terpilih secara aklamasi. Karena prestasinya meningkatkan perolehan suara dan kursi.
Sepanjang karier kepartaian, Ason dikenal sebagai pribadi yang punya sikap dan tak bermain politik dua kaki.
Seperti halnya, saat dukung pencalonan Maman Abdurahman sebagai Ketua DPD Gokar Kalbar melalui Musda ke-X yang dihelat pada Feberuari 2020.
Padahal, kala itu, Ketua DPD Golkar Kalbar, Ria Norsan juga maju. Tapi, Ason kekeh dukung Maman. Ia siap menerima risiko, jika dukungan itu berdampak pada kariernya.
Pejuang Rakyat
Ason merupakan salah satu dewan yang kritis dan cerdas di Parlemen Kalbar. Di gedung parlemen, ia kerap bersuara lantang, memperjuangkan aspirasi rakyat.
Tak jarang, ia terlibat debat dengan kolega. Baginya, demi rakyat, apa pun akan dipertaruhkan.
Sebagai wakil rakyat, Ason paham tugasnya melayani dan bersuara. Bukan duduk diam dan pulang.
Tak heran, apa pun kondisi rakyat, ia bersuara dan membela. Apalagi, jika itu sebuah kebenaran. Ia akan tegakkan, walau nyawa taruhan.
“Kalau saya jadi orang politik, tapi tak bersuara dan membela rakyat, untuk apa?” katanya dengan tegas.
Ason ingat betul, ketika masih duduk sebagai anggota DPRD Sanggau. Saat itu, ia membela masyarakat Meliau.
Di sana, ada perusahaan nakal yang segaja membayar harga sawit warga secara tak wajar. Perusahaan ini, menurunkan harga sepihak. Masyarakat dirugikan.
Sebagai wakil rakyat, Ason turut menengahi. Ia memaksa perusahaan untuk membayar, sesuai harga pasaran atau angkat kaki dari Sanggau.
Keterlibatan Ason membela rakyat berisiko intimidasi dan ancaman. Bahkan, ia diancam akan dihabisi.
Tapi, bukan Ason namanya, kalau lantas gentar. Ia tetap di garis perjuangan membela masyarakat. Akhirnya, harapan masyarakat terjawab.
Inisiator Pansus CSR
Terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Dana Corporate Social Responsibility (CSR) di DPRD Kalbar, tak lepas dari peran sentral Fransiskus Ason.
Ketua Fraksi Golkar DPRD Kalbar, menjadi inisiator terbentuknya Pansus CSR. Dia geram dengan ulah perusahaan sawit di Kalbar, terkesan ogah bantu korban banjir di Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang dan Kapuas Hulu.
Bahkan, puncaknya saat Gubernur Sutarmidji, mengusir 20 perwakilan perusahaan sawit dalam sebuah pertemuan.
Ason berbicara tegas, agar perusahaan angkat kaki saja dari Kalbar, jika hanya mau cari untung saja, tanpa memperhatikan masyarakat.
Dari sana, Ason mengusulkan dibentuknya Pansus. Pansus dapat mengikat perusahaan menjalankan kewajiban CSR dengan baik, dari sebelumnya yang tak optimal.
“Jika perusahaan tidak melaksanakan kewajibannya, maka kita dapat gunakan hak angket, hingga hak menyatakan pendapat kepada kepala daerah, agar perusahaan patuh,” katanya.
Selain itu, dapat memanggil perusahaan, yang dinilai tak berkontribusi. Selama ini, kewenangan pengawasan perusahaan, sebenarnya telah diberikan kepada Komisi, maka tak akan optimal. Sebab, kekuatan memberi rekomendasi tidak ada.
“Kalau Pansus, jelas dan legal secara aturan,” katanya.
Di sisi lain, peran perusahaan, selama ini belum optimal. Sebab, banyak keluhan masyarakat terkait kerusakan jalan, tak dapat perhatian perusahaan.
Padahal, kewajiban perusahaan jelas. Dua persen dari keuntungan untuk masyarakat.
Hadirnya Pansus, diyakini dapat berkontribusi besar untuk pembangunan daerah. Terutama, mempercepat pembangunan infrastruktur yang tak cukup hanya mengandalkan APBD saja.
Misalnya, kalau dihitung dua persen. Dari 300 perusahaan dengan keuntungan masing-masing Rp 50 miliar saja, maka ada Rp 1 miliar per PT.
Kalau 300 perusahaan, artinya, ada potensi Rp300 miliar dana CSR bisa diambil untuk membatu percepatan pembangunan di Kalbar.
“Jalan di Kalbar bisa bagus,” ucapnya.
Maju Bupati Sanggau
Lima periode menjadi anggota DPRD, Ason menyadari, masih banyak aspirasi masyarakat belum terjawab.
Sebab, keterbatasan kewenangannya di DPRD. Untuk itu, Bupati jadi mimpinya, sebagai putra daerah terbaik.
Ason ingin membangun Bumi Daranante lebih baik, sebagaimana suara akar rumput yang ingin ada perubahan. Saat ini, lampu hijau Golkar telah dikantongi.
“Pak Maman selalu menyampaikan, saya harus maju. Karena perintah partai, saya siap,” katanya.
Namun demikian, Ason menyerahkan itu semua kepada masyarakat. Jika dalam survei didukung rakyat tinggi, maka, ia siap mencalonkan diri.
“Kalau kita tidak didukung, survei juga tidak tinggi, untuk apa kita memaksakan diri,” ucapnya.
Jika terpilih jadi Bupati, Ason punya mimpi membenahi infrastruktur Sanggau, jadi lebih baik. Sebab, sebagian besar jalan rusak yang parah di Sanggau, adalah jalan kabupaten.
“Kuncinya, tinggal kita mengatur dana. Harus ada keberanian. Kalau mau infrastruktur, harus jadi prioritas,” tegasnya.
Bangun Sanggau Berkeadilan
Maju lagi dalam Pilkada Sanggau tahun 2024, tak membuat Ason trauma. Malah, kali ini, ia lebih percaya diri.
Ia tak hanya siap dengan profiling pribadi. Tapi ia juga siap dengan konsep. Konsep yang menawarkan Sanggau, lebih baik dan maju.
Di sisi lain, ia juga ingin membangun Sanggau berkeadilan. Tak memandang suku dan agama.
Sebab, Sanggau merupakan miniatur Indonesia. Di sana, semua suku ada, dan harus diperlakukan sama.
Baginya, menjaga harmonisasi sangat penting. Hal sentral yang paling dibutuhkan adalah, ketenangan dan rasa aman yang harus dibangun.
Sanggau Berkeadilan merupakan konsep yang ia yakini, menjadi salah satu solusi permasalahan Sanggau yang belum tuntas, hingga saat ini.
Tak hanya sekedar mengusung konsep biasa, Ason percaya bahwa keadilan, menjadi jawaban yang ditunggu masyarakat. Ini bukan sekedar janji, tapi dedikasi untuk Sanggau lebih baik.
Pencapaian Ason tak muluk. Ia ingin Sanggau bisa sejajar dengan kota maju lainnya di Indonesia.
Membangun Sanggau butuh keberanian. Skala prioritas dan terukur. Ason optimis bisa mewujudkan. Itu bukan lip service, bukan janji tanpa pertimbangan. Baginya, mewujudkan Sanggau berkeadilan, sudah jadi misiya sabagai putra daerah.
Seperti perkataan Ason di awal, setiap orang akan ada masanya. Setiap masa pasti akan ada orangnya. Meski tak bisa meramal masa depan, Ason ingin jadi bagian dari orang yang bermanfaat, pada waktu dan masanya. (Andi Ridwansyah)***
Leave a comment